Memahami Gerakan ‘Kelompok Islam 212’

author Aribowo

- Pewarta

Senin, 06 Des 2021 22:58 WIB

Memahami Gerakan ‘Kelompok Islam 212’

i

Untitled-2

[caption id="attachment_9634" align="aligncenter" width="156"] Oleh: Moch. Mubarok Muharam
(Alumni Program Doktor Ilmu-Ilmu Sosial Unair dan Ketua Lembaga Transfromasi (Letram)[/caption]

Gerakan Islamisme secara aktif melakukan aksi-aksi publik setelah jatuhnya pemerintahan Orde Baru. Pasca Orde Baru atau yang disebut dengan Era Reformasi, Kelompok Islamisme tidak hanya melakukan unjuk rasa untuk memperjuangkan tuntutannya, tetapi mereka juga secara aktif memperjuangkan keinginan  mendirikan Negara Islam melalui jalur parlemen pada awal Era Reformasi . Dalam memperjuangkan pendirian Negara Islam tersebut, Kelompok Islamisme tidak berjuang secara sendirian, tetapi mereka juga mendapat dukungan dari partai politik tertentu.

Baca Juga: Muhammad Ibn Abdullah dan Kebangkitan Arab-Islam

Secara umum ada beberapa  tuntutan dari dari Kelompok Islamisme dalam perjuangan di ranah publik, yaitu :keinginan untuk mendirikan sistem khilafah (sebuah pemerintah Islam tunggal di dunia), negara Islam-non khilafah,  memberlakukan  aturan-aturan yang sesuai dengan hukum Islam serta penguasaaan jabatan pemerintahan oleh tokoh-tokoh Islam.  Dalam hal tersebut, tidak ada organisasi tunggal yang berjuang sendirian untuk melakukan tuntutan-tuntutan tersebut. Ada beberapa organisasi Islam yang menjadi garda terdepan dalam melakukan aksi-aksi Islamisme, diantaranya Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Front Pembela Islam (FPI), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan sebagainya.

Aksi Bela Islam 212

Salah satu gerakan terbesar dari Kelompok Islamisme pada 10 tahun terakhir ini adalah Aksi Bela Islam (ABI) atau Aksi 212 pada 2 Desember 2016. ABI tersebut adalah aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh Kelompok Islam 212 untuk menuntut adanya dugaan penistaan yang dilakukan oleh Basuki Tjahya Gunawan atau yang dikenal dengan sebutan Ahok, Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu. Tuntutan tersebut dilakukan, tidak dilepaskan karena popularitas dan elektabilitas Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta Periode 2017-2022.  Selain itu, Ahok yang merupakan tokoh berasal dari golongan minoritas, dianggap telah merugikan umat ketika menjadi pennganti Joko Widodo (Jokowi) sebagai kepala daerah di Ibukota Indonesia.

Kemunculan Kelompok Islam 212 dalam unjuk rasa yang menghadirkan dan memobilsasi ratusan ribu orang di Jakarta pada 2 Desember 2016 tersebut, adalah mengejutkan.  Karena pada kenyataannya, kelompok tersebut didirikan oleh berbagai tokoh atau organisasi Islamisme, yang sebelumnya tidak mempunyai hubungan politif yang relatif baik.  Dua tokoh utama dari Kelompok Islam 212 , yaitu Rizieq Shihab (RS) dan Bachtiar Natsir (BN) dikenal sebagai tokoh Islamisme yang paradigma gerakannya berbeda, sehingga mereka sukar bekerja sama dalam  sebuah tujuan yang sama. Tetapi karena faktor Ahok, mereka bisa bekerja sama dan membuat gerakan jalanan yang relatif besar dan diperhitungkan oleh semuah kekuatan politik di Indonesia.

Mengawal Kasus Ahok

Pasca ABI atau Aksi 212,  Kelompok Islam 212 tetap melakukan gerakan-gerakan politik yang berkesinambungan, dari mengawal jalannya persidangan terhadap Kasus Ahok hingga menjadi tim sukses untuk memenangkan pasangan Prabowo Subianto (PS) dan Sandiaga Mien Uno (SMU) dalam pilpres 2019. Walaupun tidak sesolid seperti melakukan aksi 212 pada 2016, dalam gerakan politik mendukung pasangan PS dan SMU, Kelompok Islam 212 tetap diperhitungan sebagai kekuatan politik yang  mempunyai peran penting pada pilpres 2019. Melalui kekuatannya dalam membuat opini publik, kelompok tersebut telah menjadikan pilpres menjadi momentum politik yang menguras energi dan pikiran dari publik. Bahkan pilpres tersebut telah membuat pembelahan di masyarakat antara 2 kubu, yaitu pro dan kontra terhadap Jokowi. Oleh Kelompok Islamisme, Jokowi dan pendukungnya dianggap sebagai pihak yang merugikan kepentingan Islam dan membuat Islam menjadi pihak yang terpinggirkan. Sebaliknya oleh pendukung Jokowi, Kelompok Islamisme (Kelompok Islam 212) dinilai telah bersifat eksklusif dan berpotensi membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasca terpilihnya Jokowi dan Maruf Amin (MA) sebagai presiden dan wakil presiden untuk periode 2019-2024, kekuatan politik Kelompok Islam 212 semakin menurun, karena ditinggalkan oleh PS dan SMU, yang bergabung dengan Kabinet pemerintahan Jokowi-MA. Selain itu, kepemimpinan politik Kelompok Islam 212 semakin tereduksi, karena para pemimpin utamanya seperti Rizieq Shihab dan Munarman menjadi tahanan politik. Walaupun Kekuatan politiknya semakin mengecil, Kelompok Islam 212 tetap melakukan aksi-aksi protes, sebagai bagian oposisinya terhadap negara.

Baca Juga: Charles Martel, Membendung Ekspansi Islam ke Eropa Barat

Menjadi Oposisi

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Kelompok Islam 212 menjadi oposisi karena mempersespsikan bahwa pemerintahan Jokowi-MA tidak berpihak pada kepentingan Islam.  Selain itu, pemerintahan saat ini dianggap telah mengakibatkan ketimpangan ekonomi yang dalam. Kelompok Islam 212 tersebut menganggap bahwa pemerintah telah memberikan kemudahan bagi pihak asing dan golongan tertentu di negeri ini, untuk menguasai perekonomiaan nasional. Bagi Kelompok Islam 212 ataupun Islamisme, seiring dengan kemudahan yang diberikan kepada pihak asing dan golongan tertentu tersebut, menjadikan pribumi menjadi pesakitan dinegerinya.

Karena pemerintah dianggap tidak berlaku adil, serta sebagai bagian dari menjalankan fungsi oposisi, Kelompok Islam 212 mengadakan reuni 212 pada 2 Desember 2021.  Selain hal-hal tersebut, paling tidak ada beberapa alasan keinginan untuk mengadakan reuni.

Pertama, untuk mengingatkan kepada publik tentang Aksi Bela Islam (ABI) yang dilakukan kelompok tersebut pada 2016. Melalui reuni tersebut,  Kelompok Islam 212 menghendaki ABI tidak hilang dari ingatan publik.

Kedua, untuk mengingatkan adanya kesalahan-kesalahan yang dilakukan negara,khususnya terhadap Kelompok Islam 212.

Baca Juga: Politik Stigma Belanda: Tarekat dan Stigma Gila

Ketiga, Untuk menunjukkan bahwa eksistensi Kelompok Islam 212 masih tetap terjaga.  Ketidakadaan tokoh-tokoh utama seperti RZ dan Munarman karena mengalami pemenjaraan, tidak membuat gerakan kelompok tersebut berhenti. Kelompok tersebut menunjukkan bahwa telah lahir generasi baru yang dapat meneruskan aksi-aksi Islamisme.

Keempat, sebagai momentum politik bagi kelompok tersebut. Kelompk tersebut ingin menunjukkan kesiapan mereka  mendukung tokoh-tokoh politik dalam kontestasi politik di masa mendatang, termasuk dalam pilpres 2024.

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU