Memakai Prasasti Canggu (1358) yang Berusia 664 Tahun

author Seno

- Pewarta

Sabtu, 09 Jul 2022 02:23 WIB

Memakai Prasasti Canggu (1358) yang Berusia 664 Tahun

i

IMG-20220707-WA0028

Optika.id - Tepat 664 tahun lalu pada 7 Juli 1358 M, sebuah prasasti, yang berisi tentang perintah layanan jasa penambangan di seluruh mandala pulau Jawa, dikeluarkan oleh Raja Majapahit, Prabu Hayam Wuruk.

Kemarin, Kamis 7 Juli 2022, genap 664 tahun usia prasasti yang bernama Prasasti Canggu itu atau prasasti Trowulan I. Disebut prasasti Canggu karena ditemukan di daerah Canggu Mojokerto. Juga dikatakan prasasti Trowulan I karena tercatat sebagai prasasti yang kali pertama ditemukan di tlatah Trowulan, eks ibukota kerajaan Majapahit.

Baca Juga: Peringatan 100 Tahun Perjalanan HP Berlage ke Surabaya

[caption id="attachment_31992" align="aligncenter" width="788"] Prasasti Canggu[/caption]

Prasasti, yang berisi tentang perintah Raja untuk pelayanan jasa tambangan (anambangi) atau penyeberangan (ferry) di seluruh mandala pulau Jawa ini, sebetulnya juga mengilustrasikan sungai sebagai jalur transportasi utama dari hilir ke hulu dan sebaliknya di masa lalu.

Sebagai jasa tambangan (penyeberangan atau ferry) nampak pada aktivitas manusia dari jaman ke jaman yang berjasa menghubungkan wilayah di tepi sungai yang satu ke tepi sungai lainnya. Sehingga berlangsunglah urusan orang orang yang berada di kedua tepian sungai itu, mulai dari urusan dagang, ekonomi, sosial, budaya hingga keagamaan.

Ternyata hingga di era moderen abad ke 21 ini, jasa tambangan masih dijumpai di beberapa titik di tepian sungai, baik Sungai Brantas maupun Bengawan Solo (Wulayu), utamanya di desa desa yang tersebut pada prasasti Canggu sebagai Naditira Pradeca. Tambangan tambangan itu adalah wujud peninggalan peradaban maritim Majapahit.

Sesungguhnya peradaban maritim Majapahit itu tidak hanya tambangan (anambangi), tapi pengarungan atau berperahu (maparahu) di sungai atau Bengawan, karena sungai menjadi urat nadi perekonomian dan perhubungan. Terbukti hingga di era kerajaan Mataram (Kasunanan Surakarta), sungai Bengawan Solo menjadi alur lalu lintas perhubungan antara Surakarta dengan kerajaan di pulau Madura.

[caption id="attachment_31993" align="aligncenter" width="788"] Sungai Bengawan Solo[/caption]

Perahu Kiai Rajamala adalah fakta sejarah, bukan legenda yang menjadi kendaraan maritim keluarga Kerajaan Kasunanan Surakarta. Canthik Rajamala dari kapal kerajaan masih disimpan di keraton Surakarta dan museum Radya Pustaka Solo. Bahkan sebuah replika canthik Rajamala juga disimpan di Pesanggrahan Langenharjo, tempat dimana raja dan keluarga raja serta pembesar kerajaan biasa berekreasi di jamannya. Jarak antara Pesanggrahan Langenharjo dan Keraton Surakarta sekitar 10 kometer. Pesanggrahan ini berdiri di tepian Bengawan di kabupaten Sukoharjo.

Namun sayang fungsi Bengawan sebagai sarana transportasi yang menghubungkan satu tempat ke tempat lainnya di sepanjang Bengawan sudah mati. Kalau toh ada wujudnya adalah perahu perahu kecil nelayan pencari ikan, bukan kapal yang berfungsi sebagai angkutan masal. Tidak demikian dengan fungsi tambangan yang masih bertahan.

Memakai Prasasti Canggu (1358 M), sesungguhnya geliat sungai pada masa itu sudah menunjukkan pentingnya Bengawan sebagai alur perhubungan baik sebagai lintasan yang menghubungkan satu daerah ke daerah yang lain di sepanjang Bengawan (maparahu), maupun antar tepian Bengawan (anambangi).

Misi Ekspedisi Bengawan Solo 2022

Baca Juga: Menyongsong Hadirnya Badan Pengelola Cagar Budaya (BPCB) Kota Surabaya

Melalui Ekspedisi Bengawan Solo 2022, ada upaya upaya untuk mengingatkan kepada semua pihak akan pentingnya menjaga dan memanfaatkan Bengawan sebagai sumber kehidupan yang ramah lingkungan dan ramah peradaban.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Bengawan Solo adalah bagian dari kehidupan manusia dari jaman ke jaman. Jika dahulu bengawan adalah wajah (muka) dalam sebuah peradaban manusia, kini bengawan cenderung menjadi belakang (buritan) dalam peradaban moderen. Akibatnya bengawan menjadi tempat pembuangan baik berupa limbah domestik maupun industri.

Tidak dipungkiri bahwa air bengawan masih sangat dibutuhkan manusia untuk pengairan dan irigasi sehingga disana sini dibangun bendungan bendungan, yang ironisnya pembangunan bendungan itu menguntungkan pihak tertentu. Setidaknya itu menguntungkan mereka yang tinggal di atas. Tapi mereka yang tinggal di bawah terancam dengan kekeringan ketika memasuki musim panas karena air dibendung untuk memenuhi kebutuhan air di sekitar bendungan. Akibatnya air yang mestinya mengalir ke hilir tertahan oleh bendungan.

Itu sebuah gambaran tentang kebutuhan air Bengawan sebagai fungsi pengairan dan irigasi. Belum lagi air sebagai sarana transportasi. Sebagai fungsi transportasi inilah yang dianggap sudah mati. Terbukti tidak ada lagi generasi baru dari Kapal Rajamala dari era kerajaan Kasunanan Mataram. Padahal Bengawan Solo masih berpotensi sebagai sarana transportasi air di pulau Jawa. Mengingat sarana transportasi jalan darat sudah semakin padat.

Di negara negara lain, seperti misalnya Australia dengan sungai Psramatta, Inggris dengan sungai Thames, Belanda dengan sungai Amstel dan Canada dengan banyak sungainya, sungai sungai nya masih menjadi sarana transportasi yang menghubungkan satu daerah ke daerah lain yang ada di sepanjang sungai itu.

Sungai Barito di Kalimantan juga memiliki sarana transportasi sungai yang sangat fungsional. Apakah Bengawan Solo dan Sungai Brantas tidak bisa? Tentu bisa karena jaman dulu sungai Brantas dan Bengawan Solo juga sudah menjadi urat nadi perekonomian, perdagangan dan perhubungan.

Baca Juga: Badan Pengelola Cagar Budaya Masuk Perda Cagar Budaya Kota Surabaya

Ekspedisi Bengawan Solo 2022 yang diinisiasi oleh SUPID (Stand Up Paddle Indonesia), Putera Nusantara dan Begandring Soerabaia, yang didukung oleh beragam komunitas mengingatkan kepada semua akan pentingnya memuliakan Bengawan Solo dengan memanfaatkan Bengawan secara ramah lingkungan (Environmentally friendly) dan ramah peradaban (Civilizationally friendly), yang berpijak pada pesan yang terkandung pada Prasasti Canggu (1358 M).

Prasasti Canggu dari masa lalu mengingatkan pentingnya Bengawan Solo untuk bisa dimanfaatkan demi masa depan.

Oleh: Nanang Purwono (Pegiat Sejarah Surabaya/Begandring Soerabaia)

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU