Politisi Bikin Ruwet Dunia Keilmuan

author optikaid

- Pewarta

Senin, 10 Jan 2022 15:23 WIB

Politisi Bikin Ruwet Dunia Keilmuan

i

Politisi Bikin Ruwet Dunia Keilmuan

[caption id="attachment_12269" align="alignnone" width="163"] Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I (Dosen Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya)[/caption]

Posisi ilmuan di Indonesia nasibnya semakin  penuh ketidakpastian. Hal itu akibat dari terlalu dalam kelompok politisi masuk ke habitat ilmuan yang tentu sangat berbeda kultur dan tradisi. Sehingga cenderung kebijakan-kebijakan terkait ilmuan dan pengembangan keilmuan di Indonesia lebih bernuansa akomodasi kepentingan politik kekuasaan daripada urusan pengembangan keilmuan itu sendiri.

Baca Juga: Peserta Pemilu 2024 Diminta Edukasi Masyarakat Soal Quick Count

Banyak kebijakan-kebijakan para politisi yang membuat nasib Ilmuan semakin  "ruwet", sehingga berdampak pada tidak fokus dalam pengembangan dan kerja-kerja riset, tapi lebih disibukan dengan persoalan administrasi dan manejemen organisasi. Hal ini berdampak pada penurunan kualitas kerja-kerja riset dan pengembangan keilmuan di Indonesia.

BRIN Bikin Ruwet

Indikator tersebut dapat dilihat dengan masih tertinggal dalam hal publikasi ilmiah dan paten dari produk keilmuan para ilmuwan Indonesia. Dibandingkan dengan tradisi keilmuan di Negera tetangga kita, Malaysia, Singapura, Jepang.

Selain itu hingga saat ini belum adanya ilmuan Indonesia yang mendapatkan penghargaan Nobel tingkat dunia. Sebagai apresiasi tertinggi terhadap kapasitas dan kualitas keilmuan para Ilmuan dunia. 

Keruwetan tersebut mulai tampak dari awal pembentukan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). BRIN merupakan lembaga pemerintah yang menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi yang terintegrasi. BRIN didirikan menyusul perubahan nomenklatur sejumlah kementerian pada April 2021.

Pada awal pembentukan BRIN, banyak akademisi dan peneliti mengkritik lembaga tersebut, terutama keputusan pemerintah untuk membentuk dewan pengarah di tubuh BRIN dan menunjuk Ketua Umum Partai Politik sebagai ketua dewan pengarah itu. Hal ini yang sangat disayangkan oleh Prof Azyumardi Azra, (Cendikiawan Muslim Indonesia), mengatakan seharusnya dewan pengarah sebuah badan riset dan keilmuan adalah mereka para senior dan pakar di bidang riset dan keilmuan, bukan malah politisi. 

Baca Juga: Bicara Keamanan Siber: Ganjar Ingin Kuatkan BSSN

Masuknya Politisi

Dengan masuknya politisi maka sangat terbuka BRIN yang rawan dipolitisasi. Dan bagaimana desain kelembagaan BRIN menunjukkan keengganan pemerintah mengutamakan riset dan menjadi bukti keterbatasan ide-ide teknokrasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kekhawatiran banyak pihak terkait nasib BRIN yang seharusnya sebagai lembaga riset dan inovasi keilmuan dengan fokus pada kerja-kerja riset dan pengembangan keilmuan. Akhirnya terbukti, dimana BRIN yang seharusnya narasi utama yang dibicarakan di hadapan publik adalah persoalan penemuan riset dan  pengembangan keilmuan, malah yang terjadi dalam perbincangan publik (pro-kontra) adalah masalah administrasi dan kelembagaan, bukan isu-isu keilmuan.

Pemberhentian Peneliti

Dan terbaru, menyusul pemberhentian 113 para ilmuan dan pegawai honorer Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (71 di antaranya adalah staf peneliti). Pemberhentian ini adalah imbas dari bergabungnya LBM Eijkman ke BRIN per September 2021.

Baca Juga: Pasangan Capres Getol Soroti Isu Pangan, BRIN Beri Catatan Menohok

Fenomena tersebut menegaskan dan membuktikan kekhawatiran para senior dan cendekiawan Indonesia. Bahwa dengan posisi BRIN diisi para politisi maka nasib Ilmuan dan arah pengembangan keilmuan Indonesia semakin suram dan tanpa arah, hanya akan berkutat pada urusan administrasi kelembagaan, dan hal ini akan sangat bisa berubah jika arah angin kekuasaan berubah. 

Semoga segera selesai dan Allah memberikan petunjuk,  Amin.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU