Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya

author Seno

- Pewarta

Senin, 05 Des 2022 18:10 WIB

Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya

i

IMG-20221201-WA0020

[caption id="attachment_34017" align="aligncenter" width="150"] Oleh: Nanang Purwono[/caption]

Optika.id - Adalah kabar gembira dengan segera dibentuknya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya setelah Raperda Cagar Budaya Kota Surabaya (2022) disahkan menjadi Perda.

Baca Juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya

Menurut Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Surabaya, Dr. Retno Hastijanti, Surabaya memiliki BCB yang jumlahnya tidak kurang dari 200 dan keberadaannya tersebar di berbagai tempat di Kota Surabaya.

Karena sebaran BCB inilah, maka perlu ada penanganan (penyelamatan, revitalisasi, pengelolaan dan pemanfaatan) yang profesional, baik yang bersifat individual maupun kawasan. Misalnya secara individual ada Gedung Setan di Kupang. Sementara yang bersifat kawasan seperti jalan Tunjungan dan Kampung Eropa.

Untuk itu, dalam aksinya, BPCB harus berkolaborasi dengan TACB sehingga tidak ada overlaping dalam tugas di lapangan.

Wakil Ketua DPRD Surabaya, A. Hermas Thony berharap Perda Cagar Budaya baru, dimana di dalamnya terdapat dua Badan: Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) dan Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB), bisa menjadi panduan bagi pemerintah dan stakeholder lainnya dalam upaya merevitalisasi, mengelola dan memanfaatkan Cagar Budaya.

"Badan Pengelola ini tidak boleh dipandang sebagai sebuah wadah organisasi belaka, tetapi menjadi sebuah wujud kristalisasi kegotong royongan warga Surabaya dalam bersama sama menyelamatkan, merevitalisasi, mengelola dan memanfaatkan aset bersejarah Kota Surabaya," tekan Thony.

Hal senada juga sering disampaikan oleh walikota Surabaya, Eri Cahyadi, bahwa keberhasilan sebuah kota bukan karena walikonya, tetapi karena warganya. Pernyataan ini menyiratkan pesan bahwa warga dipacu untuk ambil bagian dalam proses pembangunan kota baik fisik maupun non fisik, termasuk dalam upaya pelestarian dan pemanfaatan cagar budaya.

Melalui wadah Badan Pengelola Cagar Budaya warga bisa berkontribusi dalam gagasan maupun aksi bersama demi upaya mengelola dan memanfaatkan Cagar Budaya sehingga bisa memberi nilai tambah baik di bidang pendidikan, budaya, pariwisata dan ekonomi.

Secara struktur Badan Pengelola, yang nantinya dibentuk oleh pemerintah ini, dapat terdiri dari unsur unsur pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. Karenanya, dengan partisipasi dan kontribusi dari berbagai pihak dengan azas kegotong royongan, sinkronisasi perencanaan dan pelaksanaan suatu kegiatan dapat dipadukan dan itu menjadi tanggung jawab bersama.

"Kita perlu bersama sama membangun Kota berdasarkan kemampuan masing masing. Di sana ada sebuah sinergi dan energi dalam menjalankan aksi," ujar A. Hermas Thony.

Batasan Pengelolaan Cagar Budaya

Dibanding dengan kota Jakarta dan kota Semarang, Badan Pengelola Cagar Budaya kota Surabaya masih terhitung baru. Dalam perjalanannya nanti, Surabaya tentu akan banyak belajar dari Semarang atau Jakarta.

Dalam pengelolaan itu, Jakarta memiliki kelembagaan yang bernama Badan Pengelola Kawaaan Kota Tua (BPKKT) Jakarta. Sedangkan Semarang memiliki Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang. Bagaimana dengan Surabaya?

[caption id="attachment_49396" align="aligncenter" width="960"] Kawasan kota lama Surabaya dilihat dari udara.[/caption]

Apakah yang di Surabaya akan bernama Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) atau Badan Pengelola Kawasan Kota Tua (BPKKT) Surabaya?

Jakarta dan Semarang, dengan nama badan yang mereka sandang, memiliki batasan dalam pengelolaan. Mereka tidak mengelola semua Cagar Budaya yang tersebar di wilayahnya. Tetapi hanya mengelola bangunan Cagar budaya yang berada di area Kota tuanya. Wilayah Kota Tua atau Lama menjadi batasan.

Baca Juga: Persaingan Elektabilitas Partai Politik di Jawa Timur Ketat, PKB Unggul

Kota Tua atau Kota Lama adalah kawasan yang dulunya pernah dibatasi oleh tembok Kota. Wilayah Kota bertembok Jakarta, dulu Batavia, lebih luas daripada Semarang. Luasnya mencapai 41 hektar. Sementara wilayah Kota Lama Semarang luasnya 30 hektar. Sedangkan Kota Tua/Lama Surabaya hanya 4 hektar, paling kecil.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Nah, kira-kira nama apa yang akan dipakai oleh Surabaya untuk menamai Badan Pengelolanya? Jika menggunakan nama Badan Pengelola Cagar Budaya, maka yang dikelola adalah semua cagar budaya yang tersebar di Surabaya. Tetapi jika yang dikelola adalah Kawasan Kota Tuanya, maka cakupannya lebih kecil dan lebih fokus.

Karenanya, nantinya, jika dibentuk Badan Pengelola, penting kiranya untuk menentukan cakupan obyek Cagar budaya sehingga dapat menyusun pekerjaan dan tugas yang akan diemban oleh Badan Pengelola. Secara umum Kawasan Kota Tua Surabaya sendiri meliputi kawasan Kampung Eropa, Kampung Pecinan, Kampung Melayu dan Kampung Arab.

Tetapi jika konsentrasinya pada eks kawasan bertembok seperti Jakarta dan Semarang, maka kawasan yang di maksud adalah Kawasan Kampung Eropa. Kampung Eropa ini, sesuai dengan bekas batas tembok kota Surabaya, areanya sebagai berikut.

Tembok selatan berada pada garis jalan Cendrawasih (Roomsche Katolijkkerk Straat) hingga jalan Merak (Comedistraat). Batas tembok barat berada pada garis jalan Krembangan Timur (Oost Krembangan Straat) memotong jalan Rajawali hingga batas Penjara. Batas tembok utara berada pada garis jalan Garuda (Schoolstraat) hingga Kalimas. Sementara batas timur adalah sungai Kalimas sebagai batas alami.

Batas-batas tembok ini sama seperti bagaimana Kota Lama Semarang menentukan batasan batasan untuk kawasan Kota Lamanya. Misalnya jalan Merak yang dulunya bernama Noorderwalstraat menjadi batas tembok utara. Kemudian jalan Cendrawasih, yang dulunya Oosterwalstraat, menjadi batas tembom timur. Lalu jalan Mpu Tantular (westerwalstraat) menjadi batas tembok barat dan jalan Sendowo (Zuiderstraat) menjadi batas tembok selatan. (Media Komunikasi BPK2L).

Dengan demikian Badan Pengelola Kawasan Kota Lama (BPK2L) Semarang memiliki cakupan pengelolaan Cagar Budaya yang ada di wilayah tembok kota. Bagaimana dengan Kota Surabaya nantinya?

Kawasan Benedenstad dan Bovenstad

Istilah Benedenstad dan Bovenstad ini pernah dipakai di era Kolonial untuk menggambarkan pembagian kawasan di kota Surabaya. Benedenstad adalah Kota Bawah alias Kota Lama, yang pernah dibatasi tembok. Sedangkan Bovenstad adalah Kota Atas alias Kota Elit alias Njaba (luar) Kota.

Baca Juga: Badan Pengelola Cagar Budaya Masuk Perda Cagar Budaya Kota Surabaya

Secara teritorial, selain Kota Tua yang bertembok (Kampung Eropa), Kota Tua Surabaya ini juga bisa mencakup kawasan Kampung Pecinan, Kampung Melayu dan Kampung Arab. Dalam perkembangannya, wilayah Kota Tua Surabaya ini meluas ke selatan dan ke barat hingga batas jalan Kebon Rojo (Regenstraat), jalan Indrapura (Westerbuitenweg), jalan Perak Barat hingga jalan Jakarta dan batas Jembatan Petekan.

[caption id="attachment_49397" align="aligncenter" width="960"] Kampung Eropa (kiri) dan Kampung Pecinan - Melayu (kanan) yang dipisahkan oleh sungai Kalimas.[/caption]

Sehingga, Kawasan Benedenstad meliputi: a. Kampung Bertembok (Eropa), b. Kampung Eropa dan Vremde Oosterlingen (Pecinan, Melayu dan Arab), dan c. Kawasan hingga batas Indrapura dan Perak Timur.

Sedangkan Kawasan Bovenstad atau Jaba Kota adalah menyeluruh yang ada di Bubutan, Peneleh, Tunjungan, Simpang, Ketabang, Gubeng, Darmo, Kupang, Sawahan, Wonoromo dan lainnya.

Menyadari sebaran Bangunan Cagar Budaya di Kota Surabaya, maka Badan Pengelola Cagar Budaya Kota Surabaya perlu melakukan pemetaan cakupan dan batasan yang menjadi sasaran pengelolaan. Pengelolaan harus memberikan manfaat bagi masyarakat baik di bidang pendidikan, penelitian, ilmu pengetahuan, kebudayaan, pariwisata dan kesejahteraan.

Penulis: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya Begandring Soerabaia)

Editor: Pahlevi 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU