Zaman Postmodern, Cyber Cash Masif Dilakukan

author Seno

- Pewarta

Rabu, 08 Des 2021 00:57 WIB

Zaman Postmodern, Cyber Cash Masif Dilakukan

i

images (25)

Optika.id - Seiring kemajuan zaman dan teknologi, pada masyarakat postmodern penggunaan uang digital atau bisa disebut dengan cyber cash ini akan lebih masif dilakukan. Hal ini dikatakan oleh Katon Galih Setyawan, ahli Sosiologi Keuangan Universitas Negeri Surabaya pada Optika, Selasa (7/12/2021).

"Ditambah lagi dengan kesiapan Bank Indonesia untuk mengembangkan Rupiah Digital. Hal ini bagian untuk mengimbangi cyber market yang lebih dulu ada di masyarakat," ujar Katon.

Menurut Katon, pengembangan Rupiah Digital oleh BI (Bank Indonesia) ini merupakan jawaban atas populernya mata uang digital yang sudah ada seperti mata uang kripto. Selain itu Indonesia sebagai anggota 'Kampung Dunia' juga harus bersiap bersama 'tetangganya' yang sedang mengembangkan hal serupa.

"Sebenarnya sebelum berkembang uang digital, kita sudah merasakan revolusi uang khususnya untuk pembayaran di jalan tol, yang awalnya dengan menggunakan cash saat ini diganti dengan e-money," tandasnya.

Berbicara e-money, lanjut Katon, sudah dikembangkan pertama kali di Inggris pada tahun 1995. Dan di Indonesia baru tahun 2009 dirilis, yang digunakan untuk pembayaran di pintu tol.

Katon menegaskan, sampai saat ini sekitar 12 tahun berlalu, masih saja ada masyarakat yang belum siap menggunakan teknologi ini. Dengan ditandai habisnya saldo e-toll saat di pintu keluar. Dapat dikatakan sebagai ketidaksiapan masyarakat menghadapi perubahan ini.

"Kembali lagi di uang digital, walaupun tahun 2022 akan dilaunching, saya yakin hal ini tidak serta merta akan menghilangkan transaksi dengan uang kertas. Memang transaksi dengan uang kertas akan semakin berkurang tetapi tidak langsung hilang begitu saja. Kesiapan teknologi dan literasi digitas masyarakat itu yang memerlukan proses dan waktu," tukasnya.

Rupiah Digital Dinilai Lebih Unggul dari Bitcoin

Sementara itu, Bank Indonesia menilai central bank digital currency (CBDC) atau rupiah digital lebih unggul dari Bitcoin, Dogecoin dan mata uang kripto lainnya.

Dalam laporan Bloomberg pekan lalu, Bank Indonesia disebut memiliki alasan lain untuk mengeluarkan rupiah digital. Yaitu untuk melawan cryptocurrency yang menyebabkan dampak signifikan pada jaringan keuangan negara.

Juda Agung, Asisten Gubernur Bank Indonesia Bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial, mengatakan CBDC atau rupiah digital adalah opsi yang lebih unggul daripada bitcoin, eter, dan aset digital pribadi lainnya.

CBDC akan menjadi salah satu alat untuk melawan kripto. Kami berasumsi bahwa orang akan menganggap CBDC lebih kredibel daripada crypto. CBDC akan menjadi bagian dari upaya untuk mengatasi penggunaan kripto dalam transaksi keuangan," kata Juda.

Pemerintah Indonesia bermaksud untuk membuat pertukaran aset digital khusus pada akhir tahun 2021 karena negara ini memiliki lebih dari 7 juta investor kripto. Sementara nilai transaksi telah melampaui $30 miliar. Sebagai perbandingan, hampir dua kali lebih sedikit penduduk lokal yang berinvestasi di ruang angkasa pada 2020.

BI mencatat selama pandemi Covid-19 banyak warga yang telah beralih dari pembayaran tunai ke pembayaran digital. Dengan demikian, kehadiran rupiah digital yang dipantau dan dikendalikan oleh pihak berwenang, akan menjadi pilihan terbaik untuk transisi moneter tersebut, menurut pendapat lembaga tersebut.

Bank Indonesia (BI) berencana mempercepat peluncuran uang rupiah digital atau Central Bank Digital Currency (CBDC). Kehadiran rupiah digital dinilai memberi sentimen positif pada sektor teknologi finansial (fintech) dan aset kripto yang sedang berkembang.

Wakil Ketua Umum III Asosiasi Fintech Indonesia (Aftech) Harianto Gunawan menyambut baik rencana peluncuran CBDC dari BI tersebut. "Kami melihat, CBDC akan menjadi pelengkap dalam mempercepat inklusi keuangan," katanya dalam keterangannya, Jumat (3/12/2021).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dia menilai CBDC akan memberikan dampak positif terhadap industri fintech, khususnya fintech pembayaran seperti OVO, GoPay, DANA, hingga LinkAja. CBDC membuat transaksi akan lebih efisien dan minim biaya. Proses transaksi juga menjadi lebih mudah.

CBDC juga menurutnya membuka ceruk pasar dan layanan baru bagi sektor fintech. "Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang belum pernah tersentuh bank bisa memiliki digital money, seperti punya uang kartal. Teknologi ini bisa dipakai berdagang," ujarnya.

Rencana Peluncuran Rupiah Digital Berdampak Positif

Selain itu, VP Corporate Communications Tokocrypto Rieka Handayani mengatakan, rencana peluncuran rupiah digital oleh BI juga akan berdampak positif. Pada industri kripto yang saat ini sedang tumbuh pesat di Indonesia. "Sebab, CBDC akan turut mempopulerkan pemanfaatan teknologi blockchain yang lebih aman, efisien dan cepat," katanya.

Dia menilai secara tidak langsung kehadiran CBDC mampu mendongkrak pasar aset kripto di Indonesia. Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat, jumlah pelanggan aset kripto Indonesia di perdagangan telah mencapai 7,5 juta orang. Angkanya melonjak hampir dua kali lipat dibandingkan tahun lalu 4 juta orang.

Begitupun dengan nilai transaksinya yang meningkat menjadi Rp 478,5 triliun hingga Bulan Juli 2021. Nilainya naik signifikan dibandingkan tahun lalu Rp 65 triliun.

Meski begitu, secara utilitas, CBDC dan aset kripto di Indonesia ini akan berbeda. Sebab, aset kripto merupakan komoditas yang saat ini tidak bisa digunakan sebagai alat pembayaran.

Sesuai Undang-Undang 1945, alat pembayaran yang sah saat ini hanya rupiah. Dengan demikian, seluruh metode pembayaran di Indonesia tetap harus menggunakan rupiah termasuk mata uang digital nantinya.

Sedangkan, CBDC merupakan bentuk digital dari mata uang nasional yang diterbitkan oleh bank sentral sebuah negara. Dengan demikian, CBDC menjadi bagian dari kewajiban moneternya serta menjadi simbol kedaulatan negara atau sovereign currency.

Dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI pekan lalu, Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, BI akan mempercepat penerbitan CBDC. Namun, hingga kini, bank sentral masih melakukan riset terkait penerapan CBDC di masyarakat.

BI mempercepat peluncuran CBDC untuk memitigasi penggunaan mata uang kripto yang tengah marak saat ini. Menurutnya, hal itu juga jadi masalah di dunia. "Ini masalah dunia karena perdagangannya di dunia dan kita tidak tahu siapa yang menjadi pemegang supply, tapi permintaannya dari seluruh dunia," kata Perry.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU