Kemenkes Jawab Ada Motif Bisnis Dibalik Tes PCR

author optika

- Pewarta

Selasa, 09 Nov 2021 04:24 WIB

Kemenkes Jawab Ada Motif Bisnis Dibalik Tes PCR

i

Gambar1

Optika.id - Pemerintah melalui Kementerian Kesehatan memastikan akan melakukan evaluasi tarif swab RT-PCR secara berkala. Langkah itu dilakukan untuk memastikan tidak ada kepentingan bisnis di balik tarif yang ada.

Juru Bicara Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmidzi menegaskan, evaluasi tarif tidak dilakukan sendiri. Tetapi berkolaborasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Ia memastikan masyarakat mendapatkan pemeriksaan sesuai harga yang dibayarkan.

Baca Juga: Kemenkes Beberkan Syarat Rumah Bebas Polusi

"Penyesuaian tarif dilakukan berkala, menyesuaikan kondisi yang ada. Proses evaluasi merupakan standar yang kami lakukan dalam penentuan harga suatu produk maupun layanan, untuk menjamin kepastian harga bagi masyarakat," kata Nadia dilansir dari laman Kemenkes, Senin (8/11/2021).

Nadia menjelaskan, evaluasi terhadap tarif pemeriksaan RT-PCR oleh Kemenkes bersama BPKP sudah dilakukan tiga kali. Pertama pada 5 Oktober 2020 ditetapkan pemeriksaan RT-PCR Rp900.000. Kedua, pada 16 Agustus 2021 ditetapkan pemeriksaan RT-PCR Rp495.000 untuk Pulau Jawa dan Bali serta Rp525.000 untuk di luar Pulau Jawa dan Bali.

Terakhir pada 27 Oktober ditetapkan Rp275.000 untuk Pulau Jawa dan Bali dan Rp300.000 untuk di luar Pulau Jawa dan Bali. Nadia menjelaskan, dalam penentuan harga itu Kemenkes tidak berdisi sendiri. Akan tetapi dilakukan bersama dengan BPKP. Proses evaluasi harga ini menurut Nadia dilakukan untuk menutup masuknya kepentingan bisnis dan menjamin kepastian harga bagi masyarakat.

Masalah ada kepentingan bisnis di balik tarif RT-PCR mencuat setelah terbongkar ada dua menteri di kabinet saat ini, yakni Menteri BUMN Erick Thohir dan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, ada di balik pendirian PT Genomik Solidaritas Indonesia (GSI). Salah satu jasa PT GSI adalah layanan tes RT-PCR.

Nadia menjelaskan, perhitungan biaya pengambilan dan pemeriksaan RT-PCR terdiri dari komponenkomponen jasa pelayanan/SDM, komponen reagen dan bahan habis pakai (BHP), komponen biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lainnya yang disesuaikan dengan kondisi saat ini.

"Reagen merupakan komponen harga paling besar dalam pemeriksaan swab RT-PCR, mencapai 45-55%," jelas Nadia.

Ihwal harga yang berubah-ubah dan terus menurun, Nadia menganalogikan dengan kondisi kelangkaan stok masker dan alat pelindung diri atau APD di awal pandemi. Harga kedua peranti itu amat mahal. Namun, setelah kondisi berangsur-angsur membaik dengan semakin bertambahnya produsen masker dan APD seiring berjalannya waktu harga pun menyesuaikan.

Baca Juga: WHO Cabut Status Darurat Covid-19, Begini Tanggapan Kemenkes!

Untuk reagen swab RT-PCR, kata dia, saat awal hanya terdapat 30 produsen di Indonesia. Saat ini jumlahnya lebih dari 200 jenis reagen swab RT-PCR yang masuk dan mendapatkan izin edar dari Kemenkes dengan harga yang bervariasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Artinya sudah terjadi persaingan variasi dan harga untuk komponen reagen swab RT-PCR," kata Nadia.

Sampai saat ini swab RT-PCR masih menjadi gold standar dalam mendiagnosis kasus positif Covid-19. Tidak hanya di Indonesia, juga pada level global.

Kebutuhan akan pemeriksaan RT-PCR didorong oleh peningkatan pemeriksaan spesimen di Indonesia, yang angka positivity rate saat ini sudah dibawah 0,4% dari standar yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.

"Semakin cepat kasus positif ditemukan, semakin cepat dapat dipisahkan dari orang yang sehat, tentunya ini dapat mencegah penyebarluasan virus Covid-19 di dalam masyarakat," kata Nadia.

Baca Juga: Polisi Tetapkan Status Tersangka Kepada Lima Perusahaan Kasus Gagal Ginjal Akut

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU