Merajut Keberagaman dalam Profil Pelajar Pancasila

author Seno

- Pewarta

Minggu, 04 Jun 2023 02:08 WIB

Merajut Keberagaman dalam Profil Pelajar Pancasila

Oleh: Denny Sofiastuti, M.Pd (Guru SMA Negeri 21 Surabaya)

Baca Juga: DPW PKB Jatim Tolak Surat Pengunduran Diri Ketua DPRD Lumajang, Akibat Tak Hafal Pancasila

Optika.id - Mengaitkan esensi peringatan hari lahir Pancasila dengan profil pelajar Pancasila dalam kurikulum merdeka sejalan dengan arah pendidikan yakni pembentukan karakter yang mencerminkan manusia Indonesia seutuhnya yang bersumber dari dasar negara Pancasila.

Penerapan Kurikulum Merdeka di sekolah tahun ini sudah memasuki tahun kedua, di mana kelas X dan XI untuk Fase E dan F tingkat SMA sudah harus menerapkan kurikulum ini di sekolah.

Bertolak dari pengalaman satu tahun lalu menerapkan kurikulum ini, ternyata semua komponen sekolah baik guru, siswa serta tenaga pendidik dituntut untuk berpikir aktif dan kreatif dalam menjalani proses belajar mengajar.

Keberagaman di sekolah tak mempengaruhi siswa untuk unjuk prestasi berdasarkan kompetensi dan bakat yang mereka miliki.

Berprestasi, bernalar tinggi itulah yang sudah ditunjukkan oleh beberapa siswa di sekolah, memang begitulah idealnya sebagai profil pelajar Pancasila.

Mereka tidak hanya membawa nama baik dirinya namun membawa nama keluarga, sekolah bangsa dan negara.

Untuk mencetak generasi berprestasi, sekolah tak boleh berdiam diri, namun harus menggali potensi di bidang akademik dan non akademik. Berangkat dari keterbatasan sarana dan prasarana di sekolah, keberpihakan warga sekolah dalam hal ini komite sekolah sangat berperan penting.

Segala macam varian metode dan sarana belajar wajib disiapkan guru untuk dapat dipilih siswa sesuai dengan minat dan kemampuannya. Dalam meraih prestasi tidak berhenti sampai di sini, pembentukan karakter harus terus dilakukan, pembiasaan berperilaku jujur, disiplin diri dan bereempati.

Hal tersebut terinspirasi dari ajaran Ki Hajar Dewantara, guru merupakan fasilitator, pengajar, dan teladan yang ucapannya didengar dan perbuatannya ditiru.

Guru yang baik merupakan guru yang dapat melahirkan generasi beradab, bermartabat, berguna bermanfaat bagi masyarakat, berwatak luhur, serta bertanggungjawab atas hidupnya sendiri dan orang lain.

Seperti Ki Hajar Dewantara juga memprioritaskan pendidikan karakter, beliau mengajarkan kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik, berkarakter, cerdas dan percaya diri serta mengajarkan bagaimana cara memerdekakan diri sendiri serta merdeka sebagai rakyat, bangsa dan negara.

Membentuk Pribadi yang Mandiri kosep Ki Hajar Dewantara selanjutnya yaitu pendidikan dapat membentuk pribadi yang mandiri dengan tiga indikator yaitu bisa berdiri sendiri, tidak bergantungan dengan orang lain, serta dapat mengatur dirinya sendiri.

Dengan begitu, seseorang dapat mengatasi permasalahan hidupnya sendiri tanpa membawa orang lain masuk ke dalam permasalahan.

Secara umum, konsep pendidikan harus relevan dengan garis hidup guna mencerdaskan rakyat serta mengangkat martabat bangsa. Seseorang yang berpendidikan harus bisa bekerjasama dengan baik untuk memajukan Indonesia di antara negara-negara di dunia.

Setiap individu harus bisa memaksimalkan potensi yang dimiliki. Kecanggihan teknologi dapat dijadikan sarana memperluas Network serta meningkatkan wawasan global.

Dalam Kurikulum merdeka ini, guru ibarat pemilik rumah makan prasmanan yang selalu menyiapkna berbagai menu masakan untuk dapat dipilih pengunjung rumah makannya. Untuk mewujudkan situasi belajar seperti ini sekolah tak bisa lepas dari campur tangan orang tua yang tergabung dalam komite sekolah untuk senantiasa mendukung dari segi sarana dan prasarana sesuai kebutuhan belajar siswa.

Secara umum memang menarik pembelajaran berdeverensiasi yang kita terapkan saat ini, namun di sisi lain kebutuhan dana untuk keberlangsungan proses belajar saat ini juga tidak sedikit. Maka tidak berlebihan kiranya jika dukungan finansial dari masyarakat harus terus dilakukan.

Terlepas dari kondisi ekonomi warga sekolah pada setiap kelasnya hampir 30% berada pada level menengah ke bawah, akibatnya jika pembelajaran ini membutuhkan biaya yang lumayan besar nominalnya orang tua/wali siswa sudah pada angkat tangan dan minta keringanan dengan berbagai alasan.

Baca Juga: Kesadaran Diri, Ketua DPRD Lumajang Mengundurkan Diri Usai Tak Hafal Pancasila

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menyikapi permasalahan tersebut sikap gotong royong tidak hanya dimunculkan dari siswa, namun orang tua/wali siswa yang tergabung dalam komite juga wajib turun tangan.

Nah, dalam situasi seperti inilah profil pelajar Pancasila sangatlah dibutuhkan, seperti kita ketahui terdapat enam ciri utama profil pelajar pancasila yang secara intensif terus ditanamkan:

Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia Pelajar Indonesia yang berakhlak mulia adalah pelajar yang berakhlak dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa.

Pelajar Pancasila memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia adalah akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, dan akhlak bernegara.

Berkebinekaan global pelajar Indonesia mempertahankan kebudayaan luhur, lokalitas, dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain. Perilaku pelajar Pancasila ini menumbuhkan rasa saling menghargai dan memungkinkan terbentuknya budaya baru yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa.

Elemen kunci berkebinekaan global adalah mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebhinekaan.

Gotong royong pelajar Indonesia memiliki kemampuan gotong royong, yaitu kemampuan pelajar Pancasila untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan.

Elemen kunci gotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi. Mandiri pelajar Indonesia adalah pelajar mandiri, yaitu pelajar Pancasila yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci mandiri adalah kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi dan regulasi diri.

Bernalar Kritis pelajar yang bernalar kritis adalah pelajar Pancasila yang mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi, dan menyimpulkannya.

Elemen kunci bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil keputusan.

Baca Juga: Abu Bakar Ba’asyir Kembali ke Jalan yang Benar, Kini Sudah Akui Pancasila

Kreatif pelajar yang kreatif adalah pelajar Pancasila yang mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak.E lemen kunci kreatif adalah menghasilkan gagasan yang orisinal dan menghasilkan karya serta tindakan yang orisinal.

Dari keenam profil tersebut penulis menyorot penekanan relevansi gotong royong untuk membentuk karakter empati pada siswa sebagai prioritas utama, karena dengan bergotong royonglah segala beban berat akan dapat dengan ringan terselesaikan.

Latar belakang penulis menyorot lunturnya jiwa gotong royong karena, secara umum saat ini siswa cenderung abai dan individualistis, siswa banyak menghabiskan waktunya di depan gawai sehingga kepedulian terhadap lingkungan sekitarnya sudah mulai langka.

Di era digital kali ini kebiasaan bergotong royong menjadi sesuatu langka dan bernilai sangat tinggi. Siswa perlu diberikan pembiasaan-pembiasaan untuk membentuk karakter jitu yaitu karakter siswa yang memiliki rasa rempati terhadap orang-orang di sekitarnya dengan jalan memberikan bantuan dana lewat subsidi silang untuk meringankan beban biaya sekolahnya.

Kita ketahui bersama bahwa terjaringnya siswa di sekolah-sekolah negeri lewat jalur zonasi sangatlah berdampak pada proses dan hasil belajarnya. Guru yang terjun lagsung di lapangan dan dihadapkan dalam keberagaman siswa baik dari status sosial, prestasi dan kondisi guru harus terima dengan tangan terbuka.

Di sinilah para guru ditantang dengan berbagai permasalahan komplek yang dibawa siswa ke sekolah, misalnya pergi ke sekolah dengan kondisi perut lapar tanpa bekal, kondisi mengantuk karena sepulang sekolah harus bekerja paruh waktu hingga tengah malam, berangkat dari keluarga broken dan masih banyak permasalahan siswa.

Di era ini siswa perlu diberikan pembiasaan-pembiasaan untuk membentuk karakter jitu yaitu karakter siswa berempati terhadap orang-orang di sekitarnya dengan jalan memberikan bantuan dana lewat subsidi silang untuk meringankan beban biaya sekolahnya.

Penulis berharap semoga cara ini dapat menimbulkandampak perubahan perilaku siswa, dengan begitu secara tidak langsung mereka sudah melakukan pengamalan nilai-nilai Pancasila sebagai perwujudan rasa cinta kepada Tanah Air sehingga dapat membangun bangsa dan Negara yang lebih baik.

Nilai-nilai Pancasila dapat mereka amalkan dalam bentuk sederhana, seperti saling menghargai, bekerja sama, dan saling menghormati. Semoga Berkat Pancasila dengan nilai-nilai inklusivitas, toleransi dan gotong royong keberagaman yang ada menjadi suatu berkah penuntun keberagaman yang dapat dirajut menjadi identitas nasional Bhinneka Tunggal Ika.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU