Refly Harun Kritik Keras Uji Materiil Presidential Threshold yang Diajukan PKS

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 09 Jul 2022 16:07 WIB

Refly Harun Kritik Keras Uji Materiil Presidential Threshold yang Diajukan PKS

i

images - 2022-07-09T090003.973

Optika.id - Uji materiil norma ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) yang diajukan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ke Mahkamah Konstitusi (MK) mendapat kritik keras dari Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun.

Refly Harun menyampaikan kritiknya terkait gugatan PKS terhadap Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kanal Youtubenya pada Jumat (8/7/2022).

Baca Juga: Muhammad Iqbal Protes Pramuka Dihapus, Tak Sesuai Visi Misi Indonesia 2045

Dalam kesempatan tersebut, Refly menyayangkan niatan PKS menggugat norma presidential threshold karena hanya ingin mengubah besaran minimal ambang batas.

Besaran ambang batas minimal yang diatur dalam Pasal 222 UU 7/2017 ditetapkan sebesar 20 persen perolehan kursi DPR RI atau 25 persen suara nasional parpol atau gabungan parpol pada hasil Pemilu sebelumnya.

Disampaikan Presiden PKS usai mendaftaran permohonan uji materiil Pasal 222 UU 7/2017 di Gedung MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Rabu kemarin (6/7), PKS menghendaki besaran presidential threshold hanya 7 hingga 9 persen.

"Kalau begini saya kritik juga PKS. PKS hanya memikirkan dirinya sendiri saja," kata Refly.

Menurutnya, keinginan PKS mengubah presidential threshold menjadi 7 hingga 9 persen sama dengan bertentangan dengan konstitusi.

"Kalau mau menggugat ya nol lah, jangan lagi pakai ambang batas 7-9 persen, karena itu tidak sesuai dengan logika konstitusi. Bagaimana mungkin tiket yang 7-9 persen perolehan 5 tahun lalu dipakai untuk yang sekarang lagi," tandas Refly.

Sulit Diterima 

Sementara itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhanil menerangkan bahwa posisi PKS yang mengajukan judicial review terkait presidential threshold sulit diterima oleh Mahkamah Konstitusi. Hal itu dikarenakan posisi PKS yang ikut membahas Undang-Undang 7 Tahun 2017.

"Peluangnya akan susah, karena PKS ikut membahas mengenai Undang-Undang 7 Tahun 2017," kata Fadli, Jumat (8/7/2022).

UU Nomor 7 Tahun 2017 merupakan penyelenggaraan pemilihan umum serentak pertama yang menggabungkan pemilihan Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.

"Terkait UU 7 tahun 2017, PKS memiliki posisi sebagai pembentuk undang-undang," jelasnya.

Fadli menjelaskan walaupun saat pembentukan aturan undang-undang memiliki posisi kontra dengan putusan yang dihasilkan, namun posisinya tetap sebagai legislator.

"Terlepas mereka punya sikap politik berbeda waktu itu atau tidak. Namun, itu sudah menjadi keputusan politik dan mereka bagian dari itu," terangnya.

Meski posisi PKS sulit untuk memenangkan uji materi presidential threshold, akan tetapi Fadli menghargai keputusan yang mereka buat dengan mencoba secara hukum konstitusi.

Baca Juga: PKS Usai KPU Memutuskan Hasil, Pertandingan Belum Selesai!

"Walaupun secara prinsip, kita juga mendorong ambang batas ditiadakan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

PKS Ajukan Uji Materiil

Sebelumnya, Presiden PKS Ahmad Syaikhu bersama Sekjen DPP PKS Habib Aboe Bakar Alhabsy dan Ketua Majelis Syura PKS Salim Segaf Al Jufri resmi mendaftarkan permohonan uji materi Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 ke Mahkamah Konstitusi (MK), pada Rabu (6/7/2022).

Adapun, pasal tersebut berisikan aturan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold dengan jumlah 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara nasional.

Terkait presidential threshold, dalam permohonan ini ada dua pemohon yaitu permohonan pertama DPP PKS dan pemohon kedua Salim Segaf Al Jufri, kata Syaikhu dalam konferensi pers di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (6/7/2022).

Syaikhu kemudian memaparkan alasan PKS dan Salim Assegaf Al Jufri mengajukan uji materi atau judicial review. Pertama, Syaikhu menyebutkan kedatangannya ke MK dilakukan sebagai penyambung lidah bagi rakyat yang menginginkan adanya perubahan aturan presidential threshold.

"Keputusan tersebut diambil setelah kami bertemu dan mendengarkan aspirasi masyarakat untuk menolak aturan presidential threshold 20 persen, lanjutnya.

Kedua, PKS disebut ingin memperkuat sistem demokrasi sehingga dapat terbuka peluang lahirnya calon presiden dan calon wakil presiden yang lain. Ketiga, PKS ingin mengurangi polarisasi di tengah-tengah masyarakat akibat hanya ada dua kandidat capres dan cawapres. Syaikhu menilai polarisasi terjadi di pemilu sebelumnya dan dampaknya terasa hingga saat ini.

Baca Juga: MK Kabulkan Perpanjangan Masa Jabatan untuk Pilkada 2020

Lebih lanjut, tim kuasa hukum PKS sebelumnya telah mengkaji 30 putusan terkait permohonan uji materi presidential treshold di UU Pemilu. Hasilnya, angka rasional dan proporsional berdasarkan hasil kajian tersebut adalah pada interval 7-9 persen kursi DPR.

Syaikhu menambahkan, aturan presidential treshold 20 persen yang berlaku saat ini dinilai merugikan. Pasalnya, partai politik yang tidak bisa memenuhinya kesulitan mencalonkan capres dan cawapres yang dinilai mumpuni.

"Begitu juga kandidat capres sendiri juga dirugikan betapa berat dan sulitnya untuk bisa mencalonkan sebagai capres dan cawapres, katanya.

Dia berharap MK dapat mempertimbangkan permohonan judicial review tersebut sehingga pada Pilpres 2024 masyarakat Indonesia dihadapkan dengan capres dan cawapres yang lebih banyak guna mendapatkan kepala negara yang terbaik.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU