Pengamat: Isu Perpanjangan Jabatan Presiden Hanya Cek Sound

author Seno

- Pewarta

Minggu, 05 Sep 2021 19:36 WIB

Pengamat: Isu Perpanjangan Jabatan Presiden Hanya Cek Sound

i

UMKM

Optika, Jakarta - Isu perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo ikut memanaskan isu amandemen UU 1945. Menurut pengamat politik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Wahid Abdulrahman, berkembangnya isu perpanjangan masa jabatan presiden saat ini hanya sebagai upaya cek sound.

"Mereka adalah kelompok status quo yang mengharapkan stabilitas kekuasaan karena benefit yang selama ini telah diperoleh. Memperpanjang masa jabatan presiden, DPR, DPD, MPR akan melipatgandakan manfaat yang diperoleh tanpa harus berjuang melalui Pemilu 2024," katanya seperti rilis yang diterima Optika, Minggu (5/9/2021).

Maka ia menganggap usulan itu sebagai cek sound, untuk melihat suara yang akan muncul apakah didukung atau ditolak. Jika ternyata banyak dukungan, maka tidak menutup kemungkinan akan berlanjut melalui 'sound system' yang lebih besar.

"Usulan tersebut sebagai 'cek sound' untuk mengetahui 'daya dukung' atau 'daya tolak' masyarakat. Jika 'daya dukung' lebih besar dari 'daya tolak' maka tidak tertutup kemungkinan usulan tersebut akan dilanjutkan melalui 'sound system' yang lebih besar. Atau paling tidak akan semakin banyak speaker-speaker dari relawan dan barisan partai koalisi yang akan menggemakan nada sejenis. Sound system yang lebih besar adalah melalui partai-partai di DPR/MPR," jelasnya.

Selain itu, bergabungnya PAN ke koalisi pemerintah, dinilai semakin menimbulkan prasangka potensi amandemen UUD 1945 meski dalam konsep 'terbatas' pada pokok-pokok haluan negara (PPHN).

"Jika gagasan tersebut disetujui, maka sangat mungkin amandemen 'terbatas' menjadi meluas. Tentu upaya politik yang luar biasa sangat diperlukan, mengingat sampai saat ini di internal partai koalisi pemerintah saja belum satu suara. Sharing kekuasaan menjadi faktor dominan," ujarnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Maka saat ini, dia menilai Presiden Jokowi yang menjadi penentu. Namun Jokowi yang kental dengan psikologi politik pemimpin Jawa, sosok inspiratif, dan bahkan mau mendengar lawan politik, kini sosok yang sulit ditebak.

"Namun pada saat yang sama menjadi sulit ditebak ketika dihadapkan pada realitas kekuasaan (sikap pada saat menjadi Gubernur Jakarta 2014 yang terkesan tidak memperdulikan Pilpres, sikap terhadap anak menjadi Walikota Solo dan menantu menjadi Walikota Medan," jelas Wahid.

"Presiden Jokowi saat ini tidak lagi sama dengan 'petugas partai' di tahun 2014. Dengan kemampuannya mengkonsolidasi kekuasaan, Presiden Jokowi sudah menjadi king maker. Oleh karenanya jika tidak ada kejelasan sikap dari presiden, sehingga terkesan presiden masih sepenuhnya menyerahkan ke MPR, memungkinkan isu itu semakin berkembang," pungkasnya.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU