PEMBANGUNAN KA CEPAT DAN HUBUNGAN DIPLOMATIK

author optikaid

- Pewarta

Kamis, 14 Okt 2021 18:11 WIB

PEMBANGUNAN KA CEPAT DAN HUBUNGAN DIPLOMATIK

i

sumber the jakartapos

Saya Alhamdulillah diberi kesempatan Allah untuk naik Kereta Api tercepat kedua di dunia yaitu Shinkansen. Ketika itu saya mengikuti Pertukaran Pemuda ASEAN-Jepang tahun 1982, dan para delegasi dari negara-negara  ASEAN Jepang dibagi kelompok menuju ke berbagai Perfektur di Jepang. Saya dengan lima junior saya di delegasi (dari Aceh, Jogya, Manado dan Kalimantan) kebagian ke Hiroshima. Dari Tokyo kami naik Shinkansen itu ke Hiroshima. Allah memberi kesempatan saya lagi naik KA tercepat nomor satu di dunia yaitu TGV. Ketika itu saya lagi liburan kuliah di University of London tahun 1987, saya dengan teman dari Jakarta menjadi backpacker keliling beberapa negara Eropa, dan dari Paris Perancis saya naik TGV ke Austria dan Jerman. Selain naik KA tercepat itu saya juga punya pengalaman naik MRT di berbagai kota dunia di Asia, Eropa, Amerika Serikat dan Australia. Saya mengakui memang kecepatan, kenyamanan dan stabilitas kedua KA itu luar biasa, dan membayangkan kalau kalau ada KA cepat seperti itu di Indonesia.

Ternyata pemerintah Indonesia juga punya keinginan yang sama dengan saya, dan mulai membangun KA cepat untuk jurusan Jakarta-Bandung yang sekarang menjadi beberapa kontroversi salah satunya hubungan diplomatik dengan negara lain yaitu Jepang. Sejak tahun 2008, Jepang telah lama mempunyai rencana untuk mengekspor teknologi kereta api berkecepatan tinggi Shinkansen mereka ke Indonesia. Selama Festival Persahabatan Indonesia-Jepang pada bulan November 2008, Jepang memamerkan teknologi Shinkansen mereka untuk mengesankan penonton Indonesia. Gagasan kereta api berkecepatan tinggi yang didukung oleh pendanaan (pinjaman lunak) telah diusulkan oleh Japan International Cooperation Agency (JICA) untuk pulau Jawa di Indonesia, menghubungkan koridor padat penduduk dari ibukota Jakarta ke Surabaya (730 km).

Namun, proposal baru membagi proyek menjadi beberapa tahap muncul, dengan tahap pertama dari Jakarta ke Bandung. Waktu kereta konvensional 3 jam akan dikurangi menjadi 35 menit dengan harga 50 triliun rupiah. JICA menyelesaikan studi kelayakan terperinci pada tahun 2014. Ini berhasil studi awal pada tahun 2012. Jepang yakin kalau pemerintah Indonesia memberikan persetujuan kontrak untuk membangun bahkan sudah mulai memproyeksikan perpanjangan jalur kereta api ke Surabaya, ibu kota Jawa Timur. Jepang menawarkan untuk menutupi 75 persen dari biaya pinjaman lunak dan jangka panjang, tingkat bunga hanya 0,1 persen dan jangka waktu pinjaman 40 tahun, di bawah skema pemerintah-ke-pemerintah. Namun Pak Jokowi bersikeras pada skema business-to-business karena dia tidak ingin menambah beban pada anggaran negara.

Namun para pihak di Jepang, misalnya investor, pengusaha, publik dan pemerintah waktu itu dibawah kepimpinan Perdana Menteri Shinzo Abe terkejut dengan keputusan mendadak pemerintahan pak Jokowi pada tahun 2015 memberikan kontrak pembanguan KA cepat itu ke Cina. Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Yoshihide Suga menyebut langkah Indonesia "sulit dipahami" dan "sangat disesalkan". Situasinya "hanya dapat digambarkan sebagai sangat menyedihkan," kata Suga. Menurut Menteri Badan Usaha Milik Negara Indonesia waktu itu Rini Soemarno, tawaran Cina dipilih alih-alih rencana Jepang karena Cina tidak memerlukan pembiayaan pemerintah Indonesia atau jaminan pemerintah.

Banyak pihak yang menyarankan agar hati-hati dengan Cina terutama soal janji. Awalnya Cina menjanjikan harga proyeknya lebih murah ketimbang proposal Jepang. Namun akhir-akhir ini publik dikejutkan bahwa biayanya meningkat dan akhirnya pemerintah seperti menelan ludah sendiri yaitu setuju pembiayaannya melalui APBN  (awalnya menuntut skema Business to Business).

Pembangunan KA cepat ini memang penuh kontroversi; misalnya pada April 2016, lima pekerja proyek kereta api berkecepatan tinggi China ditangkap di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma. Insiden ini menyoroti penolakan TNI AU untuk menyerahkan lahan milik pangkalan udara Halim Perdanakusuma di Jakarta Timur. Dilaporkan bahwa salah satu stasiun kereta api akan terletak di darat saat ini di dalam pangkalan udara Halim. Ada yang menduga-duga mungkin saja para pekerja Cina yang ditangkap itu sebenarnya tentara Cina yang menyamar.

Pada Februari 2018, Onan Hiroshi, seorang kartunis Jepang menggambarkan Presiden Indonesia Joko Widodo sebagai "pengemis kereta api berkecepatan tinggi menunjukkan permintaan Indonesia untuk bantuan Jepang dalam menyelesaikan proyek. Kartun itu dengan cepat menuai protes dari pengguna internet Indonesia, dan pada 25 Februari, kartunis itu men-tweet permintaan maaf, menghapus gambar dan menutup halamannya. Ada juga narasi lucu di WA yang berseliweran di media sosial yang mengatakan pemerintah membangun KA cepat Jakarta - Bandung dengan waktu tempuh yang pendek; tapi bersamaan itu pemerintah berencana memindahkan ibu kota Jakarta ke Kalimantan -  ngapain orang Bandung pingin cepat-cepat ke Jakarta.

Pak Faisal Basri ekonom UI bahkan dengan bahasa yang keras mengatakan bahwa secara bisnis proyek KA Jakarta-Bandung ini tidak menguntungkan, dan mengatakan sampai kiamat pun proyek ini tidak bisa balik modal, meskipun nantinya harga tiketnya itu Rp 400.000 sekali jalan.  Biaya proyek yang mencapai Rp 113 trilliun (sebagian didapat dari pinjaman Cina) - kata pak Faisal Basri rakyat yang akan menanggungnya karena atas beban APBN.

Koran the Jakarta Post baru-baru ini menulis bahwa ketika bertemu dengan Perdana Menteri Jepang yang baru Fumio Kishida selama KTT G20 pada 30-31 Oktober di Roma, Presiden Joko "Jokowi" Widodo akan memiliki kesempatan emas untuk memenangkan kembali hati rakyat Jepang dan untuk mengarahkan kembali hubungan bilateral dengan Jepang. Pak Jokowi mengejutkan Jepang, termasuk perdana menteri Shinzo Abe, dengan keputusannya untuk memberikan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung ke China pada September 2015.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Wallahu lam

Oleh: Ahmad Cholis Hamzah

Alumni FEB Unair dan

University of London

Pemerhati masalah ekonomi, sosial dan politik.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU