La Nyalla: Presidential Threshold Dapat Timbulkan Korupsi

author angga kurnia putra

- Pewarta

Rabu, 15 Des 2021 05:56 WIB

La Nyalla: Presidential Threshold Dapat Timbulkan Korupsi

i

La Nyalla: Presidential Threshold Dapat Timbulkan Korupsi

Optika.id-Ketua DPD RI AA La Nyalla Mahmud Mattalitti mengatakan, ambang batas presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen memiliki biaya politik yang tinggi sehingga berpotensi menimbulkan kasus korupsi.

"Presidential threshold 20 persen itu mengakibatkan biaya politik menjadi tinggi. Sangat mahal. Biaya politik tinggi menyebabkan adanya potensi politik transaksional. Ujung-ujungnya adalah korupsi," kata La Nyalla dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (14/12/2021).

Baca Juga: Muhdlor Ajukan Praperadilan, KPK Bersedia Hadapi

Jika ambang batas presiden ditiadakan atau turun menjadi 0 persen, menurut dia, tidak akan ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi.

Oleh karena itu, dalam pertemuannya dengan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri, dia menyampaikan bahwa DPD sedang menggugat soal ambang batas presiden yang sebesar 20 persen agar turun menjadi 0 persen.

"Presidential treshold setinggi itu akan membatasi munculnya tokoh dan figur terbaik bangsa dari berbagai elemen untuk jadi pemimpin dan yang akan terjadi adalah kompromi-kompromi politik," ujarnya.

La Nyalla meyakini hal itu karena faktanya sudah ada tujuh partai politik berkoalisi, yang jumlahnya sudah menguasai 82 persen kursi di DPR RI.

Selain kompromi tidak sehat, lanjut dia, ambang batas presiden sebesar 20 persen juga dapat menyebabkan konflik yang tajam di tengah masyarakat.

"Karena calonnya cuma dua. Membelanya sampai mati-matian. Yang terjadi kemudian berselisih dan bertengkar. Itu masih terjadi sampai saat ini," ucap La Nyalla.

Baca Juga: Demokrasi Tergerus, LaNyalla: Sistem Pilpres Liberal Penyebab Penurunan Kualitas Demokrasi

La Nyalla juga menyinggung terkait dengan undang-undang yang bersifat koruptif bila tidak menguntungkan rakyat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Kalau menurut saya, sebuah undang-undang yang memberikan ruang penyerahan hajat hidup orang banyak kepada mekanisme pasar, kemudian merugikan rakyat, itu sejatinya undang-undang yang koruptif," papar anggota DPD RI asal Daerah Pemilihan Jawa Timur itu.

Ke depan, DPD RI ingin bisa bersinergi dengan KPK dalam pemberantasan korupsi. Tidak hanya di daerah, tetapi juga skala nasional.

Baca Juga: 14 Camat di Pemkab Probolinggo Diperiksa KPK, Ini Daftarnya

Reporter: Angga Kurnia Putra

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU