Mengapa Lowayu Jadi Pit Stop Ekspedisi Bengawan Solo.

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 21 Mei 2022 03:55 WIB

Mengapa Lowayu Jadi Pit Stop Ekspedisi Bengawan Solo.

i

Waduk Lowayu

Optika.id - Dari Desa Bedanten di kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, penelitian awal dalam rangkaian Ekspedisi Bengawan Solo 2022, kini mulai bergerak ke arah barat mengikuti alur Naditira Pradace  Bengawan Solo berdasarkan Prasasti Canggu (1358 M). Di wilayah Kabupaten Gresik sesuai dengan prasasti Canggu, desa desa tepian Bengawan yang disinggahi oleh Raja Hawam Wuruk, berturut turut adalah i Madanten (di Bedanten), i Wringin Wok (di Wringin Wok), i Brajapura (di Mojopuro),  i Sambo (di Sambo gunung atau Sambopinggir), i Jerebeng (di Jrebeng), i Luwayu (di Luwayu) dan i Pabulangan (di Bulangan).

Sesuai dengan agenda pengarungan Bengawan yang dimulai dari Wonogiri hingga Gresik, berarti pergerakan pengarungan akan mengikuti alur air yang mengalir dari hulu (barat) ke hilir (timur).

Baca Juga: Seberapa Serius Pemerintah Tangani Korban HAM 1965?

Ketika memasuki wilayah administrasi kabupaten Gresik, titik titik pemberhentian pengarungan (pit stop) bertempat di Naditira Lowayu, yang secara fisik akan berhenti di Dusun Kaliagung Desa Tiremenggal, Kecamatan Dukun.
Pit stop berikutnya di Bendung Gerak Sembayat, Sidomukti. Ini karena para tim pengarung (paddler) harus naik ke tepi karena adanya bendungan.

Pit stop terakhir adalah Naditira Bedanten, Desa Naditira paling hilir dari catatan Hayam Wuruk. Di Bedanten inilah seremonial acara penutupan Ekspedisi Bengawan Solo 2022 akan digelar.

Lowayu disebut sebagai Naditira pradeca (desa tepian Bengawan yang menyediakan jasa tambangan) di masa Kerajaan Majapahit. Logikanya adalah karena Lowayu dianggap berada di tepi Bengawan. Meski sebenarnya Lowayu masih dihubungkan oleh sungai untuk terhubung dengan Bengawan Solo.

Wilayah administrasi desa Lowayu (permukiman), kecamatan Dukun, masih berjarak 2 kilometer dari bibir Bengawan Solo. Sementara di antara Bengawan Solo dan desa Lowayu terdapat dusun Kaliagung, yang secara administratif masuk di wilayah pemerintahan desa Tiremenggal, kecamatan Dukun.

Namun, sedikit di utara Dusun Kaliagung terdapat sebuah waduk luas yang bernama Waduk Lowayu dan tercatat sebagai aset dan wilayah desa Lowayu. Jarak antara bibir waduk Lowayu terdekat dengan bibir Bengawan Solo hanya sekitar 900 meter.

[caption id="attachment_26265" align="alignnone" width="1280"] Petunjuk arah Waduk Lowayu di Dusun Kaliagung.[/caption]

Waduk Lowayu dan Bengawan Solo terhubung dengan kanal tua yang dibuat berdasarkan sungai alami yang bernama Kali Gedhe. Kali Gedhe menjadi akses pembuangan air dari Waduk Lowayu ke Bengawan Solo.

Dalam catatan kartografi Belanda tahun 1866, struktur dan kontruksi Waduk Lowayu sudah tergambar. Dari pengamatan tim peneliti Ekspedisi Bengawan Solo 2022 pada Rabu 18 Mei 2022, Kali Gede, yang panjangnya 900 meter ini, cukup dalam jika diukur berdasarkan permukaan air di saat surut dengan permukaan bantaran kali.

Kedalaman sungai ini menjadi dugaan bahwa kali Gedhe adalah sungai kuno.

Sungai ini adalah salah satu dari sungai sungai yang mengalir dan mengintari Dusun Kaliagung. Selain Kali Gedhe, sungai sungai lainnya adalah Kali Kebon, Kali Ganggang. Kali malang dan Kali Makam

Karena keberadaan beberapa sungai di wilayah Dusun ini, maka Dusun ini disebut Kaliagung. Dusun yang banyak sungainya dan sungai sungai yang kaya air agung. Sungai sungainya selalu penuh dengan air dan oleh karena itu dusunnya disebut Kaliagung.

Apa kaitan Lowayu dan Kaliagung?
Nama Kaliagung sudah ada dalam catatan kolonial, seperti tersebut pada peta yang berangka tahun 1866. Ketika peta kolonial ini dibuat, tentu penulisan penamaan Dusun dibuat berdasarkan temuan informasi di lapangan. Artinya nama Kaliagung tentu sudah ada sebelum peta 1866 itu dibuat.

Sejak kapan nama Kaliagung itu ada? Memang belum ada catatan mengenai hal itu. Tetapi jika ditanya, sejak kapan nama Lowayu itu ada. Maka ada jawaban atas pertanyaan itu. Yaitu sejak tahun 1358 M nana Lowayu sudah ada dan nama itu tercatat secara otentik pada prasasti Canggu tahun 1358.

Secara fisik dan geografis, Naditira pradeca Lowayu tidak langsung bersinggungan dengan Bengawan Solo.

Baca Juga: Pertanyaan Seputar Proyek Manhattan dan Keterlibatan Oppenheimer

Yang bersinggungan langsung adalah Dusun Kaliagung. Wilayah Kaliagung dan Lowayu Jaraknya hanya 1 kilometer.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Jika memperhatikan tingkat kepadatan penduduk di kedua wilayah berdasarkan dari citra satelit, desa Lowayu jauh lebih padat dengan areal permukiman yang jauh lebih luas daripada Dusun Kaliagung. Ini menunjukkan bahwa di Lowayu memiliki peradaban yang jauh lebih tua.

Peradaban tua di desa Lowayu ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya kekunoan dan keberadaan situs arkeologi.

Sementara di Kaliagung belum diketemukan kekunoannya. Namun dapat diketemukan adanya banyaknya sungai yang mengalir di Dusun Kaliagung.

[caption id="attachment_26267" align="alignnone" width="1280"] Dusun Kaliagung yang kaya akan sungai[/caption]

Banyaknya sungai di Kaliagung dan sedikitnya penduduk menjadi petunjuk sedikitnya peradaban di tempat itu (dibandingkan dengan Lowayu), maka dapat diduga bahwa Kaliagung di era Majapahit merupakan sebuah kawasan muara yang menghubungkan Lowayu dengan Bengawan Solo.

Kala itu Lowayu (pusat peradaban dan permukiman), yang berjarak sekitar 2 kilometer dari Bengawan, terhubungkan dengan sungai sungai yang bermuara di Bengawan Solo.

Jasa Tambangan
Tercatat sebagai Naditira pradeca karena di desa ini memiliki jasa tambangan. Bahkan hingga sekarang jasa tambangan itu masih ada. Tepatnya di Dusun Tirem yang bersebelahan dengan Kaliagung. Dusun Tirem dan Dusun Kaliagung berada dalam satu wilayah administrasi Desa Tiremenggal.

Baca Juga: Mengenal Oppenheimer dan Keterlibatannya di Proyek Manhattan

[caption id="attachment_26264" align="alignnone" width="960"] Peradaban kuno di Kalimas yang masih bertahan hingga sekarang, Jasa Tambangan di daerah Ngagel, Surabaya[/caption]

Tempat tambangan ini (Tirem) hanya 100 meteran dari Kali Gedhe (Kaliagung) yang bermuara di Bengawan Solo. Karena kala itu, di era Majapahit, Kaliagung yang dialiri sungai sungai yang salah satu sungainya relatif besar dengan nama Kali Gedhe dan secara alami menghubungkan Lowayu dan Bengawan Solo, maka dapat diduga Kaliagung (di era Majapahit) adalah bagian dari Lowayu.

Sementara tambangan yang ada, hingga saat ini, menghubungkan Dusun Tirem Kaliagung dengan desa di seberang Bengawan yang secara administratif sudah masuk wilayah Kabupaten Lamongan. Desa di seberang Bengawan ini bernama Desa Candi.

Menurut seorang warga yang menggunakan jasa tambangan dan sempat ditanya oleh tim penelitian ekspedisi saat itu, ia mengatakan bahwa di desa Candi pernah diketemukan struktur batu bata kuno yang ukurannya besar besar. Struktur batu bata kuno berdimensi besar besar ini dapat diduga berasal dari struktur bangunan peribadatan. Apalagi daerahnya bernama Candi.

Karena tambangan kala itu berjasa memberi layanan perhubungan demi kepentingan keagamaan, maka tempat dimana dermaga tambangan berada berikut pelayan tambangannya menjadi perhatian Raja dan ditetapkanlah daerah itu dengan peradaban yang ada, Lowayu, sebagai Naditira Pradeca.

Oleh: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU