Pernikahan Dan Perceraian Dalam Islam

author optikaid

- Pewarta

Jumat, 11 Mar 2022 15:15 WIB

Pernikahan Dan Perceraian Dalam Islam

i

Pernikahan Dan Perceraian Dalam Islam

[caption id="attachment_14301" align="alignnone" width="182"] Ruby Kay[/caption]

Kata beberapa orang, Yusuf Mansyur ini hafal Al Qur'an, tapi kok makin hari makin edan? Beberapa kali viral bukan karena prestasi, tapi lebih karena sikap dan perkataan yang gak masuk akal. Pamer kekayaan, memaksa orang bersedekah, memuji Jokowi setinggi langit, mempublish video sedang menangis, hingga yang terbaru, menyuruh anaknya nikah muda, kalaupun cerai gak jadi soal, anggap saja pengalaman. Sungguh tidak mencerminkan adab seorang penghafal Al Qur'an.

Baca Juga: Muhammad Ibn Abdullah dan Kebangkitan Arab-Islam

Cup, lu pikir cerai itu enak? Lu uda pernah ngalamin perceraian belum? Baru kali ini gue nemu ada ortu yang berkata begitu. Preman sekalipun pasti berharap dan berdoa yang terbaik bagi anaknya. Ingin sang buah hati mendapat jodoh soleh/solehah, langgeng hingga maut yang memisahkan.

Bercerai itu seperti dapat pukulan telak dari seorang petinju kelas berat. Hidup seperti direstart dari awal, sama sekali bukan hal yang harus dicita-citakan apalagi dibanggakan. Lah si Ucup anaknya menikah aja belum, tapi sudah membuat statement kontroversial.

Nabi Muhammad SAW menikahkan Fatimah dengan Ali bin Abi Thalib dalam usia relatif muda. Nabi pastinya berdoa agar putri kesayangannya itu hidup bahagia bersama suami tercinta. Diberikan kesehatan, kelapangan rejeki, keturunan soleh/solehah. Walau pada faktanya setelah menikah Fatimah malah hidup miskin papa. Tapi baginda Nabi sama sekali tak pernah menyarankan Fatimah untuk meninggalkan suaminya.

"Daripada kamu hidup melarat, cerai saja nak. Nanti ayah nikahkan lagi kamu dengan Abdurrahman bin Auf yang tajir melintir itu. Ali telah gagal membahagiakanmu"

Apa Rasulullah pernah berkata seperti itu? Sama sekali tidak pernah. Justru ketika Fatimah datang mengeluhkan tentang kemiskinan yang menimpanya, Rasulullah menyuruh sang buah hati agar tetap menghormati suami, istiqomah dalam sabar, tak lupa bersyukur.

Nabi Muhammad SAW sendiri pernah hampir menceraikan Aisyah. Saat itu, fitnah sudah menyebar seantero kota Madinah, "putri Abu Bakar selingkuh dengan pria lain. Rasulullah harus menceraikannya"

Untuk beberapa saat, Rasulullah galau. Apalagi beberapa sahabat juga menyarankan agar Nabi segera menceraikan Aisyah. Tapi baginda Rasulullah bukan tipikal pria yang tergesa-gesa. Beliau menunggu wahyu dari Allah SWT. Tak lama kemudian, turun surat An Nur ayat 11-17 yang menjelaskan tentang kesucian Aisyah. Maka segala fitnah yang ditujukan kepada putri Abu Bakar itu terhapus sudah.

Andaikan saja Rasulullah gegabah mengambil keputusan, maka akan tercatat dalam sejarah Islam bahwa Nabinya pernah bercerai.

Namun cerai juga bukan perkara yang haram dalam Islam, tapi sebisa mungkin dihindari. Pada suatu hari, anak angkat Nabi Muhammad SAW, Zaid bin Haritsah, mengadu kepada baginda Rasulullah. Ia mengeluhkan perangai sang istri yang dinilai sudah kelewatan. Mendengar penjelasan anak angkatnya itu, Nabi berpesan, "Jaga baik-baik istrimu, jangan diceraikan. Hendaklah engkau takut kepada Allah!"

Namun, rumah tangga Zaid bin Haritsah dan Zainab binti Jahsy memang tak bisa lagi diselamatkan. Tak lama kemudian, turun firman Allah SWT:

"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya: "Tahanlah terus isterimu dan bertakwalah kepada Allah", sedang kamu menyembunyikan di dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah-lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak-anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluannya daripada isterinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi." (QS Al-Ahzab: 37)

Berdasarkan ayat diatas, setelah masa iddah Zainab berakhir, Rasulullah SAW berkata pada Zaid, "Pergilah dan pinanglah dia untuk diriku"

Baca Juga: Charles Martel, Membendung Ekspansi Islam ke Eropa Barat

Zaid bin Haritsah lalu pergi menemui mantan istrinya itu. "Rasulullah mengirimku untuk meminang dirimu wahai Zainab".

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Zainab pada awalnya menolak. Namun setelah mendapat penjelasan tentang surat Al Ahzab ayat 37 tadi, maka ia pun menerima pinangan Rasulullah. Zainab binti Jahsy malah merasa diistimewakan. Bukan karena jumlah mahar yang diberikan Rasulullah, tapi karena ia adalah istri Nabi Muhammad SAW selain Aisyah dan Hafsah yang namanya termaktub dalam Al Qur'an.

Walaupun biduk rumah tangganya bersama Zaid bin Haritsah tidak harmonis, tapi saat menjadi istri Rasulullah, Zainab binti Jahsy menunjukkan sikap dan prilaku wanita solehah. Zainab memiliki keahlian menyamak kulit hewan. Zainab meriwayatkan 11 hadits shahih. Zainab bahkan dipuji Aisyah sebagai istri Rasulullah yang paling zuhud dan dermawan.

Lalu, bagaimana nasib Zaid bin Haritsah pasca bercerai dengan Zainab binti Jahsy? Tak lama setelah bercerai, Rasulullah menikahkannya dengan Ummu Aiman yang notabene adalah pengasuh Nabi Muhammad SAW sejak masih kecil. Dari pernikahannya itu, Zaid bin Haritsah mendapat seorang putra bernama Usamah bin Zaid.

Zaid bin Haritsah syahid saat terjadi perang Mu'tah. Ketika itu ia menjadi panglima yang memimpin pasukan muslim melawan bala tentara romawi.

Konklusi:
1. Andai Allah SWT tak menurunkan surat An Nur ayat 11-17, bisa jadi Rasulullah benar-benar menceraikan Aisyah.

2. Nabi Muhammad SAW menikahi Zainab binti Jahsy, yang notabene adalah janda dari anak angkatnya, Zaid bin Haritsah. Surat Al Ahzab ayat 37 diturunkan Allah SWT bukan tanpa sebab. Saat itu, orang-orang Quraisy masih memperlakukan anak angkat seperti anak kandung sendiri. Hal ini jelas keliru. Anak angkat sama sekali tak memiliki hubungan genetis dengan orang tua angkat. Pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy dalam rangka menghapus stigma jahiliyah yang keliru tadi.

Baca Juga: Politik Stigma Belanda: Tarekat dan Stigma Gila

Maka dari itu, hati-hati bila mengadopsi anak. Sesayang apapun kita dengan anak angkat, ia bukan anak kandung. Bila mengadopsi anak laki-laki, maka ibu angkatnya itu bukan mahram bagi anak angkat tadi. Jika mengadopsi anak perempuan, maka bapak angkatnya tak bisa menjadi wali nikah karena tidak terdapat pertalian darah.

3. Rasulullah tak pernah menyarankan Fatimah untuk meninggalkan Ali bin Abi Thalib. Walau hidup serba kekurangan, Fatimah dinasehati oleh sang ayah agar tetap setia mendampingi suaminya.

4. Jangan pernah menjustifikasi bahwa janda cerai hidup sudah pasti wanita gak baik. Berkaca dari sejarah Zainab binti Jahsy, walau rumah tangganya dengan Zaid bin Haritsah tak bertahan lama, namun saat dinikahi oleh Rasulullah ia menunjukkan sikap dan prilaku wanita solehah.

Semoga kita bisa mendapat hikmah dari kisah ini. Khusus buat Yusuf Mansyur, semoga bisa lebih bijak dalam bertutur kata. Jangan sembarangan melontarkan pernyataan, karena bisa menyesatkan.

Ruby Kay

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU