The Breadwinner dan Pandangan Patriarki yang Begitu Merepotkan

author optikaid

- Pewarta

Minggu, 07 Nov 2021 03:41 WIB

The Breadwinner dan Pandangan Patriarki yang Begitu Merepotkan

i

The Breadwinner dan Pandangan Patriarki yang Begitu Merepotkan

Optika.id - The Breadwinner bukanlah animasi yang mengajak kita bermimpi menjadi seorang putri yang menemukan pangeran dan hidup bahagia selamanya. The Breadwinner membenturkan kita pada kenyataan, kalau ada sudut di muka bumi yang tak ingin dilupakan dan ditinggalkan sendirian. Animasi ini mengajak kita melihat ketidakadilan dan perjuangan mempertahankan hidup dari sudut pandang gadis Afghanistan berusia 11 tahun.

Parvana adalah seorang gadis kecil yang sehari-harinya membantu ayahnya yang kehilangan sebelah kakinya berjualan di pasar. Berlatar di Afghanistan saat pendudukan Taliban, kehidupan keluarga Parvana cukup sulit karena hanya ayahnya saja yang diperbolehkan bekerja.

Baca Juga: Film Indonesia Masih Didominasi Oleh Genre Horor, Publik Sudah Mulai Jumud?

Ketika ayahnya ditangkap oleh Taliban, praktis keluarga Parvana kesulitan mencari uang karena dalam hukum Taliban hanya laki-laki saja yang dibolehkan bekerja dan perempuan tidak boleh keluar rumah tanpa didampingi keluarga laki-lakinya.

Parvana awalnya berusaha sembunyi-sembunyi untuk pergi ke pasar membeli kebutuhan sehari-hari. Namun, karena ia perempuan, Parvana tidak dilayani oleh para pemilik lapak dan toko, malah diusir. Sialnya, Parvana dikejar-kejar oleh kelompok Taliban yang juga menangkap ayahnya.

Di tengah-tengah kebingungan inilah Parvana memutuskan untuk menyamar menjadi anak laki-laki. Ia memotong rambut panjangnya dan mengenakan pakaian laki-laki agar bisa mencari pekerjaan untuk menghidupi ibunya, kakak perempuannya, dan adik bayi laki-lakinya. Selain bekerja, Parvana juga tak henti-hentinya mencari ayahnya yang ditangkap dan dipenjara oleh Taliban.

Walaupun hidup dengan penuh kesulitan, Parvana tak berputus asa. Selama di film, kita akan melihat Parvana mendongeng untuk adik laki-lakinya maupun saat mengalami kesulitan seperti di depan gerbang penjara. Parvana mempercayai kekuatan dongeng untuk menguatkan dirinya.

The Breadwinner menyajikan kepada penontonnya bagaimana hidup di bawah kuasa kaum patriarkis dan konservatif berjalan. Dengan lanskap Kota Kabul yang dikuasai Taliban, kehidupan bagi seorang perempuan amatlah sulit. Perempuan harus didampingi muhrimnya ke manapun mereka pergi dan tidak diperkenankan tampil di ruang publik. Urusan sebagai breadwinner atau pencari nafkah, jatuh ke pundak laki-laki. Perempuan tentunya cukuplah hanya menjadi caregiver saja atau perawat di rumah.

Baca Juga: Jenis 3 Kelompok Tukang Kritik Film, Kamu Masuk yang Mana?

Masalah yang timbul dari konsep ini kemudian adalah, dalam budaya patriarki, terdapat hierarki yang meletakkan posisi breadwinner lebih tinggi daripada caregiver. Kita bisa melihat bagaimana peran breadwinner dilekatkan dengan laki-laki dan caregiver pada perempuan di film ini. Sudah barang tentu ada ekspektasi yang muncul dari penempelan kedua konsep itu kepada laki-laki dan perempuan yang ujung-ujungnya akan merugikan baik perempuan maupun laki-laki.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Parvana, tokoh utama di film ini kehilangan ayahnya yang dituduh menyebarkan ajaran dari buku terlarang oleh mantan muridnya sendiri. Sampai pada saat itu, satu-satunya yang bisa menjadi breadwinner dalam keluarga Parvana hanyalah ayahnya. Di film ini patriarki dilembagakan dalam hukum syariahnya Taliban, yang berarti kesempatan Parvana maupun perempuan-perempuan lainnya menjadi breadwinner otomatis menghilang.

Boleh saja jika kita menaruh kecurigaan pada film The Breadwinner sebagai produk kebudayaan yang orientalis karena dibuat oleh sineas barat dan mengenakan sudut pandang barat dalam melihat timur. Walaupun begitu, The Breadwinner adalah film yang patut kita tonton dan rayakan. The Breadwinner memberikan kita cukup alasan untuk membenci patriarki (bukan laki-laki) dan mengapresiasi perjuangan para pencari nafkah.

Baca Juga: Kritik Film Tak Sekadar Jadi Penghakiman Baik dan Buruk

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU