Protes Junta Militer Myanmar, Aksi Mogok Senyap Dilakukan

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 11 Des 2021 17:34 WIB

Protes Junta Militer Myanmar, Aksi Mogok Senyap Dilakukan

i

images (41)

Optika.id - Para demonstran anti-kudeta di Myanmar melakukan aksi demonstrasi Jumat (10/12/2021) kemarin. Aksi 'mogok senyap' itu dilakukan dengan menutup bisnis dan mengosongkan jalan-jalan di berbagai kota untuk memprotes kekuasaan junta militer.

Diketahui, Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak kudeta militer pada Februari 2021 lalu. Menurut kelompok pemantau lokal, lebih dari 1.300 orang tewas oleh pasukan keamanan sejak kudeta tersebut.

Seperti dilansir dari AFP, Sabtu (11/12/2021), jalan-jalan di pusat kota Yangon, pusat komersial Myanmar sepi, tanpa pedagang kaki lima dan hanya sedikit lalu lintas.

Pagoda Shwedagon yang terkenal, sebuah situs Buddha yang biasanya ramai dengan pengunjung dan peziarah, juga sepi.

"Restoran, toko, dan pasar utama semuanya tutup," kata seorang warga di kota Mandalay kepada AFP tanpa menyebut nama.

"Tidak ada pedagang kaki lima sejak pagi ini, tidak ada pejalan pagi," tuturnya.

Gambar-gambar di media lokal juga menunjukkan jalan-jalan kosong di kota Mawlamyine, Myanmar tenggara dan di kota-kota di wilayah Sagaing, Myanmar utara.

Kedutaan Besar Amerika Serikat di Yangon mengimbau warganya untuk menjauh dari jalan-jalan pada hari Jumat, dengan alasan meningkatnya risiko kekerasan oleh pasukan keamanan terhadap pertemuan atau protes apa pun.

Demonstrasi massal yang mengguncang kota-kota besar dan kecil di Myanmar segera setelah kudeta disambut oleh tindakan keras militer yang brutal dan tidak pandang bulu.

Media lokal melaporkan, tentara Myanmar menabrakkan mobil ke para demonstran di Yangon beberapa hari lalu, menewaskan lima orang.

Namun, junta Myanmar mengatakan hanya tiga pengunjuk rasa yang terluka dalam insiden itu.

Pemerintah AS Kecam Militer Myanmar

Sementara itu, Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengecam militer Myanmar terkait laporan tentaranya mengumpulkan dan membunuh 11 orang di wilayah Sagaing. Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Ned Price, menyatakan AS 'marah' dengan tindak kekejian militer Myanmar tersebut.

Seperti dilansir Reuters, Jumat (10/12/2021), tentara Myanmar dituduh menembak mati dan membakar mayat belasan orang di sebuah desa di Sagaing, setelah sejumlah mayat yang hangus terbakar ditemukan di wilayah tersebut.

Sebuah video yang disebut menunjukkan mayat-mayat yang hangus terbakar itu bereda di media sosial dan foto-fotonya dipublikasikan sejumlah media lokal, termasuk Myanmar News yang terkemuka di negara tersebut.

"Kami marah dengan laporan yang kredibel dan memuakkan bahwa militer Burma (Myanmar-red) mengikat 11 warga desa, termasuk anak-anak, di Burma bagian barat lalu dan membakar mereka hidup-hidup," tegas Price dalam pernyataannya.

Price menegaskan kembali seruan AS agar militer Myanmar mengakhiri penggunaan kekerasan dan membebaskan orang-orang yang ditahan secara tidak adil sejak kudeta militer dilancarkan pada 1 Februari lalu.

Sebelumnya Reuters melaporkan sejumlah mayat yang hangus terbakar ditemukan di desa Do Taw, wilayah Sagaing. Keterangan sejumlah penduduk setempat dan laporan media lokal menuduh tentara-tentara Myanmar mengumpulkan 11 warga desa tersebut lalu menembaki mereka dan membakar jasad mereka.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keterangan sejumlah penduduk desa setempat juga menyebut beberapa korban masih hidup saat dibakar. Bahkan juru bicara pemerintah sipil bayangan Myanmar, Dr Sasa, menyebut para korban 'diikat, dianiaya dan akhirnya dibakar hidup-hidup'.

Sagaing diketahui menjadi lokasi pertempuran sengit antara pasukan keamanan Myanmar dengan milisi yang dibentuk kelompok rival dari junta militer Myanmar. Belum ada tanggapan resmi dari junta militer Myanmar terkait laporan ini.

Vonis Aung San Suu Kyi Tuai Kecaman Global

Selain itu, vonis hukuman penjara yang dijatuhkan pada pemimpin sipil terguling Myanmar, Aung San Suu Kyi menuai kecaman global.

Namun, seorang pejabat senior junta militer Myanmar mengatakan bahwa vonis bui tersebut menunjukkan tidak ada seorang pun yang kebal hukum. Pejabat itu juga mengatakan bahwa panglima militer telah meringankan hukuman Suu Kyi dengan "alasan kemanusiaan".

Seperti dilansir kantor berita Reuters dan Channel News Asia, Rabu (8/12/2021), Menteri Informasi Maung Maung Ohn juga mengatakan bahwa sistem peradilan Myanmar tidak memihak. Ditegaskannya, vonis hukuman yang dijatuhkan pada hari Senin (6/12/2021) terhadap peraih Nobel itu telah sesuai dengan hukum.

Aung San Suu Kyi (76) awalnya dijatuhi hukuman empat tahun penjara karena hasutan dan melanggar peraturan COVID-19. Namun, para pemimpin junta militer Myanmar kemudian mengurangi hukumannya menjadi dua tahun penjara.

"Tidak ada seorang pun di atas hukum," kata Maung Maung Ohn, seraya menambahkan bahwa sistem peradilan Myanmar "tidak memihak".

Dia berbicara pada konferensi pers di mana dia dan menteri investasi junta mengatakan situasi di negara itu stabil.

Mereka mengatakan persiapan untuk pemilihan umum yang akan diadakan sebelum Agustus 2023 sedang berlangsung, tetapi mereka tidak mengkonfirmasi apakah partai Suu Kyi, Liga Nasional untuk Demokrasi, akan diizinkan untuk bertarung.

Myanmar telah berada dalam krisis sejak militer merebut kekuasaan dalam kudeta 1 Februari, menangkap Suu Kyi dan sebagian besar pejabat pemerintahannya.

Pasukan keamanan junta yang berusaha untuk memberantas oposisi sejak itu telah menewaskan lebih dari 1.200 orang, menurut kelompok pemantau Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik. Pemberontakan bersenjata pun kemudian bermunculan di seluruh negeri.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU