Problematika RSUD: Wacana Penghapusan Kelas BPJS Sampai Kurangnya Dokter Spesialis

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 26 Sep 2022 19:07 WIB

Problematika RSUD: Wacana Penghapusan Kelas BPJS Sampai Kurangnya Dokter Spesialis

i

IMG_20190729_164715

Optika.id - Kecukupan dan pemerataan jumlah dokter umum maupun spesialis saat ini menjadi kendala bagi Rumah Sakit (RS). Hal ini tentu menjadi masalah bagi RS untuk memenuhi aturan standar pengelolaan RS berdasarkan rekomendasi dari badan kesehatan dunia (WHO) maupun aturan pemerintah.

Masalah yang dihadapi oleh RS tak berhenti sampai di situ. Beberapa waktu yang lalu, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, terdapat 302 dari 608 rumah sakit umum daerah (RSUD) kelas C dan D belum memiliki dokter spesialis.

Baca Juga: BPJS Kesehatan Buka Lowongan Pegawai Administrasi Tidak Tetap

Mengacu pada Permenkes No 30 Thn 2019, Budi Gunadi Sadikin menjelaskan, standar RSUD yang baik ialah harus memiliki empat dokter spesialis dasar yakni spesialis anak, obgyn (obstetri atau ginekologi) atau kandungan, penyakit dalam, serta bedah. Dan ada tiga dokter spesialis lain untuk menunjang pelayanan kesehatan anestesi, patologi dan radiologi.

RSUD juga memiliki kendala lain berupa sebaran dokter yang tidak merata di berbagai wilayah. Menurut Sekretaris Jenderal PB IDI, Moh Adib Khumaidi, sebaran dokter saat ini lebih banyak menumpuk di kota besar, khususnya masih terpusat di Pulau Jawa saja.

"Mereka umumnya terkumpul di kota besar dan provinsi tertentu. Sebagai perbandingan, di DKI Jakarta, sebagai provinsi dengan rasio dokter terbaik, satu dokter menangani 608 penduduk. Di Sulawesi Barat, provinsi dengan rasio terburuk, satu dokter mengurusi 10.417 penduduk," jelas Adib Khumaidi, Minggu (25/9/2022)

RSUD Hadapi Tantangan Baru

Pasien terlihat membludak memenuhi ruangan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Sidoarjo, Jawa Timur pada Sabtu, (24/9/2022). Kebanyakan dari pasien tersebut menunggu hasil tes lab dan penempatan bangsal.

Yusrin (43), mengaku baru hari ini dirinya mendapatkan bangsal tempatnya dirawat. Akan tetapi, ia mengatakan jika sebenarnya dia tidak ditempatkan di bangsal yang seharusnya.

Baru kemarin datang, hasil tes lab bilang kena vertigo, migrain gitu. Hari ini baru dapet kamar, tapi sebenernya ini bukan kamar saya. Saya dikasih tempat ini karena katanya kamarnya habis. Makanya rame gini jadinya, ujar Yusrin ketika diwawancarai Optika.id, beberapa waktu yang lalu.

Dia menjelaskan jika kebanyakan yang ditempatkan di bangsal tersebut adalah pasien BPJS kesehatan.

Saya di sini pake BPJS. Orang sebelah kanan saya itu juga pake, sebelah kiri saya juga pake. Setahu saya, rata-rata yang di sini pake BPJS sih, sambungnya.

Baca Juga: Rekruitmen Pegawai BPJS Kesehatan untuk Lulusan D3 dan S1 Semua Jurusan

Selain belum meratanya sebaran dokter, pengelola RSUD seolah menghadapi situasi baru yang membuat gamang, yakni wacana penghapusan kelas rawat inap di setiap fasilitas kesehatan (faskes) mitra oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Rencananya, BPJS akan mengubahnya menjadi penyeragaman Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

Adapun alasan penghapusan kelas BPJS ialah untuk mencegah keuangan BPJS kembali defisit. Menurut Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional, Iene Muliati, penyeragaman KRIS yang dilakukan pemerintah bertujuan baik untuk mengedepankan prinsip persamaan hak guna memperoleh pelayanan kesehatan yang baik.

"Ini dimaksudkan agar semua orang, peserta, berhak untuk mendapatkan layanan, baik medis dan non medis yang sama," ujar Iene, Senin (26/09/2022).

Tentunya, hal tersebut menjadi tantangan ulang bagi RSUD untuk menyesuaikan pengelolaan pelayanan kesehatan bagi masyarakat dengan standar yang ditetapkan oleh BPJS tersebut.

Apabila kebijakan tersebut tetap diterapkan, tutur Iene, maka RSUD harus melakukan berbagai penyesuaian fasilitas seperti banyak tempat tidur pasien yang dihilangkan dan tak lagi digunakan seperti yang dimanfaatkan pada kelas perawatan sebelumnya.

Baca Juga: Klaim BPJS Membengkak Karena Polusi Udara

Penyesuaian fasilitas serta penghapusan kelas ini juga menjadi perhatian utama dari Direktur Utama BPJS, Ali Ghufron Mukti. Ia menjelaskan wacana penghapusan kelas membutuhkan proses serta tidak bisa tergesa-gesa.

"Prinsip keadilan atau pemerataan juga harus dilihat. Percuma saja kalau dia itu peserta BPJS Kesehatan, tapi fasilitas kesehatan yang didapatkannya buruk. Di samping itu sisi efisiensi dan keberlangsungan program juga harus menjadi perhatian," ucap Ali Ghufron, Senin (26/9/2022).

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU