Lapas Tangerang dan Menteri “Cap Kaki Tiga”

author optikaid

- Pewarta

Jumat, 17 Sep 2021 10:53 WIB

Lapas Tangerang dan Menteri “Cap Kaki Tiga”

Optika.Surabaya. Yasonna Laoly, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), tampaknya cukup kuat. Banyak kasus tentang Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) dan politik lainnya yang menimpa dirinya sejak dia menjadi menteri, 2014 sampai saat ini, namun belum juga menggoyahkan kedudukanya. Apa yang bakal terjadi setelah Lapas Kelas 1 Tangerang, Provinsi Banten, terbakar secara tragis Rabu, (08/09/2021), pukul 01.45 WIB?

Kebakaran tragis itu menelan korban jiwa 48 orang secara mengerihkan: pintu tahanan Blok Chandiri Nengga 2 (C2) terkunci sehingga banyak tahanan yang terbakar oleh api. Diantara 48 orang narapidana meninggal itu ada 2 warga negara asing: dari Afrika Selatan dan Portugal.

Kebakaran besar dan tragis itu disorot secara luas oleh masyarakat dunia. Sebagian besar media cetak dan digital Indonesia memberitakan, mengulas, dan menganalisis mulai kebakaran sampai dengan hari ini. Di tengah suasana pandemi Covid 19 yang masih mencekam, lapas Kelas 1 Tangerang menambah kepedihan dan suasana tragis bangsa Indonesia.

Berbagai berita luar negeri tidak mau ketinggalan. Media massa luar negeri menulis tragedi tersebut dengan tajam: sebagai tragedi kemanusiaan yang tragis dan mengerihkan. Hari Rabu (08/09/2021) itu media asing dengan cepat dan serentak menyoroti kebakaran tragis tersebut. Menurut Reuters kebakaran ini adalah paling mematikan di Indonesia setelah peristiwa meninggalnya 47 orang akibat ledakan kembang api di pabrik pada 2017.

Perlu diingat pada 26 Oktober 2017, terjadi ledakan disertai kebakaran besar di dalam sebuah pabrik kembang api di wilayah Kosambi, Kabupaten Tangerang, Banten. Peristiwa itu menelan korban 48 orang tewas dan 52 orang lainnya luka-luka berat hingga ringan.

Media asing itu antara lain Reuter dari London Inggris, CNN (Cable News Network) dari AmerikaSerikat, New York Times dari Amerika Serikat, The Guardian dari London, Deutshe Welle dari Jerman, ABC dari Australia, Al Jazeera dari Doha-Qatar, The Wasington Post dari Amerika Serikat, dan Anadolu Agency Media dari Turki. Mereka menganggap kebakaran itu adalah tragedi kemanusiaan besar dan serius.

Laoly mengakui bahwa saat terbakar pintu sel terkunci, urainya saat jumpah persnya, Rabu (08/09/2021).

Itu sesuai dengan protap lapas, elaknya saat ditanyakan keadaan sel tahanan C2. Laoly juga mengakui bahwa lapas di Indonesia keadaan over capacity. Bahkan sejak dulu keadaan over capacity tersebut, penjelasannya dengan semangat.

Desakan Laoly Mundur

Tragedi kemanusiaan besar itu segera memunculkan reaksi politik, hukum dan sosial di Indonesia. Sorotan tertuju pada keprihatinan keadaan lapas di Indonesia: mulai manajemen, fasilitas, keamanan, dan konsep peradilan pidana di Indonesia. Di atas semua itu sorotan tajam mulai ditujukan kepada Kemenkumham, Yasonna Laoly, yang telah memegang jabatan tersebut sudah 2 periode.

Anggota Komisi III DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) dari Partai Amanat Nasional (PAN), Syarifuddin Sudding, mendesak Laoly untuk mundur dari Menkumham sebagai pertanggungjawaban secara moral.

"Pak Yasonna yang harus tanggung jawab penuh. Bukan cuma di tingkat Ditjen dan Kalapas. Jangan menyalahkan Kalapas, kan kebijakannya di Menkumham," kata Sudding kepada wartawan Kamis (9/9/2021). Politikus PAN itu menilai masalah di Lapas Indonesia itu amat kompleks, sehingga butuh tindakan nyata untuk melakukan pembenahan.

Fadli Zon, politisi Partai Gerindra, mengatakan pemerintah telah gagal menyelesaikan persoalan lapas secara sistemik dan fisik. Padahal, menurutnya, 41 narapidana di Lapas Kelas I Tangerang wajib dilindungi oleh negara, lewat cuitan di akun Twitternya @fadlizon, Kamis (09/09/2021)

"Artinya, pemerintah gagal selesaikan soal ini, baik secara sistemik maupun fisik. 41 napi warga RI wajib dilindungi tumpah darahnya," cuitannya. Fadli pun menilai Menkumham Yasonna Laoly sebagai salah satu yang harus bertanggung jawab atas insiden di Lapas Kelas I Tangerang tersebut. Dia mendesak Yasonna Laoly mundur dari jabatannya.

Desakan mundur kepada Laoly juga muncul dari koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat, LBH Jakarta, LPBH Nahdlatul Ulama (NU) Tangerang, dan Imparsial. Mereka mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) agar memberhentikan Yasonna Laoly dari jabatan Menkumham.

Menurut pengacara LBH Masyarakat, Maruf Bajammal, kebakaran Lapas kelas 1 Tangerang itu ada unsur kelalaian pemerintah sehingga mengakibatkan kebakaran terjadi. Padahal, menurutnya, kejadian itu bisa diantisipasi agar tidak menimbulkan korban jiwa sebanyak itu.

"Berdasar hal itu, LBH Masyarakat, LBH Jakarta, LPBH NU Tangerang, dan Imparsial mendesak Presiden dan DPR untuk segera memberhentikan Menkumham Yasonna Laoly," kata Maruf dalam konferensi pers virtual, Minggu (12/09/2021).

Hussein Ahmad, peneliti Imparsial, juga mendesak Laoly untuk mudur. Menurut Hussein Laoly sudah tahu lapas Indonesia banyak yang kapasitasnya over tetapi belum ada perbaikan yang signifikan, baik dari perspektif konsep hukum maupun administrasi dan tata kelola lapas.

Sejak 2019 ada 13 kasus lapas yang terbakar dengan alasan  over capacity. Laoly selama 2 tahun ini tidak melakukan perbaikan. Apalagi Laoly sudah 2 kali periode masa jabatan. Karena itu layak dia bertanggung jawab dan mundur, urainya dalam program Townhall Metro TV, Senin 13/09/2021, Jam 20.59 WIB.

Desakan mundur buat Laoly juga dikatakan oleh Usman Hamid.  Usman Hamid, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, mengatakan bahwa kebakaran lapas Tangerang mengindikasikan masalah hak asasi manusia (HAM). Hal ini merupakan masalah Ham yang serius.

Menurut Tap MPR No 6 Tahun 2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa, dikatakan bahwa setiap pejabat yang tidak mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya, apalagi jika sampai menghilangkan nyawa orang maka harus siap mundur. Etika politiknya demikian, tambah Usman dalam program Townhall Metro TV itu juga.

Usman Hamid memang mengakui bahwa tanggung jawab terhadap lapas tidak tanggung jawab Kemenkumham saja. Ada banyak Lembaga dan stakeholder ikut berperan dalam perbaikan lapas.

Jika dilihat dari over kapasitas maka peradilan, kejaksaan, dan kepolisian harus bertanggung jawab pula. Karena mereka mengembangkan dan melaksanakan sistem peradilan yang menyebabkan orang gampang dipidana. Orang gampang dimasukkan penjara. Kasus narkoba, misalnya, kata aktivis HAM itu.

Pemerintah dan DPR bertanggung jawab karena mereka yang membuat aturan sistem hukum pidana yang gampang mempidanakan orang. Wacana perbaikan konsep sistem hukum pidana ini sejak lama berkembang tapi belum diperbaiki juga. Di sini Kemenkumham belum melakukan perbaikan, keterangan Usman lebih rinci.

"Mereka manusia yang berhak atas kondisi penjara yang layak dan hak atas kesehatan," katanya.

Ia mengingatkan, semua tahanan berhak diperlakukan secara manusiawi dan bermartabat. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar lapas haruslah menyediakan ruang, penerangan, udara dan ventilasi yang memadai.

Maruf Bajammal, pengacara publik LBH Masyarakat, mengatakan bahwa selain Yasonna Laoly, Direktur Jenderal Pemasyarakatan Reynhard SP Silitonga, Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Banten Agus Toyib, dan Kepala Lapas Klas I Tangerang Viktor Teguh, juga didesak mundur dari jabatannya.

"Kelalaian Kemenkumham, Ditjen Pas, KAKanwil Kemenkumham Banten, serta Kepala Lapas Tangerang, yang dapat dimintakan pertanggungjawaban di mta hukum," jelas Maruf saat mengikuti program MetroTV, Senin 13 September 2021 12:30.

Desakan ini sesuai dengan ketentuan hokum. Dia merujuk pada Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menurut Maruf, pemerintah bisa dimintakan pertanggungjawaban karena lalai memenuhi kewajibannya untuk melindungi warga negara Indonesia, termasuk warga binaan atau narapidana.

"Merujuk Pasal 1 Ayat 3 UUD 1945 menjadikan Indonesia sebagai negara hukum, oleh karena itu segala kelalaian atas kewajiban pemerintah memiliki konsekuensi hukum sehingga dapat dimintakan pertanggungjawaban di hadapan hukum, termasuk pejabat negara sekalipun," kata Maruf.

"Kapasitas penjara yang terbatas dengan jumlah penghuni yang berlebihan adalah akar masalah serius dalam sistem peradilan pidana di Indonesia," nilai dia. "Pemerintah mestinya dapat membebaskan mereka yang seharusnya tidak perlu  ditahan, termasuk tahanan hati nurani dan orang-orang yang ditahan atas dasar pasal-pasal karet dalam UU ITE," jelasnya. Sebab penahanan dan pemenjaraan orang yang karena hanya mengekspresikan pendapat secara damai, tidak bisa dibenarkan dalam situasi apapun.

Lebih lanjut dia menguraikan bahwa dimasa pandemi, kelebihan muatan lapas dapat membahayakan kesehatan dan bahkan nyawa tahanan.

"Pemerintah harus bertanggungjawab dan segera mengusut apa sebab kebakaran tersebut dan memastikan semua hak keluarga korban terpenuhi," pungkasnya.

Reaksi Yasonna Laoly

Berbagai desakan dari politisi dan kelompok masyarakat sipil di atas direspon dengan sederhana oleh Laoly. Laoly menyebut, dirinya memilih untuk tidak memikirkan hal itu. Menurutnya, persoalan mundur atau tidak mundur adalah kewenangan Pemerintah Pusat. Daripada memikirkan hal itu, kata Laoly, pihaknya lebih memilih untuk fokus menangani musibah kebakaran ini. Hal tersebut disampaikan oleh Laoly Sabtu (11/9/2021).

"Kami tidak memikirkan hal itu, itu urusan pimpinan, yang kami pikirkan sekarang menyelesaikan persoalan ini secepat mungkin," terang Yasonna. Menurutnya, dalam kejadian seperti ini, pasti akan muncul banyak suara-suara publik. Menanggapi hal tersebut, kata Laoly, pihaknya tidak akan terganggu. Dia menganggap insiden ini merupakan kejadian tak terduga atau musibah.

Sementara itu Asrul Sani, Wakil Ketua MPR RI, membela Laoly dengan mengatakan pengunduran diri menteri tidak akan menyelesaikan masalah. Yang utama adalah menyelesaikan masalah kebakaran dan dampaknya ini. Begitu pula Arteria Dahlan, politisi PDIP, bahkan menyerang balik desakan Fadli Zon yang meminta mundur Laoly dengan mengatakan Solusi untuk mundur itu yang saya katakan, Anda waras tidak?" kata Arteria Dahlan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Menteri Cap Kaki Tiga

Hasil diskusi ahli di kantor Optika.id, Kamis (16/09/2021), menyimpulkan secara analisis ada 3 poin kuatnya Laoly sebagai Menkumham.

Poin (1) adalah menteri itu milik presiden. Menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, Menteri adalah pembantu presiden yang meminpin kementerian. Menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Dengan demikian Menteri adalah miliknya presiden.

Poin (2) Menteri milik parpol yang mengusung. Sebagian menterinya Jokowi diusung oleh parpol koalisi pemerintah. Laoly adalah Menteri yang diusulkan sendiri oleh Megawati, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (Ketum DPP PDIP). Dengan demikian dia adalah milik Megawati, milik PDIP.

Tunduknya presiden terhadap parpol pengusung menteri disebabkan sistem proporsional dalam pemilu legislatif (pileg). Sistem pemilu proporsional menyebabkan jumlah parpol di DPR berjumlah banyak.

Hasil pileg 2019 ada 9 parpol, lolos parliamentary threshold 4 persen, dari 16 parpol peserta pemilu. Sementara itu PDIP memperoleh128 kursi (19,33%). PDIP pemenang pileg 2019, tetapi suaranya tetap minoritas dalam DPR. Akibatnya Jokowi harus mengingkari janjinya tidak mau melakukan politik dagang sapi dengan parpol. Bahkan Jokowi memperbolehkan Ketum parpol menjadi Menteri, yaitu Airlangga Hartarto Ketum DPP Partai Golkar.

Laoly adalah Menteri yang diajukan oleh Megawati, Ketum DPP PDIP. Dia milik PDIP juga milik Megawati. Di sisi lain dia juga milik Jokowi karena UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara.

Kasus Politik, Kaki Ketiganya

Poin (3) secara hipotesis kecekatan dan keberanian Laoly dalam menyelesaikan masalah politis memberi kontribusi terhadap kedudukan Laoly sebagai menteri. Kemampuan dan keberaniannya ikut dalam kasus politik krusial menjadi poin Laoly. Kasus Komisaris jenderal Polisi Budi Gunawan (BG) setelah ditetapkan KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) sebagai tersangka gratifikasi di internal kepolisian. Dugaan yang berkembang saat itu Laoly ikut mengurai kasus tersebut.

BG setelah ditetapkan tersangka oleh KPK, pada 2015, tidak terima lalu mengajukan gugatan  praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Selatan. Yasonna sempat terlihat keluar-masuk rumah Megawati pada akhir Januari 2015. Di bulan Februari 2015 Yasonna dituding mengatur kemenangan BG dalam praperadilan oleh "pihak tak dikenal" lewat sebuah "surat kaleng".

Yasonna membantahnya, tapi hasil praperadilan sesuai dengan tudingan yang termaktub dalam surat kaleng tersebut: BG menang praperadilan.

Kasus penyuapan mantan anggota KPU (Komisi Pemberantasan Korupsi) Wahyu Setiawan (WS). Kasus itu merupakan penyuapan oleh Harun Masiku, politisi PDIP, kepada WS agar Harun Masiku bisa mengganti Nazarudin Kiemas yang wafat Maret 2019. Secara hukum yang menggantikan Nazarudin Kiemas adalah Riezky Aprilia karena nomor uratnya di bawah Nazarudin Kiemas. Sidang Pleno KPU menetapkan Riezky Aprilia pengganti Nazarudin Kiemas.

Harun Masiku berusaha mengubah Keputusan Sidang Pleno KPU dengan cara menyuap WS agar dia yang menggantikan Nazarudin Kiemas melalui PAW (Pergantian Antar Waktu). Saat proses penyuapan Harun Masiku sedang berjalan WS ditangkap KPK dalam operasi OTT (Operasi Tangkap Tangan). Dalam pemeriksaan KPK dan dalam persidangan ada indikasi kuat dana penyuapan itu dipengaruhi oleh PDIP.

Kasus penyuapan itu menempatkan Harun Masiku sebagai aktor kunci untuk menguak kemungkinan keterlibatan aktor di dalam DPP PDIP. Harun Masiku segera lari. Raibnya Harun Masiku segera menggemparkan perpolitikan dan dunia hukum di Indonesia. Laoly diduga ikut campur dalam membentengi PDIP menghadapi kasus tersebut, meskipun posisinya sebagai Menkumham.

Laoly ikut menemani Tim Hukum DPP PDIP saat jumpah pers, Rabu, 15 Januari 2020. Bahkan Laoly diduga ikut terlibat pembentukan Tim Hukum PDIP tersebut. Dan itu disetujui oleh Istana. Laoly pun membuat pernyataan yang kontroversial tentang kaburnya Harun Masiku ke Singapore. Padahal menurut Ditjen Imigrasi, Sompi, Harun Masiku masih terdeteksi di Indonesia.

Kontroversial itu memunculkan polemik dan kritikan dari ICW (Indonesian Corruption Watch), Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada Oce Madril, dan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi mendesak Laoly selaku Menkumham harus ikut bertanggung jawab. Mereka mendesak Yasonna segera mundur dari jabatannya. Koalisi Masyarakat Anti Korupsi terdiri dari ICW, TII, YLBHI, KontraS, LBH Jakarta, PSHK, Imparsial, PBHI, ICEL, dan Senarai Riau.

Laoly juga dianggap terlibat dalam kasus dualisme kepemimpinan DPP Partai Golkar dan DPP Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Konflik berkepanjangan dalam kepemimpinan DPP Partai Golkar dan PPP karena dianggap ada interensi pemerintah, utamanya Kemenkuham sehingga mengakibatkan lemahnya kekuatan Partai Golkar dan PPP saat itu.

Kasus Lapas Periode Yasonna Laoly

Sejak menjadi Menkumham dijabat Yasonna Laoly, Tahun 2014, berbagai masalah lapas muncul. Permasalahan lapas antara lain sebagai berikut:

  1. Lapas Lambaro, Aceh Besar.
    Kerusuhan terjadi di Lembaga Permasyarakatan (LP) Kelas II A Banda Aceh di Lambaro, Aceh Besar 6 November 2015. Ratusan narapidana di penjara tersebut mengamuk. Mereka kesal lantaran tidak mendapat air untuk mandi dan kebutuhan lainnya selama beberapa hari. Ratusan napi lalu mengamuk dengan melempar batu ke arah kantor penjara. Kepulan asap juga muncul dari dalam Lapas Lambaro. Usai kerusuhan, Kalapas di tempat tersebut dicopot dari jabatannya.
  2. Lapas Kerobokan, Bali.
    Keributan terjadi antar narapidana Lapas Kerobokan, Denpasar, Bali pada 17 Desember 2015. Polisi langsung datang ke lokasi untuk mengamankan. Keributan yang terjadi tersebut melibatkan dua kelompok yang ada di lapas. Akibat kerusuhan, empat narapidana dinyatakan tewas.
  3. Rutan Malabero, Bengkulu
    Insiden pembakaran oleh narapidana terjadi di rumah tahanan Bengkulu pada 25 Maret 2016. Sebanyak lima orang meninggal dunia akibat insiden tersebut dan ratusan napi lainnya dievakuasi. Tahanan mengamuk dan melawan petugas dengan menjebol pintu hunian dan membakar seluruh blok, kecuali blok wanita. Kerusuhan dan kebakaran terjadi karena ada pelanggaran SOP yang dilakukan oleh petugas. Tahanan tidak terima lalu mengamuk hingga membuat kerusuhan.
  4. Lapas Banceuy, Bandung.
    Kerusuhan terjadi di Lapas Narkotika Kelas IIA Banceuy, Jalan Soekarno-Hatta, Bandung, Jawa Barat 23 April 2016. Napi mengamuk dan membakar penjara. Mereka marah karena ada napi yang meninggal dunia. Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly yang langsung meninjau ke lokasi mengatakan kerusuhan bermula dari penemuan narapidana yang tewas gantung diri di dalam sel. Namun, narapidana lainnya mengira kematian tersebut bukan karena bunuh diri. Mereka curiga kawannya dianiaya, sehingga kerusuhan pun terjadi.
  5. Rutan Sianglang Bungkuk, Pekanbaru.
    Lebih dari 400 lebih tahanan di Rumah Tahanan Klas IIB Sianglang Bungkuk, Pekanbaru, Riau, kabur dengan cara merusak pintu rutan pada 5 Mei 2017. Para tahanan yang kabur mayoritas berasal dari blok C. Di sana dihuni oleh tahanan kasus narkotika dan pidana umum. Kondisi rutan yang kelebihan tahanan diduga menjadi faktor para tahanan melarikan diri. Rutan berkapasitas 361 orang itu diisi 1.870 orang. Kepala Rutan lantas dicopot dari jabatannya.
  6. Lapas Permisan Nusakambangan
    Bentrokan kelompok John Kei dengan narapidana kasus terorisme di Lapas Klas IIA Permisan Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah terjadi pada 7 November 2017. Kelompok napi teroris dari Blok Tempo kamar 3 menyerang ke Blok Tempo kamar 1 yang dihuni John Kei dan anak buahnya. Mereka menyerang dengan menggunakan balok kayu proyek dan batu-batu yang ada di sekitar Blok Tempo. Mengetahui penyerangan itu, para napi kasus pidana umum lain membantu kelompok John Kei. Satu orang anak buah John Kei tewas setelah sempat mendapat perawatan.
  7. Lapas Sukamiskin, Bandung.
    Ombudsman Republik Indonesia melakukan inspeksi mendadak di sejumlah lembaga pemasyarakatan yang berada di Bandung, 14 September 2018. Salah satunya adalah Lapas Sukamiskin, tempat para terpidana kasus korupsi, termasuk Setya Novanto. Dalam inspeksinya, Ombusdman menemukan kamar yang ditempati terpidana kasus korupsi pengadaan e-KTP Setya Novanto lebih luas dan mewah ketimbang tahanan lainnya. Hal ini lalu menjadi sorotan publik, Menkumham Yasonna Laoly sempat didesak mundur karena temuan itu.
  8. Lapas Langkat, Sumatera Utara.
    Kericuhan di Lembaga Permasyarakatan Narkoba di Jalan Simpang Farm Desa Domba, Kecamatan Hinai, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, akibat razia narkoba yang dilakukan petugas di dalam lapas, Kamis (16/5/2019). Kejadian bermula ketika para napi tak terima atas razia yang dilakukan sipir di dalam lapas. Para napi mengamuk setelah petugas menemukan narkoba di dalam salah satu blok. Temuan dalam razia itu dibawa petugas sipir sebagai barang bukti. Akan tetapi, para napi tak terima dan mengejar petugas. Ratusan napi menjebol bangunan lapas serta merusak serta membakar sepeda motor dan mobil yang terparkir. Ratusan napi dilaporkan kabur.

Diperiksa KPK terkait KTP-el

Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), Yasonna Laoly terkait dugaan korupsi megaproyek pengadaan KTP elektronik (KTP-el).

"Yang bersangkutan diperiksa untuk tersangka MN (Markus Nari)," ujar Juru bicara KPK, Febri Diansyah kepada wartawan di Jakarta, Selasa, 25 Juni 2019.

Markus Nari saat itu berstatus terdakwa dalam kasus yang merugikan uang negara Rp 2,7 triliun dari total anggaran Rp 5,9 triliun. Markus diduga berperan memuluskan pembahasan dan penambahan anggaran proyek KTP-el di DPR.

Berdasar fakta persidangan, Markus bersama sejumlah pihak lain meminta uang kepada Irman (saat itu Dirjen Dukcapil Kemendagri) sebanyak Rp 5 miliar pada 2012. Uang itu diduga untuk memuluskan pembahasan anggaran perpanjangan proyek KTP-el tahun 2013 sebesar Rp 1,49 triliun.

Bergantung Jokowi dan Megawati

Desakan mundur terhadap Laoly sudah berkali-kali dilakukan masyarakat sipil dalam berbagai kasus hukum dan politik. Desakan dari masyarakat sipil itu tampaknya tidak berpengaruh besar terhadap posisi Laoly. Dan Laoly pun menjawab berbagai kritik dan desakan tersebut dengan respon yang sederhana: soal Menteri itu kewenangan Presiden.

Inti dari masalah mundur atau tidak seorang Menteri itu bukan dari desakan masyarakat sipil, tetapi bagaimana persepsi dan evaluasi pemilik menteri tersebut terhadap keadaan desakan tersebut dan Kegunaan menteri tersebut. Masyarakat boleh berkata dan berteriak, bahkan bisa gaduh, tetapi kata putus mutlak dari pemilik Menteri tersebut. Termasuk soal kebakaran mengerihkan Lapas Kelas 1 Tangerang, Banten, meskipun media luar negeri juga berteriak.

*

Aribowo

Diskusi ahli Optika.id Kamis, (16/09/2021). Tim ahli itu terdiri dari Prof Kacung Marijan, MA, Ph.D, Prof Dr Muhammad Zaidun, SH, MA, Prof Rahma Ida, MA, Ph.D, Dr Muhammad Asfar, dan MA, Dr Abdul Aziz, MA

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU