Mengenal 3 Poin Penting Kurikulum Prototipe, Calon Kurikulum Nasional 2024

author Jenik Mauliddina

- Pewarta

Sabtu, 15 Jan 2022 00:55 WIB

Mengenal 3 Poin Penting Kurikulum Prototipe, Calon Kurikulum Nasional 2024

i

Mengenal 3 Poin Penting Kurikulum Prototipe, Calon Kurikulum Nasional 2024

Optika.id, - Kurikulum prototipe merupakan lanjutan dari kurikulum masa khusus pandemi Covid-19 atau kurikulum darurat yang telah diluncurkan pada Agustus 2020 silam. Rencananya kurikulum prototipe ini akan menjadi kurikulum nasional pada 2024 mendatang. 

Kurikulum prototipe saat ini diberlakukan secara terbatas dan bertahap melalui program Sekolah Penggerak.

Baca Juga: Mewujudkan Profil Pelajar Pancasila Melalui Pembuatan Buku di Sekolah

Hingga saat ini, ada 343 Taman Kanak-Kanak, 1.116 Sekolah Dasar, 547 Sekolah Menengah Pertama, 382 Sekolah Menengah Atas, dan 85 Sekolah Luar Biasa yang telah mengikuti proyek uji coba kurikulum prototipe. Ketika sudah diterapkan, nantinya kurikulum ini bakal dilakukan evaluasi kembali di tahun 2024.

Dilansir dari kemdikbud.go.id, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan (BSKAP) Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengungkapkan bahwa dalam penerapannya, kurikulum prototipe bertujuan untuk memberi ruang yang lebih luas bagi pengembangan karakter dan kompetensi dasar siswa.

Kemendikbudristek akan memberikan opsi kebijakan kurikulum untuk pemulihan pembelajaran, salah satunya melalui kurikulum prototipe yang merupakan lanjutan dari kurikulum masa khusus pandemi Covid-19 atau kurikulum darurat, kata Anindito, Jumat (14/1/2022).

Dalam kurikulum prototipe, terdapat tiga karakteristik utama:

  1. Pengembangan kemampuan non-teknis (soft skills)

Pada kurikulum prototipe, tidak hanya diajarkan pada keterampilan yang berkaitan dengan bidang yang ditekuni siswa saja, tetapi bisa lintas minat.

Keterampilan non-teknis adalah perkembangan kemampuan dengan EQ dan berkaitan dengan kemampuan bersosialisasi para siswa. 

Menurut Pelaksana Tugas Kepala Pusat Kurikulum dan Pembelajaran Kementerian Pendidikan, Zulfikri Anas, guru diminta untuk memberikan sejumlah tugas atau proyek kepada para murid yang sifatnya bisa lintas mata pelajaran, bahkan lintas peminatan.

Pada kurikulum prototipe, siswa Sekolah Dasar (SD) paling tidak dapat melakukan dua kali penilaian proyek dalam satu tahun pelajaran. 

Sedangkan siswa SMP, SMA/SMK setidaknya dapat melaksanakan tiga kali penilaian proyek. Namun demikian, sekolah tetap diberikan keleluasaan untuk pengembangan program kerja tambahan.

Baca Juga: Punya Keahlian Bahasa Inggris? SMK Negeri 73 Jakarta Buka Lowongan Untuk Instruktur English Club Nih

  1. Berfokus pada materi esensial

Pada kurikulum prototipe, tidak ada lagi jurusan ilmu sosial (IPS), alam (IPA), dan bahasa di jenjang pendidikan SMA. Siswa juga bebas dalam memilih mata pelajaran sesuai dengan yang diminatinya. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hal ini didasarkan pada kurikulum prototipe yang mengedepankan pengembangan karakter dan kompetensi esensial siswa.

Berbeda dengan kurikulum 2013 yang mengenal istilah KI dan KD, pada kurikulum prototipe terdapat istilah Capaian Pembelajaran (CP). CP merupakan satu kesatuan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang berkelanjutan, sehingga membangun kompetensi yang utuh.

Pembelajaran yang difokuskan pada materi-materi esensial, maka ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar, seperti literasi dan numerasi. Dengan begitu, para siswa atau murid tidak tertinggal dalam kemampuan dasar tersebut.

  1. Memberikan fleksibilitas bagi guru

Anindito Aditomo menjelaskan, Guru dapat mengajar suatu hal sesuai dengan kemampuan yang dimiliki oleh si murid.

Fleksibilitas bagi guru, dimaksudkan untuk melakukan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan murid dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal," jelas Anindito.

Baca Juga: Paguyuban UMKM Bojonegoro Gelar Lomba Baca Puisi Tingkat SMP-SMA

Selain itu, perencanaan kurikulum bagi sekolah pun dapat diatur dengan cara yang lebih fleksibel. Dalam kurikulum prototipe, lanjut Anindito, tujuan belajar ditetapkan per fase, yakni dua hingga tiga tahun, untuk memberi fleksibilitas bagi guru dan sekolah. 

Reporter: Jenik Mauliddina

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU