Waspada! Ini Cara Cina Jebak Negara Lain dengan "Utang"

author optikaid

- Pewarta

Sabtu, 23 Okt 2021 13:44 WIB

Waspada! Ini Cara Cina Jebak Negara Lain dengan "Utang"

i

Waspada! Ini Cara Cina Jebak Negara Lain dengan "Utang"

Optika-China menggelontorkan setidaknya dua kali lebih banyak uang pembangunan daripada Amerika Serikat.

Selama periode 18 tahun, China telah memberikan atau meminjamkan uang kepada 13.427 proyek infrastruktur senilai $ 843 miliar di 165 negara, menurut lab penelitian AidData di William & Mary, sebuah universitas di negara bagian Virginia, AS.

Sebagian besar uang ini terkait program Belt dan Road Initiative China (BRI) ambisius Xi Jinping. Yakni proyek rel kereta China.

Melansir BBC, Sabtu (23/10/2021), mulai tahun 2013, China memanfaatkan keahliannya untuk membangun rute perdagangan global baru.

Namun, para kritikus khawatir, pinjaman berbunga tinggi itu bisa membebani populasi yang tidak menaruh curiga sama sekali.

Jalur kereta api yang berkelok-kelok antara China dan negara tetangga Laos sering disebut-sebut sebagai contoh utama pinjaman off-the-book China.

Laos adalah salah satu negara termiskin di kawasan ini dan bahkan tidak mampu membayar sedikit pun dari biayanya.

Namun, Laos harus mengambil pinjaman $480 juta dengan bank China untuk mendanai sebagian kecil ekuitasnya.

Salah satu dari sedikit sumber keuntungan Laos, hasil tambang kaliumnya, digunakan untuk mendukung pinjaman besar-besaran.

Sebagian besar jalur tersebut dimiliki oleh kelompok perkeretaapian yang didominasi China.

Pada September 2020, di ambang kebangkrutan, Laos menjual aset utama ke China, menyerahkan sebagian jaringan energinya seharga $600 juta atau sekitar Rp 8,5 triliun untuk mencari keringanan utang dari kreditur China.

Dan ini semua bahkan sebelum kereta api mulai beroperasi. Dulu, negara-negara Barat bersalah karena menyeret negara-negara Afrika ke dalam jeratan utang.

China meminjamkan secara berbeda: alih-alih mendanai proyek dengan memberikan atau meminjamkan uang dari satu negara bagian ke negara bagian lain, hampir semua uang yang dibagikannya berbentuk pinjaman perbankan negara.

Pinjaman tersebut tidak muncul di rekening resmi utang pemerintah. Itu karena lembaga pemerintah pusat tidak disebutkan dalam banyak kesepakatan yang dibuat oleh bank-bank pemerintah China.

Hal itu menjaga kesepakatan dari neraca pemerintah dan disembunyikan oleh klausul kerahasiaan, sehingga mencegah pemerintah mengetahui secara pasti apa yang telah disepakati secara tertutup. AidData menghitung utang yang tidak dilaporkan sebesar $385 miliar.

Para peneliti AidData menemukan bahwa proyek Belt and Road menghadapi masalahnya sendiri.

Proyek-proyek Belt dan Road Initiative China (BRI) lebih cenderung dikaitkan dengan korupsi, skandal perburuhan, atau masalah lingkungan daripada kesepakatan pembangunan China lainnya.

Untuk menjaga agar BRI tetap pada jalurnya, kata para peneliti, Beijing tidak punya pilihan selain mengatasi kekhawatiran peminjam.

Bagaimana Utang Indonesia Terhadap China?

Ada kekhawatiran yang sama tumbuh di Indonesia atas komitmen Presiden Joko Widodo untuk belanja infrastruktur yang besar. Proyeksi anggaran 2020 mengalokasikan US$29,78 miliar untuk proyek infrastruktur.

Agar tak terperangkap dalam jebakan utang China, Muhammad Zulfikar Rakhmat, dosen di Universitas Islam Indonesia, dalam artikel berjudul Indonesia: 'Avoiding Chinas Debt Snare yang tayang' di Asia Sentinel (16 November 2019) mengatakan bahwa ada pelajaran dari Malaysia yang perlu dipelajari Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Indonesia sepertinya tak henti-hentinya berambisi untuk terus berkiprah di BRI.

Mengingat kembali pada krisis keuangan tahun 1998, banyak perusahaan mengalami gagal bayar dan perekonomian negara mengalami kekacauan dengan pertumbuhan ekonomi yang menurun drastis sebesar -13,1 persen.

Kondisi itu, dipadu dengan memori tahun 1998, seharusnya membuat pemerintah sangat berhati-hati dalam mengikatkan diri dengan utang BRI, betapapun Indonesia membutuhkan infrastruktur.

Ada juga kekhawatiran bahwa proyek-proyek BRI, alih-alih menguntungkan Indonesia, justru merugikan negara.

Salah satu contohnya adalah proyek kereta api ringan di Palembang, 550 km timur laut Jakarta, yang masih berkutat dengan kesulitan kereta ringannya sendiri.

Kritikus menuduh proyek tersebut memiliki potensi kecil selain menimbun utang.

Proyek tersebut harus mengalami kerugian dengan beban operasi sebesar Rp 8,9 miliar (US$618.545) per bulan.

Mengingat proyek infrastruktur belum mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan ketimpangan terutama di Timur serta berbagai sengketa lainnya, keputusan pemerintah untuk menandatangani banyak proyek semacam itu patut dipertanyakan.

Ironisnya, pelaksanaan pembangunan infrastruktur di Indonesia masih diliputi praktik korupsi yang terang-terangan.

Alih-alih ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat, proyek infrastruktur seringkali menjadi ladang perhatian pihak-pihak yang berkepentingan.

Secara keseluruhan, ada kemungkinan Indonesia akan menghadapi jebakan utang China jika tidak hati-hati, yang akan berdampak negatif pada perekonomian Indonesia.

Pemerintah harus bisa memastikan keikutsertaan di BRI tidak merugikan.

Seperti yang telah dilakukan Malaysia, Jakarta mungkin perlu menegosiasikan kembali syarat dan ketentuan proyek-proyek tersebut.

Indonesia harus menyadari, China membutuhkan mereka lebih dari mereka membutuhkan China karena rute maritim yang direncanakan Beijing tidak dapat terwujud tanpa Indonesia.

Kasus Malaysia menunjukkan bahwa negosiasi adalah mungkin.

Jika tidak, maka tidak heran jika apa yang terjadi di Sri Lanka bisa juga terjadi di Indonesia.

Reporter: Angga Kurnia Putra

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU