Nilai Jokowi Salah Pilih Panglima TNI, 14 LSM Tolak Andika Perkasa

author optika

- Pewarta

Jumat, 05 Nov 2021 20:59 WIB

Nilai Jokowi Salah Pilih Panglima TNI, 14 LSM Tolak Andika Perkasa

i

Untitled-1

Optika.id. Jakarta. Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International, menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah salah pilih Jenderal Andika Perkasa menjadi calon tunggal Panglima TNI (Tentara Nasional Indonesia).

Hamid bersama koalisi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) yang terdiri dari 14 LSM itu menolak usulan nama calon Panglima TNI baru oleh Presiden Jokowi ke DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia).

Baca Juga: Trengginas Sebagai Oposisi, PDIP Akan Goyahkan Rezim Selanjutnya?

"Rencana presiden untuk mengangkat Panglima TNI yang baru dengan mengajukan nama KSAD Jenderal Andika Perkasa itu harus dipertimbangkan ulang," ucap Hamid dalam konferensi pers yang digelar Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan secara virtual, Kamis (4/11).

Hamid mengingatkan kemungkinan dugaan Andika pernah terlibat dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Papua. Karena itu Jokowi perlu mempertimbangkan hal ini, kata Hamid lebih lanjut. Catatan pelanggaran HAM itu esensial untuk memilih Panglima TNI, urainya lebih lanjut.

Berdasarkan Pasal 3 ayat 1 Undang Undang Nomor 3 Tahun 2002 diuraikan bahwa pertahanan negara disusun berdasarkan prinsip pertahanan dan HAM. Jika dilihat dari sudut pandang HAM jelas implikasi kasus pelanggaran HAM dalam rekam jejak Andika Perkasa itu harus menjadi pertimbangan utama, urai Hamid.

Lebih lanjut, Hamid berpandangan, Jokowi semestinya mengajukan Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana Yudo Margono sebagai calon Panglima TNI baru.
"Presiden jika ingin konsisten mestinya mengangkat Yudo Margono sebagai pejabat panglima TNI yang baru, katanya.

Pilihan terhadap Yudo Margono di dasarkan atas Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Nomor 3 tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara, kata Hamid. Di sana diuraikan bahwa pertahanan negara harus disusun dengan memperhatikan kondisi geografis Indonesia, yakni kepulauan.

Di samping itu, kata Hamid lebih lanjut, orientasi pertahanan berbasis negara kepulauan saat ini begitu penting. Terlebih saat ini situasi di Laut China Selatan terus memanas. Karenanya, kata Hamid, dibutuhkan Calon Panglima yang memiliki wawasan pertahanan di sektor kelautan.

"Kita perlu seorang panglima yang memiliki cakrawala berpikir tentang pertahanan strategis di sektor kelautan atau di sektor kepulauan," katanya.

"Dalam hal ini semestinya presiden mengangkat Kepala Staf Angkatan Laut sebagai pejabat Panglima TNI yang baru," tambah Usman.

Faktor Politik Tentukan Andika

Hamid menduga pilihan Jokowi kepada Andika karena faktor politik. Menurut Hamid faktor politik lebih kental di balik penunjukan Andika, dibanding filosofis dari pertahanan negara maupun persoalan Undang-Undang mengenai Pertahanan Negara dan Undang Undang TNI.

Faktor politis yang dimaksud Hamid adalah kedekatan Andika dengan Jokowi melalui mertuanya, Jenderal (Purn) TNI A.M. Hendropriyono yang pernah menjabat sebagai Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Tidak itu saja Hamid menilai sosok mertua Andika ini sangat dekat dengan ketua partai pengusung Jokowi, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Baca Juga: Penyusunan APBN 2025 Tak Libatkan KPK, Anggaran Makan Siang Gratis Tak Diawasi?

"Faktor politis tampak lebih kental karena kedekatan sang calon dengan mantan Kepala BIN dan dengan Ketua Umum PDIP," imbuhnyanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Secara khusus Hamid menganggap perlu ada yang menjelaskan bagaimana proses yang dilakukan Dewan Kepangkatan dan Jabatan TInggi (Wanjakti) TNI dalam penentuan calon Panglima TNI pengganti Marsekal Hadi Tjahjanto.

Hamid menduga Wanjakti reguler sebelumnya sudah menyimpulkan bahwa KSAL merupakan calon Panglima TNI berikutnya. Namun, terdapat perubahan di menit terakhir yang dipengaruhi faktor politis.

"Tapi mungkin ada perubahan di menit-menit terakhir yang dugaan kami lebih ditentukan oleh faktor-faktor politis ketimbang faktor filosofis pertahanan negara atau faktor yuridis tentang pentingnya jabatan Panglima dirotasi," tutur Hamid

Panglima TNI memang Politis

Menurut Dr Abdul Aziz pemilihan dan penentuan Panglima TNI pada umumnya ada faktor politik.

Pada level itu pasti politis. Apalagi itu haknya presiden. Nanti fit and proper di DPR juga politis. Bahkan formalitas saja, kata dosen Fisip Universitas Brawijaya, Malang, kepada Optika.id lewat WhaysApp, Jumat (05/11/2021).

Baca Juga: Cawe-cawe Pilpres, Usulan Angket Harusnya Ditujukan ke Jokowi

Aziz sepakat dengan pendapat Hamid bahwa warna politiknya kental sekali dalam pemilihan Panglima TNI kali ini. Lebih jauh, ada suatu skema politik lebih jauh yaitu pilpres (pemilihan presiden) 2024, ujar dosen yang rajin meneliti itu.

Penilaian dan penolakan dari LSM merupakan sisi keseimbangan dalam menilai keputusan presiden. Agar masyarakat bisa membaca dari banyak sisi. Catatan kritis sangat diperlukan civil society, kata Aziz.

Reporter: Aribowo

Editor: Amrizal Ananda Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU