Memahami Makna Filosofi Muslim Berkemajuan

author optikaid

- Pewarta

Sabtu, 12 Mar 2022 16:43 WIB

Memahami Makna Filosofi Muslim Berkemajuan

i

20220312_094244_0000

[caption id="attachment_12269" align="alignnone" width="150"] Dr. Sholikhul Huda, M.Fil.I Sekdir Pascasarjana Univ. Muhammadiyah Surabaya & Pengasuh Pesantren Bumi Al Quran Grand Masangan Sidoarjo[/caption]

Tulisan ini adalah lanjutan dari tulisan sebelumnya terkait tafsir filosofi dari makna Muslim Berkemajuan KH. Ahmad Dahlan yang ke 1 dan ke 2.

Baca Juga: Muhammad Ibn Abdullah dan Kebangkitan Arab-Islam

Adapun tulisan ini adalah tafsir yang kedelapan sampai kesepuluh dari 17 Tafsir Karakter Muslim Berkemajuan dengan pendekatan sosio-fenomenologi, yaitu:

Kedelapan, Alim tapi tidak ekstrim.
Karakter muslim berkemajuan adalah alim tapi tidak ekstrim. Makna alim bisa dipahami dalam dua aspek:

  1. Alim secara penguasaan keilmuan yaitu orang yang memiliki, mendalami dan menguasai keilmuan sosial-agama. Dalam masyarakat biasa disebut, Ulama, Ustadz, Guru, Dosen, Kiai.
  2. Alim dalam arti perilaku (akhlaq), yaitu orang yang memegang teguh tradisi adat sopan santun dalam relasi dan ekspresi sosial-budaya di masyarakat, terutama dalam tradisi Jawa tanpa melihat status sosial, artinya semua orang bisa dikatakan alim jika perilaku (akhlaq) baik.

Sementara tidak ekstrim dapat dipahami sebagai sikap moderat. Moderat artinya berpikiran dan bersikap tengahan, toleran dan sangat menghargai perbedaan dengan orang atau kelompok lain.

Menurut Prof Haedar karakter moderat adalah berlomba dalam beramal BaIk. Karakter masyarakat dan Islam yang moderat merupakan hal tepat untuk Indonesia. Tertulis dalam Al -Quran surat Al-Baqarah: 143 "Dan demikian (pula) Kami menjadikan kamu ummatan wasathan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia".

Kita diperintahkan untuk menjadi umat yang adil, moderat dan proporsional dalam bertindak. Banyak dari kita yang berhenti hanya sampai pada tahapan ini, padahal itu harus diikuti dengan keharusan kita menjadi saksi atas apa yang sudah dilakukan oleh kita dan saudara-saudara kita yang lain. Ini yang Muhammadiyah selalu coba ingat dan lakukan dalam setiap tindakannya.

Dari pemahaman di atas, karakter Muslim berkemajuan adalah pribadi yang berilmu dan berakhlak baik (sopan-santun) dengan mengembangkan sikap moderat ditengah masyarakat yang majemuk ini.

Kesembilan, Teguh tapi tidak angkuh
Sikap teguh adalah sikap yang tidak mudah terpengaruh oleh situasi apapun. berpegang teguh tetap pada pendiriannya. Namun dalam relasi sosial tetap luwes tidak angkuh. Inilah karakter muslim berkemajuan.

Sikap teguh atau dalam Islam disebut sikap Istiqomah. Pengertian istiqomah adalah berasal dari Bahasa Arab yang artinya lurus. Istiqomah adalah suatu usaha untuk menjaga perbuatan baiknya, seperti ibadah, secara konsisten dan tidak berubah.

Menurut Ibnu Rajab Al Hambali, istiqomah adalah meniti jalan yang lurus, yaitu agama yang lurus, dengan tanpa membelok ke kanan atau ke kiri. Dan istiqomah mencakup melakukan semua ketaatan yang lahir dan yang batin dan meninggalkan semua perkara yang dilarang. Maka wasiat ini mencakup seluruh ajaran agama.

Baca Juga: Charles Martel, Membendung Ekspansi Islam ke Eropa Barat

Kesepuluh, Elit tapi tidak elitis
Muslim berkemajuan walaupun diposisikan oleh masyarakat pada status sosial sebagai bagian kelompok elit di masyarakat, tetapi mereka tidak kemudian terbuai yang kemudian bersikap elitis. Merek tetap sederhana dan membumi berbaur dengan semua lapisan masyarakat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Muslim berkemajuan memang sebagian besar tinggal di perkotaan dan berprofesi di sektor profesional seperti Guru, Dosen, PNS, Aristokrat, Tenaga kesehatan (Dokter, Perawat, Bidan) dan sebagainya sehingga mereka dimasukan dalam klas menengah-atas.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) arti elitis berasal dari kata elit. Kalau elit merupak kata benda yang berarti kelompok terpilih atau terpandang di masyarakat.
Elitisme adalah keyakinan atau gagasan bahwa individu yang membentuk sebuah elit, sekelompok orang terpilih yang digambarkan memiliki kualitas intrinsik, kecerdasan tinggi, kekayaan, keterampilan khusus, atau pengalaman lebih cenderung konstruktif bagi masyarakat secara keseluruhan, dan karenanya berhak mendapatkan pengaruh atau otoritas yang lebih besar dari orang lain.

Istilah elitisme dapat digunakan untuk menggambarkan situasi di mana kekuasaan terkonsentrasi di tangan sejumlah orang. Oposisi elitisme termasuk anti-elitisme, egalitarianisme, populisme, dan teori politik dari pluralisme.

Elitisme berkaitan erat dengan kelas sosial dan apa yang oleh sosiolog disebut stratifikasi sosial, yang dalam tradisi Anglo Saxon telah lama berlabuh dalam klaim "darah biru" dari keturunan bangsawan. Anggota kelas atas kadang-kadang dikenal sebagai elit sosial.

Baca Juga: Politik Stigma Belanda: Tarekat dan Stigma Gila

Istilah elitisme juga kadang-kadang digunakan untuk menunjukkan situasi di mana sekelompok orang yang mengaku memiliki kemampuan tinggi hanya dalam kelompok atau kader, memberikan diri mereka keistimewaan ekstra dengan mengorbankan orang lain. Bentuk elitisme ini dapat digambarkan sebagai diskriminasi.

Beberapa sinonim untuk "elit" mungkin "kelas atas" atau "aristokrat", yang menunjukkan bahwa individu tersebut memiliki tingkat kendali yang relatif besar atas alat produksi masyarakat. Ini termasuk mereka yang mendapatkan posisi ini karena alasan sosial ekonomi dan bukan pencapaian pribadi.

Artinya, muslim berkemajuan adalah orang yang tidak muda di sanjung kemudian terlena begitupula tidak sedih jika di hina.

Bersambung...

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU