RJ Lino Mengaku Dirinya Sempat Diminta Mundur Jokowi

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 20 Nov 2021 01:09 WIB

RJ Lino Mengaku Dirinya Sempat Diminta Mundur Jokowi

i

download (2)

Optika.id - Richard Joost Lino menceritakan dirinya sempat diminta mundur oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).

Jokowi meminta RJ Lino menanggalkan jabatannya sebagai Direktur Utama PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, usai ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Hal itu diungkapkan dalam nota pembelaan alias pleidoi, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (18/11/2021).

Mulanya, RJ Lino bercerita dipanggil oleh Menteri BUMN saat itu, Rini Soemarno, pada 22 Desember 2015.

Atas perintah Jokowi, RJ Lino diminta mengundurkan diri sebagai Dirut PT Pelindo II.

"Saya dipanggil oleh Bu Rini Menteri BUMN ke kantor beliau. Kepada saya disampaikan bahwa Pak Jokowi, Presiden RI, meminta saya untuk mengundurkan diri setelah ditetapkan sebagai tersangka KPK," ungkap RJ Lino.

Namun, permintaan itu ditolak. RJ Lino merasa tidak bersalah seperti yang didakwakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) KPK.

Sehingga, ia merasa lebih terhormat jika dipecat. Mendengar hal itu, Rini pun menelepon Jokowi untuk menyampaikan permintaan RJ Lino.

Namun, Jokowi tetap meminta agar RJ Lino tidak dipecat. "Beliau lalu menelepon Jokowi di depan saya, dan Pak Jokowi menyampaikan Pak Lino tidak boleh dipecat. Mintakan rekomendasi dari komisaris untuk pembebasan tugas-tugas Pak Lino. Untuk saya harga diri dan kehormatan adalah segala-galanya dalam hidup," ucapnya.

RJ Lino pun akhirnya diberhentikan dari jabatannya sebagai Dirut PT Pelindo pada 23 Desember 2015.

Dalam pleidoinya, RJ Lino juga tak menyesali perbuatannya.

Bahkan, jika waktu terulang, Lino menyampaikan akan tetap melakukan proyek Quay Container Crane (QCC) itu.

"Aku akan melakukan hal yang sama dalam hidupku, walau aku tahu akan jadi tersangka KPK selama 5 tahun," tegasnya.

Dia mengatakan, tidak ada fakta persidangan yang menyatakan dia bersalah atas penunjukan langsung Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) Cina terkait proyek QCC.

Dalam perkaranya, RJ Lino dituntut 6 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan.

Dia dinilai terbukti melakukan korupsi dalam pengadaan dan pemeliharaan tiga unit QCC tahun 2010 di pelabuhan Panjang (Lampung), Pontianak (Kalimantan Barat), dan Palembang (Sumatera Selatan).

RJ Lino dinilai terbukti menyalahgunakan kewenangan dan kesempatan dalam jabatannya, dengan melakukan intervensi dalam pengadaan dan pemeliharaan tiga QCC, sehingga merugikan keuangan negara seluruhnya senilai 1.997.740,23 dolar AS.

Perbuatan RJ Lino itu dilakukan bersama-sama dengan Ferialdy Norlan yang menjabat sebagai Direktur Operasi dan Teknik PT Pelindo II.

Dan, Weng Yaogen selaku Chairman Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM) Cina, sehingga memperkaya HDHM Cina sebesar sebesar 1.997.740,23 dolar AS.

Menurut JPU KPK, RJ Lino dengan sengaja dalam pengadaan tiga unit QCC twinlift, sejak awal mengarahkan untuk diberikan kepada Wuxi Hua Dong Heavy Machinery Science and Technology Group Co. Ltd. (HDHM), hal ini tidak sesuai dengan Peraturan Menteri BUMN.

Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menahan mantan Direktur Utama PT Pelindo II (Persero) Richard Joost Lino atau RJ Lino, Jumat (26/3/2021).

Dia merupakan tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di Pelindo II Tahun 2010 sejak Desember 2015.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata kembali membeberkan konstruksi perkara yang menjerat RJ Lino.

Pada 2009, PT Pelindo II melakukan pelelangan pengadaan 3 unit QCC dengan spesifikasi single lift untuk cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak, yang dinyatakan gagal.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sehingga, dilakukan penunjukan langsung kepada PT Barata Indonesia (BI).

"Namun penunjukan langsung tersebut juga batal, karena tidak adanya kesepakatan harga. Dan spesifikasi barang tetap mengacu kepada standar Eropa," jelas Alex di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (26/3/2021).

Kemudian, lanjut Alex, pada 18 Januari 2010, RJ Lino selaku Direktur Utama PT Pelindo II diduga melalui disposisi surat, memerintahkan Ferialdy Noerlan, Direktur Operasi dan Teknik, memilih langsung dengan mengundang tiga perusahaan.

Yakni, Shanghai Zhenhua Heavy Industries Co Ltd (ZPMC) dari Cina, Wuxi, HuaDong Heavy Machinery Co Ltd (HDHM) dari Cina, dan Doosan dari Korea Selatan.

Selanjutnya, masih kata Alex, pada Februari 2010, RJ Lino diduga kembali memerintahkan untuk dilakukan perubahan Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tentang Ketentuan Pokok dan Tata Cara Pengadaan Barang/Jasa di Lingkungan PT Pelindo II.

Caranya, dengan mencabut ketentuan Penggunaan Komponen Barang/Jasa Produksi Dalam Negeri.

"Perubahan dimaksudkan agar bisa mengundang langsung ke pabrikan di luar negeri. Adapun Surat Keputusan Direksi PT Pelindo II tersebut menggunakan tanggal mundur (back date), sehingga HDHM dinyatakan sebagai pemenang pekerjaan," terang Alex.

Alex mengatakan, penunjukan langsung HDHM diduga dilakukan oleh RJ Lino dengan menuliskan disposisi 'Go for Twinlift' pada kajian yang disusun oleh Direktur Operasi dan Teknik.

Padahal, sambung Alex, pelaporan hasil klarifikasi dan negosiasi dengan HDHM ditemukan produk HDHM dan produk ZPMC tidak lulus evaluasi teknis, karena barangnya merupakan standar Cina, dan belum pernah melakukan ekspor QCC ke luar Cina.

Maret 2010, ujar Alex, RJ Lino diduga memerintahkan Direktur Operasi dan Teknik melakukan evaluasi teknis atas QCC Twin Lift HDHM.

Dan, memberi disposisi kepada Saptono R Irianto (Direktur Komersial dan Pengembangan Usaha), juga untuk melakukan kajian operasional dengan kesimpulan QCC Twin Lift tidak ideal untuk Pelabuhan Palembang dan Pelabuhan Pontianak.

Untuk pembayaran uang muka dari PT Pelindo II pada pihak HDHM, ujar Alex lagi, RJ Lino diduga menandatangani dokumen pembayaran tanpa tanda tangan persetujuan dari Direktur Keuangan, dengan jumlah uang muka mencapai 24 juta dolar AS, yang dicairkan secara bertahap.

"Penandatanganan kontrak antara PT Pelindo II dengan HDHM dilakukan saat proses pelelangan masih berlangsung. Dan begitu pun setelah kontrak ditandatangani masih dilakukan negosiasi penurunan spesifikasi dan harga, agar tidak melebihi nilai Owner Estimate (OE)," beber Alex.

Untuk pengiriman tiga unit QCC ke Cabang Pelabuhan Panjang, Palembang, dan Pontianak, ungkap Alex, dilakukan tanpa commision test yang lengkap, di mana commission test tersebut menjadi syarat wajib sebelum dilakukannya serah terima barang.

Ia membeberkan, harga kontrak seluruhnya 15.554000 dolar AS, terdiri dari 5,344,000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Panjang.

Lalu, 4.920.000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Palembang, dan 5.290.000 dolar AS untuk pesawat angkut berlokasi di Pelabuhan Pontianak.

"KPK telah memperoleh data dari ahli ITB bahwa Harga Pokok Produksi (HPP) tersebut hanya sebesar USD2.996.123 untuk QCC Palembang. USD 3.356.742 untuk QCC Panjang, dan USD 3.314.520 untuk QCC Pontianak," ungkap Alex.

Akibat perbuatan RJ Lino, lanjut Alex, KPK juga telah memperoleh data dugaan kerugian keuangan dalam pemeliharaan tiga unit QCC tersebut sebesar 22.828.94 dolar AS.

"Sedangkan untuk pembangunan dan pengiriman barang tiga unit QCC tersebut, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) tidak menghitung nilai kerugian Negara yang pasti. Karena bukti pengeluaran riil HDHM atas pembangunan dan pengiriman 3 unit QCC tidak diperoleh," pungkasnya.

(Pahlevi)

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU