Habiba: Penembakan ke Masyarakat Adalah Pelanggaran HAM!

author Seno

- Pewarta

Jumat, 10 Des 2021 12:52 WIB

Habiba: Penembakan ke Masyarakat Adalah Pelanggaran HAM!

i

940514948

Optika.id - Sebanyak 18 warga Desa Tamilouw, Kecamatan Amahai di Kabupaten Maluku Tengah terkena tembakan aparat kepolisian pada Selasa, (7/12/2021) subuh sekitar pukul 05:20 WIT.

"Saya tegaskan sekali lagi bahwa oknum polisi yang melakukan penembakan terhadap masyarakat itu adalah bagian dari pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia), dan secara resmi kami mengutuk tindakan tersebut dan menuntut dilakukan proses hukum terhadap mereka sesuai UU yang berlaku," kata tokoh masyarakat Tamilouw, Habiba Pelu.

"Seluruh korban, tiga di antaranya ibu-ibu saat ini sementara menjalani perawatan medis di Puskesmas Tamilou. Namun, dua orang diantaranya telah dirujuk ke RSUD Masohi," imbuhnya.

Akibat insiden tersebut, tokoh masyarakat, sesepuh, mahasiswa, dan pemuda Tamilouw di Kota Ambon langsung menemui Wakapolda Maluku Brijen Pol Jan de Fretes dan didampingi Kabid Humas Kombes Pol M. Roem Ohoirat untuk melaporkan dan meminta pertanggungjawaban Kapolres Malteng, AKBP Rosita Umasugy.

Insiden penembakan warga ini bermula dari beberapa ibu yang hendak membuang sampah dan berpapasan dengan aparat Polres Maluku Tengah.

Kehadiran aparat kepolisian ini menuju Dusun Ampera dan Tamilouw selaku desa induk hendak menangkap sejumlah oknum yang diduga sebagai pemicu keributan warga Tamilouw dengan warga Dusun Rohua.

Sejumlah oknum warga yang diduga melakukan aksi penebangan tanaman umur panjang milik warga Dusun Rohua dan pembakaran balai desa sudah dipanggil polisi namun mereka tidak hadir.

"Sesuai dengan hasil informasi bahwa awalnya ada upaya penangkapan terhadap beberapa oknum terkait peristiwa warga Tamilouw dengan warga Dusun Rohuwa beberapa waktu lalu," ujar Habiba.

Kalau pun proses penangkapan itu dilakukan maka ada SOP-nya di kepolisian dan tidak bisa melepaskan penembakan secara liar terhadap masyarakat seperti itu, karena ini menyangkut dengan pelanggaran hak azasi manusia, apalagi warga Tamilou bukanlah teroris.

Masyakarat Tamilouw juga mendesak Kapolri untuk mencopot Kapolres Maluku Tengah atas peristiwa tragis tersebut.

Tokoh masyarakat Tamilou lainnya, Basri Basri Sastro, Ilham Malawat, dan Afriandy Samalo yang turut menemui Wakapolda Maluku mendesak Kapolres Malteng dicopot dari jabatannya.

"Wakapolda berjanji akan melakukan konfirmasi serta menghukum oknum anggotanya bila terbukti melakukan kesalahan prosedur di lapangan," jelas Basri dalam keterangannya, Kamis (9/12/2021).

Kalau pun ada oknum yang hendak diamankan tetapi tidak ditemukan maka harusnya ada SOP yang tetap dipatuhi, sebab tindakan mereka di lapangan bukanlah mencerminkan polisi sebagai pengayom masyarakat.

"Bila memang terjadi di lapangan ada penghadangan, minimal ada upaya pembubaran dengan menggunakan gas air mata atau water canon, tetapi yang disayangkan adalah penembakan mengakibatkan 18 warga termasuk tiga orang ibu-ibu rumah tangga jadi korban penembakan," ujarnya.

Mereka datang dengan menggunakan dua unit barakuda dan persenjataan lengkap, mobil truk berisikan pasukan Brimob, dan mobil avanza ke Desa Tamilou dan Dusun Ampera.

Afryandi menambahkan, sejumlah oknum warga yang belum memenuhi panggilan polisi terkait dugaan laporan penebangan tanaman dan pembakaran kantor desa Tamilou ini juga belum berstatus tersangka.

Peristiwa ini juga membuat anak-anak sekolah dasar yang hendak mengikuti ulangan tidak jadi dilakukan pihak sekolah.

Polda Maluku Turunkan Propam

Sementara itu, Polda Maluku sudah menurunkan tim Propam ke Desa Tamilou, Kecamatan Amahi, Kabupaten Maluku Tengah guna melakukan pemeriksaan terkait insiden penembakan yang melukai belasan warga akibat perampasan senjata api (Senpi).

"Tim Propam Polda sudah diturunkan ke TKP untuk menyelidik apakah langkah yang dilakukan anggota kami sudah sesuai prosedur dan koridor atau belum," kata Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol M. Roem Ohoirat di Ambon.

Menurutnya, kalau memang itu tidak sesuai maka terhadap mereka tentunya akan diambil tindakan. Namun, sebaliknya kalau setiap langkah yang diambil sudah sesuai prosedur yang berlaku maka kepada mereka di lapangan tidak bisa dipersalahkan.

"Tetapi kita tunggu hasilnya seperti apa, dan barusan saya komunikasi dengan salah satu tokoh di sana yang mengakui tadi memang sempat terjadi aksi perampasan senjata, baik senjata genggam maupun senjata bahu dan terjadi tarik-menarik sehingga ada yang keluarkan tembakan," ujar Kabid Humas.

Dijelaskan, Pada Selasa (7/12/2021) pagi anggota Polres Maluku Tengah yang terdiri dari Satuan Brimob, Shabara, beberapa anggota Polres dan Polsek masuk ke Desa Tamilou, Kecamatan Amahai untuk melakukan penangkapan terhadap 11 pelaku diduga terlibat penebangan tanaman dan pembakaran kantor Desa Tamilou pada beberapa waktu lalu.

Para pelaku ini sudah dipanggil berulang kali, dan polisi juga melakukan pendekatan terhadap tokoh masyarakat Tamilou untuk menyerahkan diri. Namun, karena mereka tidak kooperatif sehingga tadi pagi dilakukan penangkapan.

Penangkapan ini dipimpin Kapolres Malteng, AKBP Rosita Umasugy di desa tersebut dengan melibatkan pasukan gabungan dari Polres dan Brimob serta Polsek.

Polisi berhasil menangkap lima dari 11 orang pelaku tersebut, kemudian masyarakat langsung berkerumun dan membunyikan tiang listrik dan datang melakukan penghadangan terhadap anggota polisi.

"Sempat juga ada usaha warga merebut senjata anggota, baik laras pendek maupun yang laras panjang sehingga terjadi tarik menarik, ada pula pelemparan terhadap anggota menyebabkan tujuh orang terluka, dan empat unit kendaraan rusak," kata Kabid Humas.

Untuk membubarkan massa, maka anggota polisi melepaskan tembakan peringatan dan gas air mata sehingga ada warga yang terkena peluru pistol atau pun peluru karet.

Sudah Lewat Penilaian

Selain itu, Kapolda Maluku Irjen Pol Refdi Andri menjelaskan pengambilan tindakan di lapangan berupa pengerahan personel Brimob dan Shabara yang membawa senjata dan peluru serta kendaraan taktis Polri ke Desa Tamilouw, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) sudah lewat penilaian Kapolres Malteng.

"Kapolres dalam mengambil tindakan juga tidak secara tiba-tiba namun semua lewat penilaian sesuai laporan intelejen yang mendengar masukan berbagai unsur di tengah-tengah masyarakat," kata Refdi Andri di Ambon, Kamis (9/12/2021).

Penjelasan Kapolda disampaikan dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi I DPRD Maluku dan perwakilan tokoh masyarakat, sesepuh, dan unsur pemuda Negeri (Desa) Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Malteng. Dalam rapat dengar pendapat yang dipimpin Amir Rumra selaku ketua komisi, Kapolda juga menghadirkan sejumlah pejabat diantaranya Dir Reskrimum, Dir Intel, Dir Propam, Kabid Humas Polda, serta Kapolres Maluku Tengah.

Ia menjelaskan apa yang dilakukan Kapolres Malteng dengan semua kekuatannya bukan secara tiba-tiba, namun para karena pihak yang tidak memenuhi panggilan polisi berulang kali dalam penanganan kasus yang sebelumnya terjadi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Jadi ada hal-hal yang ditutupi baik oleh perangkat pemerintah negeri di sana, tidak diberikannya informasi oleh orang-orang yang melihat dan mengetahui terjadinya sesuatu," ujarnya.

Kemudian Kapolda juga mengaku menerima informasi, pada saat insiden 7 Desember para wanita dan anak-anak selalu dikedepankan dan berhadapan dengan anggota di lapangan. Ketika anggota polisi masuk ke sana, terjadi penolakan-penolakan yang dilakukan warga dan terkesan kehadiran mereka membuat takut masyarakat khususnya di Tamilouw.

"Kehadiran anggota berseragam di sana dengan kekuatan seberapa besar pun itu berdasarkan penilaian dari Kapolres, karena sudah menjadi kewajiban bagaimana menilai situasi di lapangan dan kekuatan apa yang perlu dihadirkan," jelas Kapolda.

Maka bila dihadirkan kendaraan lapis baja sekali pun tidak ada masalah, karena itu merupakan kendaraan kepolisian dan bukannya menghadirkan kendaraan tempur.' Termasuk membawa senjata laras panjang dengan peluru hampa dan peluru karet atau pun peluru tajam juga tidak masalah sebab itu adalah perlengkapan kepolisian.

"Alangkah sia-sianya kalau itu tidak dibawa lalu terjadi persoalan di lapangan, dan memang ada tujuh anggota polisi terluka serta ada percobaan perampasan senjata, serta kendaran polisi yang rusak" tandas Kapolda.

Namun Kapolda juga mengaku telah menurunkan tim ke sana untuk melakukan penilaian di lapangan, dan diharapkan peristiwa ini menjadi pelajaran terbaik bagi semua pihak dan diambil hikmahnya.

"Saya tidak membela siapa pun, karena bagaimana pun yang salah akan diperiksa apalagi kalau memang tidak sesuai dengan SOP, tetapi yang dilakukan adalah dimulai dengan pemanggilan berulang kali namun tidak hadir," katanya.

Dalam pertemuan tersebut, Kapolda juga membeberkan kronologis kejadian antara warga Negeri Sepa dan Tamilouw sejak tanggal 1 November 2021 yang menyebabkan satu orang meninggal dunia.

Ada persoalan-persoalan mendasar yang ditangani pemerintah daerah setempat, Polres, dan mitra terkait apa yang menjadi tuntutan warga. Ada tiga masalah besar yang muncul dalam peristiwa Sepa-Tamilouw yakni pengrusakan tanaman, pembakaran kantor negeri Tamilouw, dan peristiwa penganayaan.

Tanggal 1 November 2021 terjadi sesuatu masalah yang muncul ke permukaan dan ada satu warga meninggal dunia lalu kedua belah pihak, Sepa dan Tamilouw hadir untuk menentukan wilayah perbatasan.

Tetapi pada tanggal 21, 23 dan tanggal 24 November terjadi pengrusakan tanaman mangga, cengkeh, pala, dan kelapa yang jumlahnya lebih dari 600 pohon.

Kemudian sudah ada kesepakatan untuk perdamaian pada tanggal 29 November 2021 di hadapan Bupati dan Kapolres Malteng ada lima kesepakatan yang dibuat, namun dalam pelaksanaannya ada poin-poin tertentu yang tidak dilaksanakan sehingga terjadi pembakaran kantor Negeri Tamilouw dan saat itu dilakukan identifikasi para pelaku.

"Polisi juga sudah mengamankan pelaku yang terlibat peristiwa tanggal 1 November dan menyebabkan satu warga meninggal dunia," jelas Kapolda Maluku.

KontraS Kecam Penembakan

Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mengecam keras penembakan dengan peluru karet kepada 19 orang di Desa Tamilouw, Kecamatan Amahai, Kabupaten Maluku Tengah pada Selasa (7/12/2021).

KontraS menyebut sebanyak 19 korban itu termasuk perempuan dan anak-anak dibawah umur mengalami luka-luka akibat tembakan peluru karet yang dilakukan oleh pihak Polres Maluku Tengah.

Kedatangan pihak kepolisian Polres Maluku Tengah tersebut merupakan imbas dari konflik berkepanjangan antara suku Nualu Dusun Rohua dan Warga Tamilouw, ungkap Koordinator Badan Pekerja KontraS, Fatia Maulidiyanti, Jumat (10/12/2021).

Kedatangan polisi itu, lanjut Fatia membuat warga desa panik, terlebih lagi dengan penggunaan kekuatan secara berlebihan yang dilakukan oleh pihak kepolisian untuk melakukan penangkapan terhadap terduga pelaku pembakaran.

Penembakan peluru karet yang dilakukan oleh pihak kepolisian tersebut bukan sekadar merupakan tembakan peringatan, tetapi penembakan langsung diarahkan ke bagian tubuh dari masyarakat, ucapnya.

KontraS menilai polisi telah melanggar prinsip penegakan hukum melalui peradilan atau due process of law yang diatur dalam KUHAP.

Polisi juga melanggar Peraturan Kapolri No. 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana yang mana setiap penyidikan atau penyelidikan oleh polisi harus dilengkapi dengan surat perintah yang memuat dasar penyidikan atau penyelidikan.

Brutalitas pihak kepolisian dalam menyikapi penolakan oleh warga dengan langsung menggunakan senjata api jelas telah mencederai peraturan Pasal 8 ayat (2) Perkap No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian, jelasnya.

Tindakan polisi juga dinilai melanggar Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 34/169 tentang Etika Berperilaku Bagi Penegak Hukum (UN Resolution on Code of Conduct for Law Enforcement).

Berdasarkan tindakan tersebut, KontraS mencermati bahwa pihak kepolisian dari Polres Maluku Tengah telah melakukan tindakan diluar prosedur, ucap Fatia.

Atas dasar tersebut, KontraS mendesak Kapolda Maluku untuk melakukan pengusutan terhadap penembakan yang dilakukan oleh anggota Polres Maluku Tengah dan melakukan penindakan secara pidana, etik maupun disiplin.

Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan Kompolnas RI selaku lembaga pengawas eksternal institusi Kepolisian juga harus segera melakukan penyelidikan dan investigasi secara independen terhadap kasus penembakan tersebut.

Serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) segera mengambil langkah cepat untuk melakukan perlindungan serta pemulihan terhadap para korban yang menjadi sasaran penembakan.

Reporter: Amrizal

Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU