Pemilu di Indonesia: Semakin Demokratis atau Justru Kemunduran? Pemilu 2009: Rakyat Bisa Pilih Kandidat Langsung (Seri 1)

author Seno

- Pewarta

Selasa, 01 Nov 2022 01:39 WIB

Pemilu di Indonesia: Semakin Demokratis atau Justru Kemunduran? Pemilu 2009: Rakyat Bisa Pilih Kandidat Langsung (Seri 1)

i

images (29)

Optika.id - Pemilu (pemilihan umum) di Indonesia mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Sejak 2009 hingga 2019 pemilu legislatif (pileg) dan pilpres (pemilihan umum presiden/wakil presiden) mengalami perkembangan yang menarik. Persyaratan pileg dari waktu ke waktu semakin berat dan kompleks. Kandidat Doktor Mahmud, dosen Universitas Trunojoyo Bangkalan Madura, menulisnya secara runtut dan sistematis. Tulisan itu dimuat Optika.id secara periodik dan berseri: dimulai dari pemilu 2009 sampai dengan 2019.

Menurut Mahmud, S.IP, MSi salah satu hal baru dalam Pemilu 2009 adalah adanya pembatasan partai politik peserta pemilu yang diikutkan dalam penentuan kursi di parlemen melalui penetapan Parlemementary Threshold (PT). Hanya partai politik peserta Pemilu yang memperoleh suara minimal 2,5 persen dari suara nasional yang akan diikutkan dalam pembagian kursi di setiap DAPIL DPR RI (UU 10/2008. Ps 202).

Baca Juga: TKD KIM Surabaya Konsolidasi Perkuat Dukungan Prabowo-Gibran

Beberapa hal yang perlu dicatat dalam Pemilu 2009 antara lain : pertama, Pemilih yang hadir ke TPS bukan hanya memilih anggota DPR RI, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota tetapi juga memilih anggota DPD RI sama seperti dalam Pemilu 2004. Pemilih akan mendapatkan empat surat suara untuk ditandai didalam bilik suara.

Kedua, berbeda dengan Pemilu 2004, sistem pemilihan anggota legislatif dalam Pemilu 2009 menggunakan sistem proporsional terbuka dimana pemilih bukan hanya memberi tanda pada nama dan atau gambar partai tetapi juga mendapat kesempatan untuk memberi tanda pada nomor urut dan atau nama calon legislator (Caleg) yang dipilihnya.

Terkait dengan hal tersebut, pada awalnya UU 10/ 2008 tentang Pemilu Legislatif tahun 2009 dalam pasal 214, menyebutkan bahwa Caleg terpilih adalah yang memenuhi 30 persen bilangan pembagi pemilih (BPP), yang bilamana jika tidak ada calon yang memenuhi maka dikembalikan pada nomor terkecil. Artinya walaupun ada kesempatan pemilih untuk memilih caleg sesuai dengan preferensinya, dan caleg terpilih adalah yang memiliki suara terbanyak, tetapi dengan adanya klausul 30 persen BPP dan jika tidak ada yang memenuhi akan dikembalikan pada nomor urut partai, aturan tersebut dianggap tidak jauh berbeda dengan Pemilu 2004. Sehingga sebagian masyarakat melakukan gugatan terhadap pasal tersebut ke Mahkamah konstitusi yang pada akhirnya diputuskan bahwa jika partai mendapatkan kursi di Dapil (daerah pemilihan), maka Caleg terpilih adalah Caleg dengan perolehan suara terbanyak, bukan lagi berdasar nomor urut seperti dalam Pemilu 2004.

Sementara untuk Caleg DPD RI metode penentuan Caleg terpilih didasarkan pada calon yang memperoleh suara terbanyak (sistem distrik berwakil banyak). Jika ada Caleg yang memperoleh suara sama, maka penentuannya akan dilihat berdasarkan penyebaran dan pemerataan suara di provinsi tersebut.

Ketiga, Penentuan jumlah kursi dalam Pemilu 2009 tidak berbeda dengan Pemilu 2004, yakni didasarkan pada jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut. Untuk setiap Dapil DPR RI alokasi kursi antara tiga sampai sepuluh kursi (UU 10/2008, Ps.22). Sementara itu untuk DPRD Provinsi dan Kabupaten/ Kota berkisar antara tiga sampai 12 kursi (UU 10/2008, Ps.25 dan 29). Untuk setiap Provinsi, jumlah kursi DPRD Provinsi berkisar antara 35 sampai 100 kursi, sedangkan untuk DPRD kabupaten/ Kota berkisar antara 20 sampai dengan 50 kursi. (Ps. 23 dan 26).

Keempat, Dapil dalam Pemilu 2009 juga tidak berbeda dengan Pemilu 2004, dimana Dapil DPR RI adalah Provinsi atau bagian dari Provinsi, kemudian untuk DPRD Provinsi adalah Kabupaten/ kota atau gabungan dari Kabupaten/ kota, dan DPRD Kabupaten/ kota adalah Kecamatan atau gabungan dari Kecamatan.

Jumlah Dapil DPR RI dalam Pemilu 2009 mencapai 77 Dapil dengan jumlah kursi yang diperebutkan mencapai 560 kursi. Sementara untuk DPD RI, setiap provinsi memperoleh alokasi empat kursi.

Baca Juga: Pernah Jadi Menaker, Cak Imin Diyakini Kuasai Materi Debat Cawapres

Kelima, syarat peserta Pemilu dalam Pemilu 2009 lebih ketat jika dibandingkan dengan Pemilu 2004 utamanya untuk partai baru. Dalam UU 10/2008 partai baru yang menjadi peserta Pemilu harus berbadan hukum. Selain itu partai politik yang mendaftar sebagai peserta Pemilu juga harus memiliki kepengurusan di 2/3 provinsi di Indonesia; kepengurusan di 2/3 kabupaten/ kota dari provinsi yang bersangkutan; serta memiliki kantor tetap untuk kepengurusan. Hal ini berbeda dengan Pemilu 2004 dimana hanya mensyaratkan kepengurusan di 50 persen kabupaten/ kota di provinsi yang bersangkutan dan tidak ada klausul memiliki kantor tetap. Sedangkan untuk partai yang pernah menjadi peserta Pemilu dalam Pemilu 2004, bisa kembali menjadi peserta jika memiliki kursi di DPR RI atau jika tidak memiliki kursi, partai tersebut mampu memenuhi persyaratan yang tercantum dalam undang-undang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Namun, walaupun ada pengetatan aturan terkait kepesertaan partai politik dalam Pemilu, jumlah partai peserta Pemilu 2009 mencapai 44 Partai. Terdiri dari 38 Partai Nasional dan enam Partai Lokal Aceh.

Keenam, untuk syarat pendaftaran Caleg juga tidak jauh berbeda dengan persyaratan Caleg dalam Pemilu 2004. Hanya saja dalam Pemilu 2009, tidak tercantum pasal adanya syarat pernyataan bahwa Caleg yang bersangkutan tidak pernah terlibat dalam G30S-PKI. Selain itu, terkait daftar Caleg yang diusulkan oleh partai politik peserta Pemilu 2009, ada aturan yang menyatakan bahwa daftar Caleg partai harus menyertakan 30 persen keterwakilan perempuan. Artinya dari sekian banyak Caleg yang didaftarkan, 30 persennya harus berjenis kelamin perempuan. (UU 10/2008. Ps. 50). Aturan ini merupakan upaya affirmative policy yang dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam politik.

Ketujuh, untuk penyelenggara Pemilu dalam Pemilu 2009, dijelaskan bahwa penyelenggara Pemilu adalah KPU dan BAWASLU (Badan Pengawas Pemilu). Tidak seperti Pemilu 2004 dimana fungsi pengawasan dilakukan oleh PANWASLU yang bersifat Ad Hoc, BAWASLU dalam Pemilu 2009 adalah lembaga yang bersifat permanen/ tetap yang bertugas mengawasi pelaksanaan Pemilu sebagaimana amanat UU 22/ 2007. Untuk pelanggaran administrasi dan etika yang dilakukan oleh penyelenggara pemilu, peradilannya dilakukan oleh DK KPU.

Baca Juga: Tegas! Ketua KPU Tegur Gibran Ketika Debat Capres

Selain Parlementary Threshold 2,5 persen, dalam Pemilu 2009 juga ditetapkan Presidential Threshold sebesar 15 persen kursi DPR RI atau 20 persen suara nasional.

Tulisan: Mahmud, S.IP, M.Si

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU