Politik Identitas, Siapa Takut?

author Seno

- Pewarta

Minggu, 02 Okt 2022 00:37 WIB

Politik Identitas, Siapa Takut?

i

Screenshot_20221001-173254_Docs

[caption id="attachment_15157" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Cak Ahmad Cholis Hamzah[/caption]

Optika.id - Meskipun pemilihan presiden masih dua tahun lagi tapi perbincangan mengenai isu ini sudah memanas mulai isu siapa calon yang akan muncul, siapa calon yang digadang-gadang partai politik sampai isu-isu tentang bagaimana mengkampanyekan figure calon dengan berbagai isu antara lain Politik Identitas. Ada yang menyarankan kepada masyarakat untuk tidak memilih figure dari partai yang mengusung politik identitas.

Baca Juga: Politik Identitas Sebenarnya Adalah Hal yang Wajar

Apa sebenarnya politik identitas atau identity politics itu? Menurut Bernstein, Marry (2005) Identity politics itu adalah a political approach wherein people of a particular race, nationality, religion, gender, sexual orientation, social background, social class, or other identifying factors develop political agendas that are based upon these identities. Atau "pendekatan politik di mana orang-orang dari ras tertentu, kebangsaan, agama, agama, jenis kelamin, orientasi seksual, latar belakang sosial, kelas sosial, atau faktor pengenal lainnya mengembangkan agenda politik yang didasarkan pada identitas ini." Pendekatan dengan berbagai latar belakang identitas itu pernah terjadi di Indonesia pada saat para pemuda menyatakan tekad untuk bersatu di Kongres Pemuda.

Pada Kongres Pemuda I pada tanggal 30 April hingga 2 Mei 1926 di Batavia (Jakarta). itu dihadiri oleh perwakilan dari perhimpunan pemuda/pemudi dari bermacam-macam latar belakang identitas termasuk Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Theosofi, dan masih banyak lagi.

Tujuan Kongres ini adalah merumuskan rencana Sumpah Pemuda juga untuk memajukan persatuan dan kebangsaan Indonesia, serta yang kedua adalah demi menguatkan hubungan antara sesama perkumpulan pemuda kebangsaan di tanah air.

Karena masih ada perbedaan maka disepakati adanya Kongres Pemuda II yang dilangsungkan selama dua hari pada 27 dan 28 Oktober 1928 di Batavia. Hari pertama, kongres menempati Gedung Katholikee Jongelingen Bond atau Gedung Pemuda Katolik, sedangkan kongres di hari kedua diadakan di Gedung Oost Java (sekarang di Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat).

Kongres ini diikuti oleh lebih banyak peserta dari kongres pertama, termasuk Perhimpunan Pelajar-Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Bataks Bond, Jong Islamieten Bond, Pemuda Indonesia, Jong Celebes, Jong Ambon, Katholikee Jongelingen Bond, Pemuda Kaum Betawi, Sekar Rukun dan lainnya. Hadir pula beberapa orang perwakilan dari pemuda peranakan kaum Tionghoa di Indonesia dalam Kongres Pemuda II ini, seperti Oey Kay Siang, John Lauw Tjoan Hok, dan Tjio Djien Kwie, namun asal organisasi/perhimpunan mereka belum diketahui.

Gedung yang menjadi tempat dibacakannya Sumpah Pemuda merupakan rumah pondokan atau asrama pelajar/mahasiswa milik seorang keturunan Tionghoa bernama Sie Kok Liong. Gedung yang terletak di Jalan Kramat Raya 106, Jakarta Pusat, ini kini diabadikan sebagai Museum Sumpah Pemuda.

Baca Juga: Keturunan India Menjadi Presiden Singapura

Hadir di Kongres II ini Wage Rudolf Supratman yang memainkan lagu Indonesia Raya dengan alunan biolanya. Lagu Indonesia Raya juga dinyanyikan untuk pertamakalinya dalam kongres ini oleh Dolly Salim yang tidak lain adalah putri dari Haji Agus Salim.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dalam sejarah perang Surabaya melawan sekutu pada 10 Nopember 1945 disebutkan juga bahwa yang ikut bertempur itu tidak hanya pemuda Surabaya tapi juga dari perkumpulan pemuda yang ikut Kongres Pemuda diatas yang terdiri dari berbagai latar belakang suku dan agama.

Kedua sejarah diatas menunjukkan kepada kita bahwa banyak perkumpulan yang ada dinegeri kita itu terdiri dari berbagai latar belakang identitas baik suku maupun agama. Tapi semua perkumpulan dengan macam-macam identitas itu memiliki tujuan yang sama yaitu Indonesia merdeka.

Di negara-negara lain didunia ini kita juga mengenal partai politik yang berdasarkan identitas misalnya African National Congress Party di Afrika Selatan, All India Hindustan Congress Party di India, Christian Democratic Union Party di Jerman dsb dsb. Dan hal ini tidak menjadi masalah, karena partai politik dimasing-masing negara itu tujuan sama yaitu demi kemajuan negaranya.

Baca Juga: Kecurangan Pemilu Tidak Hanya di TPS

Sayangnya sekarang di negeri kita ini Politik Identitas itu dimaknai dengan makna negatif dan berbagai tuduhan dengan nuansa negatif; dan ini umumnya ditujukan kepada partai atau organisasi kemasyarakatan Islam, misalnya dituduh memiliki sikap intoleran, radikal, ekstrem, anti non pribumi dsb.

Ada baiknya bangsa ini belajar dari sejarah Indonesia dalam prosesnya untuk menjadi negara yang berdaulat. Mereka yang berjuang dengan darah dan nyawa itu berasal dari berbagai identitas suku, agama dan asal daerah, tapi mereka tetap bersahabat dan bersaudara demi Indonesia.

Pada pilpres 2024 nanti perlu ada political education kepada rakyat tentang makna Politik Identitas dalam arti yang positif tanpa harus menjelek-jelekkan berbagai latar belakang identitas. Jadi jangan takut dengan istilah Politik Identitas.

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU