LSI: Tren Penegakan Hukum di Indonesia Terus Menurun

author Seno

- Pewarta

Jumat, 04 Mar 2022 04:11 WIB

LSI: Tren Penegakan Hukum di Indonesia Terus Menurun

i

images - 2022-03-03T211231.530

Optika.id - Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis hasil survei dengan tema 'Sikap Publik Terhadap Penundaan Pemilu dan Masa Jabatan Presiden'. Dalam survei tersebut, mayoritas publik menilai kondisi penegakan hukum nasional trennya semakin memburuk dari tahun sebelumnya.

"Yang menilai buruk atau sangat buruk lebih banyak, 33.7 persen," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat memaparkan hasil surveinya secara virtual, Kamis (3/3/2022). Sementara, publik yang menilai penegakan hukum nasional baik yakni 27,9 persen. 

Baca Juga: Optimis Satu Putaran, Relawan Konco Prabowo Siap Dukung Ekonomi Jawa Timur Tumbuh

"Kemudian, publik yang menilai penegakan hukum nasional sedang sebesar 29,9 persen. Yang menilai sangat baik 1,8 persen," kata Djayadi.

Dia menuturkan, melihat tren dari penegakkan hukum nasional dari tahun tahun 2021 ke 2022 terus mengalami pemburukan.

"Persepsi negatif menguat, sebaliknya persepsi positif melemah. Dari Desember 2021 hingga Februari 2022," tukasnya.

Masyarakat Tolak Penundaan Pemilu

LSI juga merilis hasil survei berkaitan dengan perpanjangan masa jabatan Presiden Joko Widodo atau penundaan Pemilu 2024. Hasilnya, apa pun alasan di balik penundaan pemilu, mayoritas masyarakat menolak usulan tersebut.

Dalam survei, masyarakat ditanya 3 jenis alasan perpanjangan masa jabatan Presiden Jokowi atau penundaan pemilu. Pertama berkaitan dengan alasan pandemi, kedua berkaitan dengan pemulihan ekonomi, dan yang ketiga berkaitan dengan alasan keberlanjutan pembangunan Ibu Kota Negara (IKN). Berikut hasilnya:

1. Alasan Pandemi COVID-19

- Seluruh responden: 70,7% menolak

- Responden yang mengetahui isu: 74% menolak

- Responden yang tidak mengetahui isu: 67,5% menolak

"Secara keseluruhan 70,7 persen menyetujui pendapat kedua, artinya menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Di kalangan yang tahu atau aware akan isu ini, artinya mendapat informasi bahwa ada usulan perpanjangan masa jabatan itu, penolakan lebih tinggi lagi, yaitu 74 persen. Kemudian di kalangan yang tidak tahu isu ini penolakannya sedikit lebih rendah, tapi tetap mayoritas, yaitu 67,5 persen," kata Djayadi.

2. Alasan Pemulihan Ekonomi

- Seluruh responden: 68,1% menolak

- Responden yang mengetahui isu: 74,3% menolak

- Responden yang tidak mengetahui isu: 62,2% menolak

"Sama dengan yang tadi, dengan alasan ekonomi, 68,1 persen masyarakat secara keseluruhan menolak ide perpanjangan itu. Mereka cenderung lebih sepakat dengan sesuai UUD 45, presiden harus dipilih rakyat dan dibatasi oleh hanya dua masa jabatan presiden selama 5 tahun dan Presiden Jokowi harus mengakhiri jabatannya pada 2024 meski pandemi belum berakhir," ucapnya.

"Di kalangan yang tahu adanya isu ini, tingkat penolakan lebih tinggi, yaitu 74,3 persen. Di masyarakat yang tidak tahu, tingkat penolakan tetap mayoritas tapi sedikit lebih rendah, 62,2 persen," lanjutnya.

3. Alasan Pembangunan Ibu Kota Negara Nusantara

- Seluruh responden: 69,6% menolak

- Responden yang mengetahui isu: 75,5% menolak

Baca Juga: Artis Nyaleg Tak Hanya Modal Tenar Belaka

- Responden yang tidak mengetahui isu: 64,0% menolak

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Sama dengan dua pertama, baik karena alasan ekonomi, alasan pandemi atau alasan IKN, sikap dasar masyarakat adalah menolak. Sebanyak 69,6 persen masyarakat lebih setuju dengan pendapat kedua atau menolak perpanjangan masa jabatan presiden. Di antara yang tahu dengan isu ini penolakan juga lebih tinggi, yaitu 75,5 persen. Maka sikap dasar masyarakat menolak mayoritas 69,6 persen," jelasnya.

Dia mengatakan, adanya kesimpulan menarik dari ketiga alasan tersebut. Dia menyebut, semakin masyarakat mengetahui isu perpanjangan masa jabatan presiden atau penundaan pemilu, masyarakat akan semakin menolak.

"Apa yang bisa kita lihat? Ada dua. Satu, isu perpanjangan masa jabatan presiden itu ditolak oleh masyarakat Indonesia menurut survei ini. Kedua, kalau isu ini makin disebarkan, makin diketahui publik, maka tingkat penolakan cenderung makin tinggi, makin diketahui isu ini masyarakat semakin menolak. Sikap dasar masyarakat adalah menolak perpanjangan itu, tapi begitu masyarakat tahu ada informasi, ada upaya untuk memberikan usulan, tingkat penolakan menjadi lebih tinggi. Itu dua hal yang bisa saya tekankan," katanya.

Ini hasil survei tingkat kepuasan atas kinerja Presiden Jokowi:

- Sangat Puas 7,5%

- Cukup Puas 58,8%

- Kurang Puas 23,7%

- Tidak Puas Sama Sekali 6,2%

- Tidak Tahu 3,8%

"Survei kali ini pada Februari 2022 menemukan bahwa tingkat kepuasan terhadap presiden ada di angka 66,3 persen. Masih bagus jadi mayoritas masyarakat menyatakan puas atas kinerja Pak Jokowi sebagai presiden," katanya.

Baca Juga: Trengginas Sebagai Oposisi, PDIP Akan Goyahkan Rezim Selanjutnya?

Djayadi lantas menunjukkan data tren kepuasan atas kinerja Presiden Jokowi. Hasilnya ternyata kepuasan terhadap kinerja Jokowi pada Februari 2022, yakni 66,3 persen, menurun cukup besar dibandingkan Desember 2021, yakni 71,4 persen.

"Ada penurunan terhadap tingkat kepuasan kinerja Presiden kalau dibanding Desember 2021 berdasarkan survei kali ini, dari 71,4 persen jadi 66,3 persen," ucapnya.

Djayadi mengatakan, berdasarkan pembagian faktor pendidikan, masyarakat berpendidikan tinggi lebih tidak puas dibandingkan masyarakat yang tidak berpendidikan.

"Tingkat kepuasan terhadap kinerja Presiden merata di semua segmen masyarakat baik di segi gender, usia, etnis kemudian agama, pekerjaan, pendidikan. Yang agak rendah tingkat kepuasannya ada di masyarakat yang berpendidikan tinggi yang kuliah, tapi masih di angka puasnya 49 persen," jelasnya.

Diketahui, survei LSI ini digelar dalam rentang waktu 25 Februari hingga 1 Maret 2022 dengan melibatkan 1.197 responden yang dipilih acak di 34 provinsi, yang terdistribusi secara proporsional.

Survei ini mewakili 71 persen dari populasi pemilih nasional. Adapun metodologi survei dilakukan dengan multistage random sampling dengan margin of error kurang-lebih 2,89 persen dan tingkat kepercayaan mencapai 95 persen.

Wawancara dilakukan dengan metode via telepon sebanyak 296.982 responden yang pernah diwawancarai secara tatap muka langsung dalam rentang 3 tahun terakhir.

Secara rata-rata, sekitar 71 persen di antaranya memiliki nomor telepon dan jumlah sampel yang dipilih secara acak untuk ditelepon sebanyak 12.613 data, dan yang berhasil diwawancarai dalam durasi survei yaitu sebanyak 1.197 responden.

Reporter: Pahlevi

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU