RUU IKN : Skandal Maladministrasi Publik monumental?

author Seno

- Pewarta

Rabu, 08 Des 2021 18:56 WIB

RUU IKN : Skandal Maladministrasi Publik monumental?

i

images (29)

[caption id="attachment_8822" align="aligncenter" width="150"] Oleh Prof. Ir. Daniel Mohammad Rosyid, M.Phil., Ph.D., MRINA[/caption]

Optika.id - Dimulai sejak kemarin hingga medio Januari 2022 DPR, melalui Panitia Khusus yang diawaki oleh koalisi rezim saat ini, sedang diam-diam ngebut untuk menyelesaikan RUU Ibu Kota Negara. RUU ini menyiapkan dasar legal atas rencana relokasi Ibu Kota Negara sebagai pusat pemerintahan dari Jakarta ke perbatasan Kab. Kutai Kartanegara dan Kab. Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur.

Pemerintah telah mengalokasikan lahan seluas 180 ribu Ha di lokasi tersebut. Pemerintah telah mengemukakan beberapa alasan mengapa IKN perlu dipindah. Salah satunya adalah karena Jakarta sudah tidak layak karena mengalami beban lebih, termasuk penurunan tanah serius. Sejauh yang saya ketahui, belum pernah dilakukan wacana dan debat publik secara memadai mengapa IKN harus dipindah. Sudah cukup kajian dari berbagai pakar yang memberi alasan bahwa rencana IKN baru ini tidak layak secara teknomik. Mungkin secara politik sangat layak karena banyak kepentingan politik bersembunyi dalam proyek pemindahan IKN ini.

Sebenarnya banyak cara yang lebih efektif dengan dampak negatif minimal untuk mengurangi beban Jakarta selain memindahkan IKN. Biaya relokasi IKN ini diperkirakan sekitar Rp. 500 Triliun dari sumber APBN, BUMN dan swasta, termasuk swasta asing dan hutang. Waktunya tidak tepat saat ruang fiskal sempit, hutang menumpuk, dan kontraksi ekonomi besar akibat resesi serta kebijakan PSBB melawan pandemi Covid-19. Peranan asing, terutama China, dan hutang yg ditawarkannya perlu diwaspadai. Tidak ada makan siang gratis.

Hemat saya, pertama perlu kebijakan afirmatif Melihat ke Timur yang lebih utuh. Hal ini dapat diwujudkan dengan pengembangan beberapa kota di Kawasan Tengah dan Timur Indonesia, lalu relokasi industri di Jawa, terutama di Jabodetabek ke kawasan-kawasan baru tersebut. Paksa agar industri ini memenuhi kriteria keberlanjutan yang ketat, mendekati sumber bahan-baku sekaligus pasar-pasar baru.

Inefisiensi logistik nasional dapat dikurangi dengan pemerataan kapasitas proses nilai tambah di kawasan2 baru tersebut. Pemerataan kapasitas produksi ini memerlukan kebijakan energi yang tidak didikte oleh kebijakan industri otomotif sebagai penyebab utama ketimpangan konsumsi energi nasional. Saat ini tingkat konsumsi energi perkapita di Jawa telah mencapai sekitar 3 kilo-liter setara minyak pertahun sementara di KTI hanya sepersepuluh sampai seperduapuluhnya saja.

Kedua, bangun infrastruktur angkutan multi-moda termasuk sungai, pembangkit listrik, gas, air bersih, kawasan industri, perumahan, fasilitas publik di kota-kota di KTI tersebut. Berikan insentif yang diperlukan agar industri dan bisnis serta SDM muda trampil mau pindah ke kawasan-kawasan baru tersebut. Ini akan mengurangi kesenjangan spasial antara Jawa dan Luar Jawa sekaligus memeratakan pembangunan dengan memeratakan kapasitas produksi dan pasar ke KTI.

Jakarta punya akar sejarah yang panjang dengan nilai-nilai sentimental dan historis yang tak tergantikan. Jakarta adalah ibu yang melahirkan proklamasi dan sebelum kemerdekaan adalah episentrum peradaban Nusantara. Keputusan para pendiri bangsa untuk menetapkan Jakarta sebagai IKN didasarkan pada banyak alasan yang kuat. Beban lebih yang merundung Jakarta saat ini disebabkan karena pembangunan yang terobsesi pertumbuhan tinggi sejak Orde Baru hingga . Mencermati kesenjangan spasial yang serius, ketimpangan pendapatan yang berbahaya, dan kerusakan lingkungan yang parah selama 20 tahun terakhir ini, serta ancaman separatisme, tiba saatnya untuk mengutamakan pemerataan, bukan pertumbuhan.

Ketiga, keberhasilan mengurangi beban di Jakarta akan tergantung pada sektor maritim nasional yang hingga saat ini masih undermanaged, jika bukan mismanaged. Tidak mungkin memeratakan pembangunan negeri kepulauan ini tanpa membangun sektor maritimnya. Persatuan Indonesia dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa kemaritiman adalah omong kosong.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keempat, pemerataan pembangunan dapat didorong dengan menyatukan tiga zona waktu saat ini menjadi satu zona waktu (sebut Waktu Persatuan Indonesia) dengan mengacu ke Waktu Indonesia Tengah. Jendela transaksi dengan Jakarta yang selama ini hanya 4 jam/hari bagi Maluku, Papua dan NTT akan naik langsung menjadi 8 jam/hari sehingga waktu produktif rakyat di Kawasan Timur Indonesia naik 100 persen.

Semua investasi publik berskala raksasa hanya value for money jika birokrasinya bersih dari korupsi, dan kontraktornya kompeten serta masyarakat di sekitarnya diberi peran yang cukup bermakna. Jika tidak, investasi besar Rp. 500 triliun itu hanya akan value for monkeys yang masih banyak hidup di hutan-hutan beton Jakarta. Di samping kondisi geologi yang tidak menguntungkan, ancaman banjir, keterbatasan sumber air, lokasi IKN yg kini dipilih, lebih banyak mudharatnya daripada maslahatnya, kecuali bagi tuan-tuan tanah.

Kita berharap proses pembahasan RUU IKN tidak mengikuti model pembahasan amburadul, grusa-grusu RUU Omnibus Law Cipta Kerja yg baru saja dibatalkan sementara untuk diperbaiki oleh Mahkamah Konstitusi. UU ini terbukti tidak memenuhi syarat formil dan materiil bagi sebuah regulasi yang baik. UU Omnibus Law sudah terbukti sebagai maladministrasi publik di mana undang-undang diciptakan hanya untuk kepentingan elite pemilik modal, bukan untuk kepentingan publik. Saya mengkhawatirkan potensi besar UU IKN akan menjadi skandal maladminitrasi publik paling monumental dari rezim yang berkuasa saat ini.

Rosyid College of Arts and Maritime Studies, Surabaya, (8/12/2021).

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU