Indonesia Sumbang Cina Jadi Raksasa Ekonomi Dunia

author Aribowo

- Pewarta

Selasa, 21 Des 2021 17:37 WIB

Indonesia Sumbang Cina Jadi Raksasa Ekonomi Dunia

i

90428f2b-0388-42b4-a9a9-7c8796246e0f_169

[caption id="attachment_10937" align="alignnone" width="150"] Oleh: Ahmad Cholis Hamzah Penulis Senior GNFI.[/caption]

Optika.id. Surabaya. Baru-baru ini media memberitakan pernyataan Jusuf Kalla (JK), saat umrah di Makkah, ternyata toko-toko di sana barang dagangannya 90% buatan Cina. Mulai dari asesoris, sovenir bercorak Islam, baju, peralatan ibadah, dan perhiasan dari emas buatan Cina semua.

Baca Juga: Dirut Celios: Jika Prabowo-Gibran Menang, Utang RI Akan Naik Tinggi

Kalau kita ke Australia juga dibanjiri barang-barang Cina. Pokoknya berbagai kebutuhan rumah tangga, pakaian, peralatan rumah tangga, asesoris, sovenir bercorak Australia, dan berbagai teknologi pendidikan yang murah berasal dari China. Di sana ada produk Paddys Group. Itu buatan Cina

Coba kita ke Amerika Serikat, mulai dari New York hingga Los Angeles, produk Cina mewabah di sana. Juga di Thailand, Singapore, Malaysia, dan Indonesia penuh produk Cina. Di Paris ada berbagai produk asesoris dan pakaian, dari yang murah sampai yang mewah, banyak dari China. Pokoknya produk Cina telah mewabah di seluruh dunia.

China akan Salip Amerika Serikat

Perkembangan ekonomi Cina di level global terus meningkat pesat. Saat ini Cina menduduki peringkat dua sebagai negara terbesar perekonomiannya di dunia setelah Amerika Serikat.

Namun artikel yang ditulis Lizzy Burden, tanggal December 26, 2020 di Bloomberg memprediksi bahwa Cina akan menyalip Amerika Serikat menjadi negara terkuat perekonomiannya di dunia nanti pada tahun 2028 dan bahkan ada yang memprediksi tahun 2023. Kekuatan perekonomian Cina ini salah satunya disumbang oleh besarnya export Cina ke negara-negara di dunia, termasuk Indonesia.

Kepala Badan Statistik (BPS) Suhariyanto mengakui bahwa mayoritas impor yang masuk ke Indonesia masih berasal dari China. Tercatat, pada Mei 2020 impor Indonesia pada Mei 2020 sebesar USD8,44 miliar.

BPS juga mencatat bahwa kinerja impor Indonesia pada Desember 2020 mulai meningkat. Pada bulan itu, impor tercatat sebesar US$14,44 miliar atau naik 14 persen dibanding November 2020, meski turun 0,47 persen dari Desember 2019.

Impor Indonesia dari Cina

"Berdasarkan penggunaan barangnya, impor Indonesia pada bulan itu didominasi oleh barang konsumsi yang tumbuh 31,89 persen, dibanding catatan pada November 2020, dan tumbuh 3,87 persen dibanding Desember 2019. Nilai impor barang konsumsi bulan itu US$1,72 miliar. Memang diakui bahwa negara asal barang impor terbanyak di Indonesia adalah Cina.

Akibat dari gencarnya ekspor Cina ke Indonesia, menyebabkan defisit perdagangan Indonesia dari Cina untuk periode Januari sampai Agustus 2020, Indonesia defisit US$6,6 miliar mencapai US$2 miliar. Secara umum yang disebut defisit neraca perdagangan itu apabila jumlah impor dari negara lain lebih besar dari jumlah ekspornya ke negara lain.

Dalam semua textbook ilmu ekonomi Makro disebutkan bahwa untuk pertumbuhan ekonomi suatu negara itu bisa dari sisi produksi, bisa dari konsumsi. Rumusnya dari sisi konsumsi adalah Y= C + I + G (X-M) dimana Y= Pertumbuhan Ekonomi, C = Konsumsi rumah tangga), G = Belanja Pemerintah, I = Investasi, X= Ekspor dan M = Impor.

Memang meningkatnya konsumsi suatu negara baik konsumsi rumah tangga, pemerintah maupun swasta akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Konsumsi sering dikatakan sebagai katup penyelamat perekonomian. Namun apabila kebutuhan konsumsi itu dipenuhi dari impor, maka itu menjadi masalah, antara lain bisa memunculkan defisit neraca perdagangan, melemahnya industri dalam negeri, tergerusnya devisa negara dan sebagainya.

Jepang memang pernah sehabis hancur karena perang dunia II, perekonomiannya meningkat pesat karena tingkat konsumsinya tinggi, namun konsumsinya itu banyak dipenuhi dengan produksi buatan dalam negerinya.

Cina Ekspor Ke Seluruh Dunia

Negara Cina memang all-out melakukan ekpsor produk-produknya ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Negeri tirai bambu ini membangun kota-kota yang menjadi pusat transaksi perdagangan dunia atas barang-barang buatan Cina.

Salah satunya Kota Perdagangan Internasional Yiwu di daerah Zhejiang (diresmikan tanggal 22 Oktober 2002) yang menurut Bank Dunia merupakan pasar yang menjual small commodities terbesar didunia, dan menjual produk=produk Cina senilai milyaran dolar.

Baca Juga: China Tegaskan Tak Akan Jual Senjata ke Rusia

Pasar ini luasnya 5,5 juta m2 (ada yang menyebut seluas 1.000 kali nya lapangan sepakbola). Ini adalah pasar grosir dimana didalamnya ada 75.000 toko yang melibatkan 100.000 supplier (pemasok) dan menjual 400.000 berbagai macam produk (sekitar 2.000 jenis/kategori barang).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Saking luas dan besarnya pasar grosir ini seorang photographer CNN dari Amerika Serikat mengaku memerlukan waktu 4 hari untuk mengunjungi semua toko di pasar Yiwu ini, kata dia I spent a total of four days constantly walking around Yiwu and wouldnt say I got near to seeing all of the stalls.

Pasar Yiwu

Ribuan pedagang berdatangan dari segala penjuru dunia termasuk para pedagang Indonesia mengunjungi Transnational Marketplace di Yiwu ini, dan di kota-kota lain di Cina, mereka melakukan transaksi impor dan melihat langsung proses produksi di berbagai prabrik, mengunjungi pergudangan dan fasilitas lainnya.

Negeri Cina yang dengan all-out membangun Marketplace global ini membuahkan multiplier effect yang hebat antara lain gencarnya expansi dan diversifikasi pasar yang mengkususkan pada perdangan grosir untuk barang-barang konsumsi yang dihasilkan oleh para UKM dingeri ini.

Selain itu memunculkan berbagai inovasi dan kreativitas yang tinggi dan terus-menerus dari para pengusaha Cina baik pengusaha besar maupun UKM. Akibat lainnya tentunya meningkatnya industri pariwisata (industri hotel dan kuliner) dan devisa negara.

Pengusaha Indonesia Didorong Impor Barang Cina

Cina yang melakukan integrated marketing strategy ini menarik minat pengusaha lama maupun baru di berbagai belahan dunia termasuk ribuan orang Indonesia (banyak dari kalangan muda yang baru memulai bisnis/start-up) untuk melakukan impor barang-barang Cina.

Ketertarikan ini akibat berbagai kemudahan yang diberikan Cina misalkan mengorganisir kunjungan ke Cina untuk melihat langsung Marketplaces dan bertemu dengan penjual, dan yang penting harga barang yang dijual itu di Cina ada yang berharga cuma Rp 20.000 (s/d jutaan untuk produk manufaktur).

Baca Juga: Serba-serbi Imlek: Makna dan Simbolisme Manisan Tanghulu

Dan ini adalah hal yang menggiurkan bagi pengusaha Indonesia ini, bayangkan produk tas yang laku dijual di facebook degan harga Rp 400.000 ternyata harga kulakannya di Cina hanya Rp 75.000 an, ditambah biaya transportasi, pajak di pelabuhan Tanjung Priok dan ongkos kirim dari Jakarta ke daerah-daerah jatuhnya menjadi Rp 125.000 an. Bisa dibayangkan besar keuntungannya.

Selain itu memang barang konsumsi yang dijual itu memiliki daya tarik (hasil dari inovasi dan kreativitas) dan sangat dibutuhkan masyarakat. Apalagi sekarang bermunculan pengusaha muda yang membuka jasa impor bagi pengusaha baru yang tidak memiliki modal banyak dengan cara Impr Berjamaah, sehingga dengan modal Rp 750.000 1.000.000, orang bisa impor produk-produk Cina yang murah dengan cara bergabung dengan pengusaha lainnya.

Tentu tidak ada yang salah bagi para importer dari Indonesia untuk melakukan bisnis semacam itu; dalam perdagangan dunia hal itu wajar, karena bisa memunculkan pengusaha baru, meningkatkan pendapatan, mengurangi pengangguran dsb.

Namun selama Indonesia tidak melakukan hal yang sama (seperti yang dilakukan Cina) misalnya membangun Marketplace yang representative, membangun inovasi dan kreativitas anak-anak bangsa, memberikan berbagai kemudahan bagi eksportir, menyederhanakan birokrasi dan sebagainya, maka selama itu tingkat impor dari Cina akan terus meningkat tidak bisa dibendung; dan kondisi industri dalam negeri atau perkembangam UKM akan berjalan ditempat bahkan hancur karena kalah bersaing dengan Cina.

Kalau hal itu terjadi, maka kita sebenarnya juga ikut andil memberikan sumbangan yang cukup signifikan bagi keperkasaan ekonomi Cina menjadi Super Power ekonomi di dunia.

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU