Muhammadiyah Tegaskan Lembaga Negara Milik Semua Golongan

author Seno

- Pewarta

Rabu, 27 Okt 2021 03:20 WIB

Muhammadiyah Tegaskan Lembaga Negara Milik Semua Golongan

i

images - 2021-10-26T201740.477

Optika - Ketua Umum PP Muhammadiyah, Haedar Nashir, menegaskan, Indonesia termasuk lembaga-lembaga negara merupakan milik semua golongan. Ia menegaskan lembaga-lembaga negara tidak bisa dikuasai atau disebut menjadi hadiah bagi satu kelompok saja.

"Semisal elite negeri yang menyatakan suatu Kementerian Negara lahir diperuntukkan golongan tertentu dan karenanya layak dikuasai oleh kelompoknya. Suatu narasi radikal yang menunjukkan rendahnya penghayatan keindonesiaan," ujar Haedar seperti dilansir resmi Muhammadiyah, Selasa (26/10/2021).

Haedar mengatakan, bahwa Indonesia sudah 76 tahun merdeka. Mestinya, segenap warga dan elite negeri semakin dewasa dalam berbangsa dan bernegara. Namun, kata dia, masih ada saja yang belum beranjak "akil-balig" dalam berbangsa dan bernegara.

Negara Republik Indonesia yang susah payah diperjuangkan kemerdekaannya oleh seluruh rakyat dengan segenap jiwa raga, direngkuh menjadi miliknya.

"Inilah ironi keindonesiaan. Suatu ironi bernegara yang sejatinya berlawanan arus dengan gempita Aku Pancasila, Aku Indonesia, Aku Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI harga mati. Ironi sebagai bukti, Indonesia ternyata belum menjadi milik semua," katanya.

Ia menjelaskan Indonesia lahir dan hidup untuk seluruh rakyat Indonesia tanpa kecuali. Haedar mengutip pidato Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang BPUPKI yang menyatakan bahwa pendirian negara Indonesia adalah untuk semua. "Kita hendak mendirikan suatu negara buat semua. Bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, baik golongan bangsawan maupun golongan yang kaya, tetapi semua buat semua," katanya mengutip pidato Presiden pertama Republik Indonesia itu.

Menurutnya, ketika ada warga atau elite bangsa atau golongan yang mengklaim Indonesia seolah miliknya dan diperuntukkan bagi diri sendiri atau kelompoknya, maka telah keluar dari fondasi yang telah dibangun oleh para pendiri bangsa.

"Sama halnya bila muncul asumsi bahwa Negara Indonesia yang tidak dikelola olehnya, maka salah semua. Pandangan, sikap, dan orientasi tindakan yang ironi seperti itu merupakan bentuk disorientasi berbangsa dan bernegara," ujarnya.

Maka dari itu, ia mengajak semua orang untuk memunculkan jiwa kenegarawanan dalam berbangsa dan bernegara dengan meruntuhkan segala kesombongan diri di atas otoritas Sang Pencipta.

"Sebaliknya, mesti dieliminasi segala wujud nafsu duniawi yang melampaui batas. Nabi mengingatkan, jika manusia diberi satu gunung emas, dia akan meminta gunung yang kedua, setelah diberi yang kedua, dia minta gunung emas ketiga. Hanya kematian yang memutus nafsu keserakahan itu," katanya.

Sementara itu, dikutip dari laman resmi, Kemenag adalah kementerian yang bertugas menyelenggarakan pemerintahan dalam bidang agama. Usulan pembentukan Kemenag pertama kali disampaikan oleh Muhammad Yamin dalam Rapat Besar (Sidang) Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada 11 Juli 1945.

Dalam rapat tersebut, Yamin mengusulkan perlu diadakannya kementerian yang istimewa, yaitu yang berhubungan dengan agama. Menurut Yamin, tidak cukup jaminan kepada agama Islam dengan berdirinya Mahkamah Tinggi saja, melainkan harus diwujudkan menurut kepentingan agama Islam sendiri.

"Pendek kata menurut kehendak rakyat, bahwa urusan agama Islam yang berhubungan dengan pendirian Islam, wakaf dan masjid dan penyiaran harus diurus oleh kementerian yang istimewa, yaitu yang kita namai Kementerian Agama," kata Yamin seperti dilansir laman resmi Kemenag, Selasa (26/10/2021).

Realitas politik menjelang dan masa awal kemerdekaan menunjukkan pembentukan Kemenag memerlukan perjuangan tersendiri. Pada waktu Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melangsungkan sidang pada Ahad, 19 Agustus 1945 untuk membicarakan pembentukan kementerian/departemen, usulan tentang Kemenag tidak disepakati oleh anggota PPKI.

Salah satu anggota PPKI yang menolak pembentukan Kemenag adalah Johannes Latuharhary. Keputusan untuk tidak membentuk Kemenag dalam kabinet Indonesia yang pertama, menurut BJ Boland, telah meningkatkan kekecewaan orang-orang Islam yang sebelumnya telah dikecewakan oleh keputusan yang berkenaan dengan dasar negara, yaitu Pancasila, dan bukannya Islam atau Piagam Jakarta.

KH Abdul Wahid Hasjim dalam buku Sedjarah Hidup K.H.A. Wahid Hasjim dan Karangan Tersiar (Kemenag, 1957: 856), menyatakan bahwa pada waktu itu orang berpegang pada teori bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Pikiran orang pada waktu itu, sambung dia, di dalam susunan pemerintahan tidak usah diadakan kementerian tersendiri yang mengurusi soal-soal agama.

"Begitu di dalam teorinya. Tetapi di dalam praktiknya berlainan," kata ayah presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid tersebut.

Hasjim melanjutkan, setelah berjalan dari Agustus hingga November 1945, terasa sekali soal agama yang di dalam praktiknya bercampur dengan soal lain di dalam beberapa departemen tidak dapat dibiarkan begitu saja. Dia merasa sekali perlu berpusatnya masalah keagamaan di dalam satu departemen sendiri.

"Agar soal-soal demikian itu dapat dipisahkan (dibedakan) dari soal-soal lainnya. Oleh karena itu, maka pada pembentukan Kabinet Parlementer yang pertama, diadakan Kementerian Agama. Model Kementerian Agama ini pada hakikatnya adalah jalan tengah antara teori memisahkan agama dari negara dan teori persatuan agama dan negara," kata Hasjim.

Usulan pembentukan Kemenag kembali muncul pada sidang Pleno Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang diselenggarakan pada 25-27 November 1945. KNIP merupakan Parlemen Indonesia periode 1945-1950, sidang pleno dihadiri 224 orang anggota, di antaranya 50 orang dari luar Jawa (utusan Komite Nasional Daerah).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sidang dipimpin oleh Ketua KNIP Sutan Sjahrir dengan agenda membicarakan laporan Badan Pekerja (BP) KNIP, pemilihan keanggotaan/ketua/wakil ketua BP KNIP yang baru dan tentang jalannya pemerintahan.

Dalam sidang pleno KNIP tersebut usulan pembentukan Kemenag disampaikan oleh utusan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) Keresidenan Banyumas, yaitu KH Abu Dardiri (tokoh Muhammadiyah), KH Muhammad Saleh Suaidy, dan Muhammad Sukoso Wirjosaputro. Mereka adalah anggota KNI dari Partai Masyumi.

"Supaya dalam negeri Indonesia yang sudah merdeka ini janganlah hendaknya urusan agama hanya disambilkan kepada Kementerian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan saja, tetapi hendaklah Kementerian Agama yang khusus dan tersendiri," kata juru bicara KH M Saleh Suaidy.

Usulan anggota KNI Banyumas mendapat dukungan dari anggota KNIP khususnya dari Partai Masyumi, di antaranya Mohammad Natsir, Muwardi, Marzuki Mahdi, dan M Kartosudarmo. Secara aklamasi sidang KNIP menerima dan menyetujui usulan pembentukan Kemenag.

Presiden Sukarno memberi isyarat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta akan hal itu. Bung Hatta langsung berdiri dan mengatakan, "Adanya Kementerian Agama tersendiri mendapat perhatian pemerintah."

Pada mulanya terjadi diskusi apakah kementerian itu dinamakan Kemenag Islam ataukah Kemenag saja. Tetapi, akhirnya diputuskan nama Kemenag. Pembentukan Kemenag dalam Kabinet Sjahrir II ditetapkan dengan Penetapan Pemerintah Nomor 1 pada 3 Januari 1946 (29 Muharram 1365 H) yang berbunyi;

"Presiden Republik Indonesia, Mengingat: usul Perdana Menteri dan Badan Pekerja Komite Nasional Pusat, memutuskan: Mengadakan Kementerian Agama."

Pembentukan Kemenag pada waktu itu dipandang sebagai kompensasi atas sikap toleransi wakil pemimpin Islam, yang berkenan mencoret tujuh kata dalam Piagam Jakarta. Kalimat yang dicoret berbunyi, "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."

Maksud dan tujuan membentuk Kemenag, selain untuk memenuhi tuntutan sebagian besar rakyat beragama di Tanah Air, yang merasa urusan keagamaan di zaman penjajahan dahulu tidak mendapat layanan yang semestinya, juga agar masalah yang bertalian dengan urusan keagamaan diurus serta diselenggarakan oleh suatu instansi atau kementerian khusus.

"Sehingga pertanggungan jawab, beleid, dan taktis berada di tangan seorang menteri. Pembentukan Kemenag, sebagaimana diungkapkan oleh mantan sekjen Kemenag R Moh Kafrawi berbunyi,

". dihasilkan dari suatu kompromi antara teori sekuler dan Kristen tentang pemisahan gereja dengan negara, dan teori muslim tentang penyatuan antara keduanya. Jadi Kementerian Agama itu timbul dari formula Indonesia asli yang mengandung kompromi antara dua konsep yang berhadapan muka: sistem Islami dan sistem sekuler."

Pengumuman berdirinya Kemenag disiarkan oleh pemerintah melalui siaran Radio Republik Indonesia. Haji Mohammad Rasjidi diangkat oleh Presiden Sukarno sebagai menag pertama. HM Rasjidi adalah seorang ulama berlatar belakang pendidikan Islam modern dan di kemudian hari dikenal sebagai pemimpin Islam terkemuka dan tokoh Muhammadiyah.

Rasjidi yang merupakan alumnus Universitas Al Azhar kairo dan Universitas Sorbonne Paris saat itu adalah menteri tanpa portfolio dalam Kabinet Sjahrir. Dalam jabatan selaku menteri negara (menggantikan KH Abdul Wahid Hasjim), Rasjidi sudah bertugas mengurus permasalahan yang berkaitan dengan kepentingan umat Islam.

Kemenag mengambil alih tugas-tugas keagamaan yang semula berada pada beberapa kementerian, yaitu Kementerian Dalam Negeri yang berkenaan dengan masalah perkawinan, peradilan agama, kemasjidan, dan urusan haji; Kementerian Kehakiman yang berkenaan dengan tugas dan wewenang Mahkamah Islam Tinggi; dan Kementerian Pengajaran, Pendidikan, dan Kebudayaan yang berkenaan dengan masalah pengajaran agama di sekolah-sekolah.

Menag HM Rasjidi dalam pidato yang disiarkan oleh RRI Yogyakarta menegaskan, berdirinya Kemenag adalah untuk memelihara dan menjamin kepentingan agama serta pemeluk-pemeluknya. Pidato pada Jumat malam, 4 Januari 1946 tersebut dimuat di Harian Kedaulatan Rakyat di Yogyakarta pada 5 Januari 1946.

(Pahlevi)

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU