Puluhan BUMN Ditutup, Ada Apa Gerangan?

author angga kurnia putra

- Pewarta

Rabu, 01 Des 2021 14:33 WIB

Puluhan BUMN Ditutup, Ada Apa Gerangan?

i

Puluhan BUMN Ditutup, Ada Apa Gerangan?

Optika.id - Akhir-akhir ini ramai pemberitaan, terkait puluhan perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) ditutup oleh Menteri BUMN Erick thohir. "Kami sudah menutup 70 BUMN. Kalau sudah ada BUMN tidak beroperasi dari 2008 harus ditutup, karena itu realitas tidak terjadi pemborosan kalau BUMN bisa berkompetisi," ujarnya, Sabtu (27/11/2021) dalam orasi ilmiah bertajuk 'Globalization and Digitalization: Strategi BUMN Pasca Pandemi, di Universitas Brawijaya Malang'.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk efisiensi kinerja, dan bagian dari strategi perang pasar global Indonesia. "Saya juga ekstrem ke depan, saya sudah bikin statement nanti tinggal dukungan politik dari DPR, BUMN yang Rp 50 miliar-an dijual aja, kita BUMN yang gede-gede aja. Yang menjadi kapal kapal induk untuk perang melawan perusahaan perusahaan asing, bahkan saya mau juga BUMN itu go global, kita harus lakukan itu, karena kita tidak mungkin defensive saja, kita dengan market kita,kita harus menggerogoti marker negara lain toh kita punya kekuatan, jangan kebalik. Marketnya kecil datang ke sini menggerogoti market kita," lanjutnya.

Baca Juga: BUMN PT Virama Karya (Persero), Buka Lowongan Posisi Staf Legal Corporate

Keinginan Presiden Sejak 7 Tahun lalu

Banyaknya BUMN yang ditutup oleh Menteri BUMN ini tak lepas dari dukungan Presiden Joko Widodo. Pada Jumat (14/11/2021) lalu Presiden memberi arahan kepada para direktur BUMN di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur. "Pak menteri sampaikan kepada saya, ini ada perusahaan seperti ini, kondisinya seperti ini, kalau saya, tutup saja! Tidak ada selamet-selametin," tegasnya.

Hal itu juga karena dianggap negara terlalu banyak memiliki BUMN. "Sebetulnya saya sudah perintahkan 7 tahun lalu, secepatnya menggabungkan, mengkonsolidasikan, mereka organisasi dari BUMN-BUMN kita, yang menurut saya saat itu masih terlalu banyak. Tadi sudah disampaikan oleh Bapak Menteri BUMN dari 108 turun menjadi 41. Ini sebuah pondasi yang baik kemudian diklasterkan," tukasnya.

Menurut Presiden, negara juga terlalu banyak memproteksi BUMN. Dengan memberikan penyertaan modal dari negara. "Yang lalu-lalu BUMN-BUMN yang banyak terlalu keseringan kita proteksi. Sakit tambahi PMN (Penyertaan Modal Negara), sakit suntik PMN, maaf terlalu enak sekali," lanjutnya.

Dia juga menganggap, BUMN-BUMN tersebut kurang profesional dan dinilai tidak memiliki keinginan untuk bersaing dan berkompetisi secara global. "Berkompetisi gak berani,bersaing gak berani, mengambil risiko gak berani ya bagaimana profesionalismenya kalau itu (perusahaan) tidak dijalankan dengan baik," ujarnya.

Tujuan perampingan BUMN menurutnya, dilakukan untuk mempersiapkan perusahaan perusahaan plat merah tersebut supaya go global. "Jadi tidak ada yang namanya proteksi, proteksi lagi, lupakan Pak Menteri yang namanya proteksi, kita harus menata perusahaan perusahaan ini supaya go global, ya mulai harus menata, adaptasi pada model bisnisnya dan teknologinya," tandasnya.

Role Model Bisnis yang Salah

Banyaknya perusahaan-perusahaan plat merah yang tidak sehat tersebut juga diungkapkan oleh Erick Thohir. Dia mencontohkan kasus Garuda, di dalam menjalankan Garuda para pemimpin perusahaan dianggap melakukan praktek bisnis yang salah.

"Garuda case-nya simpel, bisnis modelnya salah sejak lama. Bahwa kita punya domestik market yang cukup kuat tetapi kita tergoda untuk pergi keluar terus, karena enak kalau keluar dilayani. Akhirnya apa? Sama pembelian pesawat pun dikorupsi, kita biaya leasing garuda itu 28%, rata-rata leasing pesawat, Etihad, Qatar air, Singapore hanya 8%, jadi hal-hal ini yang memang kenapa sejak awal saya bilang oke kita lakukan transformasi, transformasi human capital penting, tetapi apa kalau kita tidak punya hati, kalau kita tidak bekerja dengan hati,tidak punya akhlak sulit nah itulah kenapa fundamental dari bangsa ini juga harus kita tingkatkan," jelasnya.

Selain itu, role model bisnis perusahaan yang sakit tersebut sangat tidak menguntungkan bagi negara. Malah cenderung merugikan negara, Erick menganggap perusahaan-perusahaan ini yang harus ditutup. Ditutup bukan berarti mengurangi karyawannya, tapi menggabungkan dengan perusahaan yang sejenis dan lebih sehat.

Bahkan menurutnya ada 7 perusahaan yang sudah tidak beroperasi akan ditutup. "Saya sangat mendukung, intinya kan banyak BUMN yang sudah tidak beroperasi dari tahun 2008 itu ada 7, memerlukan proses yang sangat lama, ya itu memang harus kita lakukan, kalau kita sebagai pemimpin nggak melakukan apa-apa kan jauh dzolim, padahal sudah tidak beroperasi dari 2008 harus ditutup. Merger kita lakukan juga ya itu perlu waktu setahun, ya itu juga terlalu lama. Apalagi dengan era digitalisasi sekarang banyak juga model bisnis yang berubah. Nah ini yang harus kita antisipasi," katanya, Sabtu (20/11/2021) di Gudang PT Perkebunan Nusantara 10, Desa Ajung, Jember.

Baca Juga: Lowongan Kerja BUMN PT Kawasan Industri Terpadu Batang

Perlunya Ada Revisi UU BUMN 

Pada 24 September 2021 lalu pengamat BUMN dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) Toto Pranoto angkat bicara mengenai banyaknya BUMN yang ditutup. Menurutnya BUMN yang tidak dibutuhkan lagi oleh masyarakat, dan kondisi struktural yang buruk harusnya dibubarkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Ya saya kira ini tidak bisa dipungkiri ya,memang kemudian rencana kementerian BUMN untuk menutup beberapa BUMN, itu memang karena kondisinya betul betul tidak lagi bisa operasional dan berjalan dengan baik. Dan sebagian yang akan di tutup itu kan memang sudah tutup operasional dalam beberapa tahun terakhir," katanya.

Menurutnya, revisi UU BUMN sangat penting untuk memperbaiki carut-marut dalam BUMN. "Ya ini revisi ini penting menurut saya ya, karena ada beberapa hal yang dalam konteks operasional itu sebetulnya cukup membingungkan ya,bagi para pelaku di dunia bisnis perusahaan perusahaan negara ini ya," ujarnya.

Menurutnya banyak tumpang-tindih dalan undang undang yang berlaku. "Misalnya dalam Undang-Undang yang sekarang berlaku. Undang-Undang BUMN disebut pasalnya, misalnya definisi tentang BUMN itu kan adalah perusahaan milik negara dimana kemudian capitalnya itu adalah dari aset negara yang sudah dipisahkan misalnya. Tapi kemudian ada undang undang keuangan negara yang menyatakan bahwa termasuk aset negara yang dipisahkan itu adalah masuk dalam keuangan negara, misalnya ya," tukasnya.

"Jadi dua hal ini dalam praktek di lapangan menimbulkan sedikit kesulitan. Karena pada saat kita bicara atas nama Undang-Undang BUMN kan berarti sebetulnya apa yang akan dilaksanakan oleh BUMN untuk pertanggung jawaban keuangan seharusnya mengikuti fungsi korporasi perusahaan biasa. Jadi kalau korporasi biasa tunduk kepada hukum korporasi bisanya BUMN itu sebagai suatu badan usaha kan pada saat melakukan corporate action dia bisa untung dan bisa rugi kan."

Tapi kalau dikaitkan dengan Undang-Undang keuangan negara, lanjutnya, pada saat BUMN itu mengalami kerugian. Ini dianggapnya merugikan keuangan negara. Sehingga dalam beberapa case yang timbul dalam beberapa waktu terakhir. Misalnya ada case di pertamina, atau dulu merpati kelihatan pada saat kemudian ada corporate action diambil oleh suatu manajemen BUMN tapi ujungnya mengakibatkan kerugian negara. Berarti direksi harus ikut bertanggung jawab terhadap kerugian itu, karena dianggap merugikan negara. 

Baca Juga: Cak Imin Bantah Isu Amin Akan Bubarkan BUMN, Sebut Erick Thohir Sebar Hoaks

"Nah hal hal seperti itu menunjukan indikasi yang tidak cukup bagus terhadap direksi lain. Mereka menjadi takut melakukan suatu corporate action dan merugikan perusahaan, mereka dianggap merugikan suatu negara sehingga mereka berurusan dengan pihak kejaksaan misalnya, atau pihak lainya secara hukum. Ini menurut saya mengganggu, sehingga revisi Undang-Undang BUMN nanti saya kira harmonisasi antar undang undang harus dibuat clear, dan harus jelas membuat BUMN ini seperti apa," pungkasnya.

Reporter: Angga Kurnia Putra

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU