Konflik Rusia-Ukraina, Guru Besar UI: Indonesia Harus 'Bebas dan Aktif' dan Tak Memihak

author Jenik Mauliddina

- Pewarta

Senin, 07 Mar 2022 16:49 WIB

Konflik Rusia-Ukraina, Guru Besar UI: Indonesia Harus 'Bebas dan Aktif' dan Tak Memihak

i

Konflik Rusia-Ukraina, Guru Besar UI: Indonesia Harus 'Bebas dan Aktif' dan Tak Memihak

Optika.id - Konflik antara Rusia dan Ukraina menjadi isu yang mendapatkan perhatian besar masyarakat Internasional. Beberapa akademisi yang tergabung dalam Forum Insan Cita, Minggu, (6/3/2022) malam, menyatakan pandangan terhadap sikap yang harus diambil Indonesia dalam konflik negara bertetangga itu.

Seperti diketahui, salah satu hal yang menjadi pemicu konflik Rusia dan Ukraina adalah keinginan Ukraina masuk menjadi anggota NATO. Sementara Rusia terang-terangan menolak keinginan Ukraina tersebut.

Baca Juga: Tahun 2023 Makin Panas! Zelenskyy dan Putin Sama-Sama Janjikan Kemenangan

NATO adalah kependekan dari North Atlantic Treaty Organization atau dalam bahasa Indonesia disebut Pakta Pertahanan Atlantik Utara. NATO merupakan organisasi militer di kawasan Atlantik Utara yang terdiri negara-negara Eropa, Amerika Serikat dan Kanada yang khawatir terhadap invasi Uni Soviet ke Eropa Barat.

Sementara Rusia menginginkan agar NATO menjamin bekas negara Soviet, dilarang secara permanen bergabung dengan aliansi yang dipimpin Amerika Serikat (AS) tersebut. Menyerukan agar NATO menghentikan semua aktivitas militer di Eropa Timur, dan menyalahkan aliansi itu karena merusak keamanan di kawasan.

Lalu, Bagaimana posisi Indonesia di tengah konflik negara bertetangga itu yang dinilai sarat kepentingan?

Menurut akademisi sekaligus Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, dari kacamata hukum internasional, harus ada silang pendapat dari dua kacamata yang berbeda.

"Serangan Rusia ke Ukraina adalah bentuk demiliterisasi yang dilakukan Rusia terhadap ikut campur AS dan NATO terhadap Negara Ukraina. Seperti yang dilakukan AS kepada Iran, Kuba, Panama. Sementara, Ukraina menganggap hal itu adalah bentuk invasi militer terhadap negara yang merdeka. Jadi banyak pandangan. Kita harus adil di sini," ujarnya.

Ia mengingatkan masyarakat untuk tidak terpancing untuk membela satu pihak. Kedua negara adalah sahabat Indonesia. Sementara menurutnya banyak kepentingan dibalik konflik ini dan harus dilihat banyak sisi. 

"Kita tahu dibalik Ukraina ada kepentingan NATO dan Amerika. Sementara Rusia khawatir tentang ikut campur NATO ke Ukraina ibaratkan menaruh moncong rudal ke Moskow langsung, jadi masalah ini tidak sesederhana itu," imbuhnya.

Ia mendorong Indonesia untuk menegakkan prinsip hubungan Internasional yang 'Bebas dan Aktif' serta tidak memihak pada kepentingan pihak manapun.

Baca Juga: Putin Ingin Akhiri Perang Rusia-Ukraina, Ini Alasannya

"Indonesia sebagai presiden G20 perlu berperan dalam upaya mengakhiri perang, paling tidak sampai sampai disepakati gencatan senjata di Ukraina" ujar Rektor Universitas Jendral A.Yani itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Ia menilai, jangan sampai keegoisan dan kepentingan negara Ukraina mengancam keselamatan masyarakat sipil dan negara yang lain. Serta berharap kedua belah pihak menahan diri dan duduk di meja perundingan apa keinginan negara satu sama lain

"Indonesia harus berperan aktif dalam menegakan amanat undang-undang dasar 45 dan piagam PBB dengan menjunjung tinggi perdamaian dan keadilan bagi semua negara," tegasnya.

Sementara itu, Tirta N. Mursitama, Vice Rector Research & Technology Transfer BINUS University melihat ada kepentingan yang lebih utama untuk dilindungi dalam kondisi saat ini, yakni keselamatan masyarakat sipil.

"Mari kita lihat dari segi kemanusiaan, jatuhnya korban jiwa di kedua belah pihak berapapun jumlahnya itu sangat berharga, satu nyawa itu sangat berharga jangan sampai jatuh korban-korban yang lain. Jalan satu-satunya adalah duduk bersama memikirkan jalan tengahnya. Saya rasa seharusnya peran Indonesia yang bisa diambil," ujarnya di kesempatan yang sama.

Baca Juga: Bencana Militer Terbesar Rusia, Ukraina Bisa Usir Pasukan Putin di Akhir Tahun 2022

Hal senada juga Juga diungkapkan mantan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (2014-2019) Yuddy Chrisnandi, bahwa langkah-langkah Indonesia selanjutnya harus berperan aktif sebagai pemimpin negara non blok atau presiden G20. 

"Indonesia harus mengambil langkah mendamaikan keduanya. Kalau ada pendapat kenapa Ukraina tidak menarik diri dari NATO dan menjadi negara Netral? Usulan itu juga harus dijembatani. Begitu pula menghubungi presiden menghubungi langsung putin untuk berdialog langsung," paparnya. 

Reporter: Jenik Mauliddina

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU