MCW: OTT Probolinggo Buah dari Politik Dinasti

author Seno

- Pewarta

Rabu, 08 Sep 2021 00:38 WIB

MCW: OTT Probolinggo Buah dari Politik Dinasti

i

E2E60E62-CA85-47B5-AEC6-30BF1755545A-1068x601

Optika, Probolinggo - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Pasangan suami-istri Anggota DPR RI, Hasan Aminuddin (HA) Bupati Puput Tantriana Sari (PTS) dinilai Malang Corruption Watch (MCW) tak lepas dari praktik politik dinasti yang dibangun selama ini.

Berkuasa selama 18 tahun merupakan waktu yang cukup panjang untuk menimbun kekayaan melalui pembajakan sumber daya publik, ujar Raymond Tobing kepala Unit Monitoring dan Investigasi MCW seperti rilis yang diterima Optika, Rabu (8/9/2021). Praktik tersebut yang pada akhirnya melahirkan kekuasaan yang begitu dominan hingga pemerintahan tak berjalan efektif.

Raymond mengungkapkan, adanya permintaan duit, Rp20 juta ditambah upeti Rp 5 juta per hektar tanah kas desa (TKD) hanya untuk setiap calon Pj Kades adalah contoh paling kecil. Dan ini benar-benar keterlaluan," ungkapnya kesal.

Menurut Raymond, penarikan upeti TKD merupakan bentuk perampokan hak masyarakat desa. Sebab, dalam strukturnya, TKD merupakan salah satu sumber pendapatan asli desa. Sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Tanah Kas Desa.

Pada Ketentuan Umum Pasal 1 ayat 26 disebutkan, Tanah Desa adalah tanah yang dikuasai dan atau dimiliki oleh Pemerintah Desa sebagai salah satu sumber pendapatan asli desa dan/atau untuk kepentingan sosial.

Pada Pasal 4 Ayat 3 menyebut Aset desa yang bersifat strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf e, berupa tanah kas desa, tanah ulayat, pasar desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan desa, pelelangan ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik desa, mata air milik desa, pemandian umum, dan aset lainnya milik desa.

Dengan demikian, Tanah Kas Desa seharusnya dikuasai dan dikelola sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat desa. Bukan malah menjadi objek dagang jabatan, tegas Raymond.

Dalam kesempatan itu MCW juga mendesak KPK melakukan penelusuran kembali laporan penggunaan anggaran daerah. Sebab, beberapa di antaranya sempat menjadi temuan BPK hingga berpotensi menimbulkan kerugian negara.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

MCW menyebut, beberapa temuan itu diantaranya menyangkut realisasi Belanja Barang dan Jasa Pemkab Probolinggo TA 2016 sebesar Rp1,107 M tidak didukung dengan bukti yang cukup dan memadai.

Jumlah tersebut terdiri dari belanja BBM/GAS pada 12 kecamatan dan 4 SKPD senilai Rp765.335 juta; belanja pemeliharaan peralatan dan mesin Kecamatan Sumberasih Rp13 juta; dan Belanja Barang dan Jasa (non BBM) Kecamatan Wonokerto Rp 329.248 juta.

Selain itu, ada juga ketidaksesuaian pelaksanaan 12 paket pekerjaan pembangunan dan rehabilitasi gedung pada enam SKPD sebesar Rp1, 025 M, ungkap Raymond.

Dia menilai, meningkatnya tren perampokan uang rakyat oleh para kepala daerah menunjukkan kegagalan desentralisasi dalam menjawab problem ketimpangan dan memperkecil potensi korupsi di daerah.

Yang terjadi justru sejumlah kasus di atas memperlihatkan otonomi daerah tak lebih sekedar arena baru perampokan uang rakyat, pungkasnya. (Zal)

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU