Ini Tanggapan Pakar Komunikasi UNAIR Soal Munculnya Saipul Jamil di TV

author optikaid

- Pewarta

Kamis, 09 Sep 2021 20:03 WIB

Ini Tanggapan Pakar Komunikasi UNAIR Soal Munculnya Saipul Jamil di TV

i

muncul-petisi-boikot-saipul-jamil-dari-televisi-nasional-dan-youtube-UYeojgtOGp

Optika, Surabaya - Setelah lima tahun mendekam di penjara karena kasus pelecehan seksual, kini pendangdut Saipul Jamil atau disapa ipul muncul beberapa acara talkshow Televisi (TV). Sebelumnya, kebebasan Ipul juga disambul meriah dengan kalungan bunga. Melihat euforia itu, banyak masyarakat mengkritik penyambutannya yang tak beretika tersebut. 

Terkait hal itu,  Pakar Komunikasi UNAIR,  Prof Rachma Ida memberikan tanggapan dari perspektif media. Menurutnya ada empat hal yang menjadi perhatian terhadap ramainya pembicaraan tentang Ipul tersebut. 

Pertama, terkait dengan dielu-elukannya Ipul pasca bebas, hal itu menjadi bukti bahwa Ipul memilikii banyak fans. Ketika sudah menjadi fandom, maka biasanya fans tidak ambil pusing terhadap segala hal yang dilakukan oleh idolanya, meskipun perbuatannya itu keliru.

Yang menjadi bahaya dari fansholic adalah orang-orang tidak bisa melihat secara objektif terhadap suatu fenomena karena rasa kegilaannya sudah besar, terang Prof Ida kepada Optika, Kamis malam (9/9/2021). 

Kedua yang menjadi perhatian, kata dia, adalah pengalungan bunga kepada Ipul saat keluar dari penjara. Menurutnya, tindakan itu merupakan bentuk euforia atau luapan kegembiraan fans atas kerinduannya selama Ipul di penjara.

Nah, yang menjadi pertanyaan sekaligus poin ketiga adalah apakah mantan napi setelah bebas itu sudah merasakan jera atau belum," ujarnya.

Sikap publik turut menentukan, kata dia, jika publik mendukung untuk tidak melakukan perbuatan itu kembali, sang idola akan merasa diawasi perbuatannya. 

"Akan tetapi, jika publik justru mengelu-elukan dan masa bodoh, tidak menutup kemungkinan dia akan melakukan kesalahan yang sama, jelasnya.

Lanjut Prof. Ida menilai ramainya media yang melakukan pemberitaan tentang Ipul merupakan bentuk pengalihan isu atau escaping. 

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Artinya, di tengah pandemi yang tak kunjung selesai, media mengalihkan perhatian masyarakat dari isu Covid-19 agar tidak stress kepada isu Ipul," ucapnya. 

Sementara itu,  ditanya perihal munculnya kembali Ipul menjadi narasumber di beberapa acara talkshow TV, Guru Besar Kajian Media pertama di Indonesia itu menganggap tidak menjadi masalah karena Ipul sudah kembali menjadi warga normal setelah menjalani hukuman. 

Namun, dia memberikan catatan bahwa penayangan Ipul di TV harus tetap menjaga etika dengan menghargai korban dan tidak membubuhi terkait permasalahan kasusnya.

Asalkan tidak didramatisasi, contohnya diundang untuk menyanyi ya boleh-boleh saja. Dalam hal itu KPI tidak bisa melarang karena dia punya hak untuk tampil," ujar Prof Ida. 

Lebih lanjut ia menjelaskan, jika tayangannya justru mendramatisasi kasus Ipul demi kenaikan rating, maka KPI sebagai regulasi bisa memberikan larangan.

Lebih lanjut lagi ia menambahkan, jika mengundang Ipul sebagai bintang tamu, dirinya mengingatkan setiap stasiun TV untuk tidak hanya mementingkan profit atau rating saja. Namun, TV harus memikirkan bagaimana korbannya ketika menyaksikan tayangan itu.

Intinya saya berharap media maupun TV bisa menyajikan tayangan yang mendidik, jangan diutek-utek lagi masalah pelecehan itu karena kasusnya sudah selesai di pengadilan. Kalau mau ngundang Ipul ya undang saja sebagai salah satu selebriti, jelasnya. (Ramadhani/zal)

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU