Tragedi di Malang Harusnya Sudah Diantisipasi

author Seno

- Pewarta

Minggu, 02 Okt 2022 14:53 WIB

Tragedi di Malang Harusnya Sudah Diantisipasi

i

Screenshot_20221002-074808_Docs

[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]

Optika.id - Pada tanggal 24 Mei 1964 di kota Lima, Peru sekitar lebih dari 50.000 suporter berdesakan memenuhi stadion melihat pertandingan antara Peru melawan Argentina.

Baca Juga: Kecurangan Pemilu Tidak Hanya di TPS

Kesebelasan Argentina memimpin 1-0 saat pertandingan menyisakan 6 menit lagi. Peru menyimbangkan kedudukan namun wasit menganulir golnya Peru, dan hal ini menyebabkan suporter Peru merengek ketengah lapangan untuk melakukan protes.

Pihak kepolisian mencegah kerusuhan dengan cara memukuli supporter dan menembakkan gas air mata, akibatnya ribuan orang berdesekan untuk keluar dari stadion yang hampir semua pintu gerbangnya terkunci, akibatnya bisa diduga ratusan orang meninggal dunia karena kehabisan nafas dan terinjak-injak termasuk bayi berusia 8 bulan yang jatuh dari pelukan orang tuanya.

Kejadian serupa yang terjadi di Peru itu berulang lagi ke Stadion Kanjuruhan Malang pada hari Sabtu tanggal 1 Oktober 2022 ketika Arema FC melawan Persebaya. Arema kalah 3-2 dalam pertandingan itu dan menyebabkan banyak suporter Arema merangsek ke tengah lapangan melampiaskan kemarahan atas kekalahan timnya itu dan seperti kejadian di Lima Peru itu aparat kepolisian menembakkan gas air mata yang menyebabkan stampede atau kerumunan yang berdesak-desakan, akibatnya menurut Kapolda Jatim 127 orang meninggal dunia termasuk dua diantaranya aparat polisi, 180 orang mengalami luka-luka.

Kondisi stadion rusak baik di dalam maupun diluar stadion termasuk kendaraan-kendaraan yang ada di luar stadion rusak dan terbakar.

Sebetulnya para pengelola sepakbola dalam hal ini PSSI, pemerintah daerah dan aparat kepolisian harus memahami budaya Arek masyarakat Surabaya dan Malang yang egaliter, terus terang tanpa tedeng aling-aling dan kadang keras. Arema dan Persebaya ini merupakan musuh bebuyutan sejak lama dan sering terjadi kerusuhan, tawuran kalau kedua kesebelasannya bertarung.

Semua pihak itu tentu harus mengetahui kalau tawuran yang terjadi diantara dua pendukung itu seringkali brutal dan merusak apapun yang ditemui. Saking bermusuhannya beberapa tahun lalu kita bisa menyaksikan poster atau coretan-coretan didinding disekitar jalan di kota Surabaya, Malang dan sekitarnya berisi hujatan keras misalkan Persebaya Jancok atau Arema Jancok.

Baca Juga: Polusi Udara DKI Sebagai Pembenar Perlunya IKN

Semua pengelola dunia persepakbolaan, pemerintah daerah dan aparat keamanan di negeri ini nampaknya harus memahami sosiologi masyarakat dimana mereka berada. Misalnya di budaya Arek, kalau aparat melakukan tindakan kekerasan kepada mereka maka akan terjadi perlawanan yang keras pula.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di berbagai daerah di nusantara ini juga ada berbagai macam karakter yang harus diketahui oleh aparat pemerintahan, misalkan persaingan yang cenderung permusuhan antara pendukung Persib Bandung dan Persija Jakarta itu hampir mirip dengan kondisi batin permusuhan antara Arema dan Persebaya. Karena itu harus ada strategi pendekatan yang baik.

Pihak aparat keamanan selain harus memahami sosiologi masyarakat yang dihadapi harus juga melakukan antisipasi apabila sesuatu terjadi secara mendadak dengan mengecek kondisi lapangan stadion, kondisi pintu gerbang, kondisi jalan evakuasi di stadion apakah memungkinkan dilewati ribuan orang yang lari berdesakan, juga mempertimbangkan dengan seksama kebijakan melakukan tembakan gas air mata pada ribuan orang yang memiliki budaya keras dsb. Kalau semua itu tidak dipahami maka kejadian di stadion Kanjuruhan Malang itu bisa diduga akan terjadi.

Menurut saya hukuman PSSI terhadap Arema FC akibat kejadian ini untuk tidak melakukan kegiatan selama satu tahun itu tidak bijaksana apabila PSSI sendiri tidak memahami aspek sosiologi masyarakat dan keamanan suatu pertandingan. Kalau sudah memahami kondisi permusuhan antara Arema FC dan Persebaya maka selayaknya pertandingan itu tidak diselenggarakan di Malang maupun Persebaya. Demikian pula untuk kasus Persib melawan Persija.

Baca Juga: Melepaskan Diri Pola Pikir Kolonial

Nyawa 127 orang anak bangsa itu sangat berharga nilainya karena mereka itu sejatinya potensi yang dimiliki bangsa ini dan disayangkan mereka meninggal sia-sia. semoga Allah SWT menerima amal baik semua korban yang wafat dan memberikan kesembuhan bagi 180 orang yang luka-luka.

Semoga kita juga pandai belajar dari kejadian ini.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU