Pada Firdaus yang Tidak Sempat Beruntung

author optikaid

- Pewarta

Senin, 25 Okt 2021 11:50 WIB

Pada Firdaus yang Tidak Sempat Beruntung

i

Pada Firdaus yang Tidak Sempat Beruntung

Optika - Selama di penjara, setiap ia melihat koran dan menemui foto seorang laki-laki, Firdaus akan meludahinya. Ia tak peduli apakah ia mengenal atau tidak laki-laki yang ada di koran, karena menurutnya kesengsaraan dirinya berasal dari makhluk bernama laki-laki. Saya membaca Perempuan di Titik Nol karena klub buku yang saya ikuti akan membahas buku ini saat berkumpul. Baik, buku ini dipuji oleh beberapa teman perempuan saya. Buku ini bercerita tentang perempuan Mesir bernama Firdaus yang akan dihukum mati beberapa hari lagi karena membunuh seorang laki-laki. Di penjara, Firdaus menyeritakan pengalaman masa lalunya, mulai ia kecil hingga ia membunuh laki-laki. Singkat cerita, ia menemui berbagai macam laki-laki yang membuatnya sengsara selama hidupnya.

Barthes pernah mengatakan, ketika teks sampai pada tangan pembaca, penulis sudah mati. Pembaca bebas sepenuhnya menginterpretasi teks, penulis tidak bisa campur tangan lagi. Untuk feminis, bacaan ini mungkin akan menggugah perjuangan. Apalagi buku ini bersetting di negara patriarki.

Baca Juga: 3 Kebiasaan Toxic Yang Menghambat Perkembangan Diri, Yuk Hindari!

Namun tidak dengan saya. Firdaus, tokoh utama di novel ini terlalu naif. Ia meludahi semua foto lelaki, karena menurutnya semua lelaki sama saja: bedebah. Novel ini terlalu serius jika dilabeli hanya bacaan santai. Fiksi bisa masuk ke alam bawah sadar pembacanya. Teks yang dihadirkan Nawal bisa dipahami sebagai sesuatu yang tidak berdiri netral, ia mengandung wacana. Dalam setiap wacana, terkandung ideologi untuk berebut pengaruh dan dominasi. Mungkin saja Nawal mencoba mengkritik dominasi patriarki dan dimensi sosio-kultural bangsanya. Jika saja ia bermaksud demikian menurut saya ia gagal. Ia terlalu jauh bermain-main dengan kebenciannya kepada laki-laki, hingga menyamakan seluruh laki-laki sebagai bedebah yang harus diludahi. Kemudian, sejak the death of the author akan ada banyak kemungkinan untuk menginterpretasi buku ini. Tapi di teks ini, saya tak membicarakan kemungkinan lain yang bisa didapatkan pembaca lain. 

Patriarki adalah sistem yang buruk bagi perempuan, dan begitu pula sebaliknya, laki-laki akan berpikir feminisme adalah sistem yang buruk bagi laki-laki. Jika kita berbicara ideologi, setiap ideologi akan berebut dominasi, akan muncul satu pemenang dan yang lain akan terpinggirkan. Maka hal yang akan terjadi kemudian, ketika ada yang mendominasi, di sana pula akan ada yang melawan. Tentunya untuk menyeimbangkan kekuasaan dan menghadirkan counter wacana. Kasus dalam novel ini, patriarki mendominasi dan menguasai pola pikir hingga praktik kehidupan sehari-hari bangsa Mesir. Firdaus mencoba melawan, namun salahnya ia tak berserikat dengan perempuan lain dan melawan sendiri. Tentu saja ia gagal dan berlarut-larut pada dendamnya sendiri hingga mati dalam kesunyian. Firdaus yang tak beruntung.

Laki-laki tak bisa sepenuhnya disalahkan atas patriarki. Perempuan juga laki-laki sama-sama menjadi korban dari patriarki. Kebanyakan kita-perempuan dan laki-laki-tidak tahu dan menerima begitu saja patriarki sebagai sesuatu yang taken for granted, ada begitu saja. Banyak orang-orang yang tidak tahu bahwa patriarki adalah sistem yang dibuat manusia dan tentunya bisa diubah serta dilawan. Singkat kata, banyak dari kita adalah korban ketidaktahuan kita sendiri. Ditambah lagi institusi pendidikan seperti sekolah pun turut melanggengkan sistem yang ada melalui wacana-wacana di buku teks dan di ruang-ruang kelas. Mungkin juga kita takut mencari tau, karena begitulah kekuasaan bekerja. Ia bekerja dengan kata boleh dan tidak boleh.

Kita pun rasa-rasanya tau, powers tend to corrupt. Kekuasaan cenderung disalahgunakan oleh pemegang kekuasaan, itulah yang terjadi dengan patriarki. Tapi Firdaus, perempuan bisa sama kejamnya dengan laki-laki, semenjak perempuan dan laki-laki sama-sama spesies manusia. Akan selalu ada kemungkinan perempuan menyalahgunakan kekuasaan seperti yang dilakukan laki-laki.

Sebuah tugas rumah yang sangat besar bagi kaum feminis jika ingin mendominasi balik, atau minimal menghadirkan wacana feminis ke permukaan. Sebuah wacana tandingan tentang feminisme datang dari perempuan sendiri.

One of feminisms irritating reflexes is its fashionable disdain for patriarchal society, to which nothing good is ever attributed. But it is patriarchal society that has freed me as a woman. It is capitalism that has given me the leisure to sit at this desk writing this book. Let us stop being small-minded about men and freely acknowledge what treasures their obsessiveness has poured into culture.

Baca Juga: Balada Keterasingan, Kehampaan dan Depresi di Novel Tsukuru Tazaki

We could make an epic catalog of male achievements, from paved roads, indoor plumbing, and washing machines to eyeglasses, antibiotics, and disposable diapers. We enjoy fresh, safe milk and meat, and vegetables and tropical fruits heaped in snowbound cities. When I cross the George Washington Bridge or any of Americas great bridges, I think: men have done this. Construction is a sublime poetryIf civilization had been left in female hands, we would still be living in grass huts. (Camille Paglia on Anthony Synott, 2002:63)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Terjemahan singkat: salah satu penghinaan menggelikan kaum feminis kepada masyarakat patriarki adalah di mana tidak ada sesuatu yang baik yang pernah diberikan-oleh masyarakat patriarki. Mari berhenti berpikiran sempit tentang laki-laki dan akui saja harta karun obsesi yang mereka tuangkan pada kebudayaan. Kita bisa membuat katalog apik tentang pencapaian laki-laki, dari jalan-jalan aspal hingga antibiotik. Ketika saya menyebrangi jembatan George Washington atau beberapa jembatan megah di Amerika, saya berpikir: laki-laki telah melakukan ini. Konstruksi adalah sebuah puisi yang indah. Jika saja peradaban diserahkan pada tangan perempuan, kita masih akan tinggal di pondok-pondok rumput. 

Kritik yang keras dan menampar dari kutipan di atas bisa jadi tidak bisa dibuktikan juga. Karena sejak dulu wanita tidak pernah menguasai peradaban dan tentunya tidak punya kesempatan untuk memerlihatkan hasil bangunan peradaban perempuan.

Ah Firdaus, kamu tidak bisa melakukan revolusi sendirian. Bayangkan kalau saja kamu berserikat dengan perempuan lain

Baca Juga: Generasi Z Bicara Soal Pernikahan, Dianggap Tidak Penting?

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU