Kemudahan Zaman Ternyata Berikan Banyak Risiko, Sudah Tahu Cara Mengatasinya?

author Seno

- Pewarta

Kamis, 07 Jul 2022 04:55 WIB

Kemudahan Zaman Ternyata Berikan Banyak Risiko, Sudah Tahu Cara Mengatasinya?

i

IMG-20220706-WA0045

Optika.id - Semua orang pasti sepakat bahwa perubahan zaman terasa semakin cepat dan canggih. Dalam jangka waktu sepuluh tahun saja, sudah banyak perubahan zaman yang terjadi. Tahun 2012 lalu, masih jarang anak-anak sekolah yang memiliki smartphone.

Belum sampai sepuluh tahun setelahnya, smartphone sudah dimiliki banyak orang tanpa memandang usia maupun status ekonomi. Saat ini, akses internet pun sudah sangat mudah, cepat, dan murah. Bahkan, hampir tidak ada batasannya karena setiap tempat umum hampir pasti menyediakan Wi-Fi dan banyak provider yang menawarkan paket internet unlimited.

Baca Juga: 5 Cara Mudah Membersihkan Headphone Agar Tidak Merusak Perangkat

Generasi sekarang sangat diuntungkan dengan berbagai kemudahan tersebut. Di zaman sekarang, apabila memiliki akses, seseorang bisa dengan mudah mendapatkan sesuatu, seperti halnya lirik lagu yang dinyanyikan Ariana Grande, I want it, I got it.

Ingin bepergian ke suatu tempat, tetapi tidak memiliki kendaraan? Aplikasi transportasi online siap mengantarmu kapan pun dan di mana pun. Ingin belanja, tetapi malas keluar rumah? Aplikasi belanja online menawarkan banyak pilihan barang yang bisa diantar langsung sampai ke rumahmu hanya dalam waktu beberapa hari. Lapar, tetapi malas memasak? Tinggal pesan melalui aplikasi, lalu makananmu akan tiba dalam beberapa menit.

Namun, semakin mudah bukan berarti bebas masalah. Di balik kemudahan-kemudahan tersebut, terdapat beberapa risiko yang mungkin akan berpotensi menjadi bahaya di kemudian hari.

Pertama, rentan kasus penipuan yang memicu meningkatnya kasus kriminalitas. Aplikasi pinjaman online (pinjol) yang menawarkan pinjaman uang berbunga sering menjadi permasalahan bagi orang-orang, terutama pada kalangan menengah ke bawah. Banyak orang yang terlilit utang karena meminjam uang di luar kesanggupan mereka membayarnya. Bahkan, tidak jarang ditemui kasus pinjol yang berawal dari gengsi, seperti anak muda yang memaksa ingin memiliki iPhone supaya bisa diterima di lingkungan pertemanannya.

Kedua, berkurangnya privasi. Media sosial sudah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Segala aktivitas dan hal-hal yang terjadi di sekitar sering dibagikan melalui media sosial. Namun, banyak orang lupa akan batasan tentang hal-hal yang layak menjadi konsumsi publik dan hal-hal yang seharusnya tetap berada di ranah privat. Hal tersebut berdampak terhadap kenyamanan, keamanan, dan keselamatan seseorang.

Ketiga, penyebaran isu atau berita bohong (hoax) yang memicu pertengkaran. Media sosial merupakan media yang dapat menyebarkan informasi secara pesat dan masif. Namun, kredibilitas informasi yang disebarkan masih perlu dipertanyakan. Tidak semua informasi yang beredar merupakan informasi yang benar. Bahkan, ada sekelompok orang yang memang memanfaatkan celah tersebut untuk menyebarkan ujaran kebencian atau membuat suatu kegaduhan secara sengaja. Hal tersebut dapat menimbulkan keributan hingga perundungan di dunia maya (cyber bullying).

Baca Juga: Pengolahan Air Bersih di Indonesia untuk Memenuhi Tujuan Sustainable Development Goals (SDGS)

Keempat, sulitnya memilih di antara banyaknya pilihan. Ketika dihadapkan dengan sedikit pilihan, seseorang dapat lebih mudah menentukan pilihannya. Berbeda halnya ketika seluruh dunia seolah ditampilkan di depan mata, seseorang cenderung akan kesulitan memilih suatu hal karena akan membandingkan pilihannya dengan banyaknya pilihan lain. Misalnya, konten-konten yang dipublikasikan di media sosial, seperti YouTube, TikTok, Instagram, dan Twitter. Dalam aplikasi tersebut, disajikan konten-konten yang tiada batas sehingga menyebabkan seseorang akan terus scrolling untuk melihat suatu konten yang sebenarnya belum tentu ia butuhkan. Hal tersebut berdampak terhadap psikologis seseorang dalam bermedia sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Dampak psikologis yang disebabkan oleh fenomena tersebut, salah satunya fear of missing out (FOMO) atau perasaan takut tertinggal oleh sesuatu. FOMO membuat seseorang merasa overwhelmed karena mencari sesuatu yang belum tentu perlu ia cari atau mengejar sesuatu yang belum tentu perlu ia kejar. Selain itu, echo-chamber yang diciptakan oleh algoritma media sosial mengarahkan seseorang menjadi close-minded.

Kemudian, dampak psikologis lainnya, yaitu seseorang cenderung menjadi lebih malas karena segalanya serbamudah, serta sulit untuk mengatur waktu karena candu dengan scrolling aplikasi.

Untuk mencegah hal-hal negatif tersebut, diperlukan kesadaran diri (self-awareness) yang baik. Sadarilah batasan-batasan antara dunia maya dengan dunia nyata. Manfaatkanlah pula perkembangan teknologi untuk pembangunan dan masa depan yang lebih baik, bukan malah menjadi manusia yang dikontrol oleh teknologi. Kemudian, pahamilah makna cukup dan syukur untuk membedakan kebutuhan dan keinginan. Cobalah kenali JOMO atau joy of missing out, yaitu perasaan tidak apa-apa ketika tertinggal sesuatu yang memang tidak ada pengaruhnya bagi kehidupan kita.

Baca Juga: Aplikasi Nanoteknologi pada Sel Surya untuk Keberlanjutan Energi!

Setiap manusia memiliki waktu dan porsinya masing-masing. Makna hidup dan kebahagiaan dirimu, kamu yang tentukan sendiri.

Oleh: Hizmellita Rifka Tania (Mahasiswa S1 Sosiologi, FISIP, Universitas Airlangga)

Editor: Pahlevi 

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU