Nama Ahok Disebut Masuk dalam Reshuffle Kabinet, Layak kah?

author Seno

- Pewarta

Kamis, 02 Des 2021 16:11 WIB

Nama Ahok Disebut Masuk dalam Reshuffle Kabinet, Layak kah?

i

images (4)

Optika.id - Kabar pergantian menteri atau reshuffle menteri Kabinet Indonesia Maju semakin menguat.

Sejumlah nama disebut pantas menjadi menteri. Seperti, Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.

Baca Juga: Pengamat: Reshuffle Menteri Tak Pengaruhi Konstelasi Politik Tanah Air

Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas memberikan statement, terkait peluang Ahok masuk ke kabinet Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

Fernando mengatakan, Presiden Jokowi harus mampu memilih pembantu yang bisa bekerja dengan baik. Mengingat sisa masa jabatan tidak lama. Tidak menunjuk menteri berdasarkan faktor kedekatan saja.

Presiden Jokowi dapat mempertimbangkan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang bisa bekerja dan mampu maksimal untuk 3 tahun ke depan, kata Fernando dalam keterangannya, Kamis (2/12/2021).

Fernando mengatakan Jokowi lebih paham posisi yang pas buah Ahok. Karena mereka pernah menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta.

Sehingga pola kerja satu sama lain sudah saling tahu. Fernando mengatakan Ahok layak dipanggil Jokowi untuk menjadi menteri.

Sementara, nama Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Arsjad Rasjid dan Darmizal MS Ketua Umum Relawan Jokowi (ReJO) juga disebut berpeluang.

Fernando menyebut, kinerja Arsjad Rasjid sangat baik dan diprediksi mampu berbicara banyak jika ia diberi kesempatan untuk menjadi menteri.

Jokowi juga dapat mempertimbangkan Darmizal MS Ketua Umum Relawan Jokowi (ReJO), katanya.

Dia menyebut Darmizal kemungkinan akan menggantikan posisi Sofyan Djalil sebagai Menteri ATR/BPN yang kinerjanya dipertanyakan. Fernando menduga kemungkinan Presiden Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet paling lama 22 Desember 2021 ini.

Dia berharap Presiden Jokowi memaksimalkan kinerja menteri-menterinya di sisa masa pemerintahannya.

Sebab, hitungan dan analisis situasi serta dinamika politik di luar dan dalam istana sudah mengarah ke hal tersebut. Jokowi sebaiknya memanfaatkan sisa tiga tahun kepemimpinan untuk tiga tahun kedepan dengan memaksimalkan kinerja dari para pembantunya, katanya.

Ahok Sering Jadi Sorotan Publik

Sebelumnya, Ahok jadi sorotan publik, lantaran lantang menyebut banyak kontrak bisnis BUMN yang merugikan perusahaan. Bahkan, ia marah karena kontrak merugikan ini juga ada di Pertamina.

"Banyak kontrak di BUMN yang merugikan BUMN, termasuk di Pertamina. Itu yang saya marah. Kenapa kontrak-kontrak ini menguntungkan pihak lain? Itu mens rea-nya tidak ada," ucap Ahok di akun Youtube Panggil Saya BTP, Jumat (19/11/2021).

Namun, dia tidak mengungkap secara rinci kontrak bisnis apa yang dimaksud. Begitu juga dengan BUMN mana yang disindirnya.

Kendati begitu, suara lantang mantan gubernur DKI Jakarta itu rupanya tak sejalan dengan Kementerian BUMN. Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga justru menilai sikap Ahok seolah salah menjalankan peran di perusahaan pelat merah.

"Jangan sampai Pak Ahok ini di Pertamina jadi komisaris berasa direktur gitu. Komut rasa Dirut tuh jangan, harus tahu batasan-batasannya," ujar Arya beberapa waktu yang lalu.

Baca Juga: Partai Demokrat Tegaskan Isu Reshuffle Oligarki Tak Goyahkan Koalisi Perubahan

Selain itu, menurut Arya, pernyataan Ahok seolah menunjukkan bahwa ia tidak tahu menahu soal kebijakan dan transformasi BUMN yang telah dilakukan oleh kementerian. Arya mengklaim Menteri BUMN Erick Thohir sejatinya sudah sejak dulu mengupayakan agar proyek bisnis di BUMN tidak merugikan, jadi bahan bancakan korupsi, dan lainnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Itu semua sudah dibicarakan Pak Erick jauh-jauh hari. Jadi kita agak bingung, mungkin Pak Ahok tidak mengikuti perkembangan di BUMN karena banyak direksi sudah kita laporkan. Direksi Asabri kita laporkan, direksi Jiwasraya kita laporkan, dan di beberapa BUMN lain kita laporkan," jelasnya.

Pengamat: Ada Something Wrong

Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Trisakti Trubus Rahadiansyah melihat langkah Ahok dalam membuka masalah di internal BUMN ini mungkin sengaja dilakukan demi menyelesaikan masalah. Karena, upaya yang dilakukannya di internal tidak terselesaikan karena ada 'permainan' politik.

"Ada something wrong. Memang idealnya tidak dibuka ke publik karena internal. Tapi mungkin pengawasan tidak berjalan. Jadi fakta ini sengaja dilempar ke publik agar kemudian ditindaklanjuti, bisa jadi kementerian juga kurang masuk ke dalam (perusahaan)," tutur Trubus.

Ia menambahkan langkah yang dilakukan Ahok ini untuk konteks tertentu memang perlu dilakukan. Ini juga bermanfaat untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam mengawasi BUMN.

Kendati begitu, menurutnya, memang sebaiknya masalah seperti ini benar-benar diupayakan selesai secara internal. Apalagi persoalan bisnis di perusahaan negara yang tidak berstatus terbuka. Kecuali, masalah yang ada berupa korupsi dan penyelewengan, maka perlu segera dibawa ke pihak berwenang.

Sementara itu, Pengamat BUMN dari Universitas Indonesia Toto Pranoto menyayangkan sikap Ahok yang kerap mengumbar masalah internal perusahaan ke publik. Menurutnya, Ahok sebagai komisaris memang punya fungsi pengawasan, termasuk pada kontrak bisnis yang ternyata benar merugikan BUMN.

Tapi, ia menekankan fungsi pengawasan itu seharusnya dijalankan secara internal. Bila ada ketidaksetujuan, maka seharusnya disampaikan di rapat internal perusahaan, bukan forum publik seperti wawancara di akun Youtube.

"Kelihatannya Pak Ahok masih belum bisa membedakan kapasitas atau fungsi sebagai dewan komisaris atau sebagai politikus. Kalau dewan komisaris tentu ada mekanisme yang harus diikuti," ungkap Toto.

Baca Juga: Di Tengah Wacana Reshuffle, Prabowo Dipanggil ke Istana

Menurut Toto, misal, kontrak bisnis yang tak sejalan dengan pendapat Ahok adalah rencana PT Indonesia Battery Corporation (IBC) membeli StreetScooter, pabrik mobil listrik di Jerman.

"Kalau Pertamina sebagai pemegang saham IBC tidak setuju dengan rencana akuisisi StreetScooter tentu disampaikan saja dalam RUPSLB IBC tentang keberatan tersebut. Tentu akan ada argumentasi dari IBC berdasarkan kajian finansial atau commercial due diligence yang sudah mereka kerjakan atas rencana akuisisi tersebut," terangnya.

Tapi, Ahok justru mengumbar ketidaksetujuannya di ruang publik yang menurut Toto tidak pas dan elegan. Apalagi, hal ini sangat rentan berujung jadi kegaduhan semata.

"Mengumbar masalah internal perusahaan ke publik tanpa check and recheck berpotensi mengundang kegaduhan yang tidak perlu," imbuhnya.

Senada, Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad juga punya mengamini pandangan ini. Menurutnya, melempar masalah ke publik juga belum tentu bisa menyelesaikan masalah tersebut

"Kalau ada kasus yang parah pun lebih baik dilaporkan ke menteri atau misal Kepolisian kalau berhubungan dengan hukum. Jadi bukan ke publik," kata Tauhid.

Selain dari sisi prosedur, Tauhid juga menilai seharusnya pernyataan-pernyataan Ahok ini didasarkan pada bukti. Misalnya, bila sebuah kontrak dianggap merugikan, apa saja indikator yang menunjukkan kerugian tersebut.

(Pahlevi)

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU