Guru Besar UNAIR Ungkap Carut Marut Regulasi Stunting Nasional dan Daerah

author optika

- Pewarta

Selasa, 09 Nov 2021 04:03 WIB

Guru Besar UNAIR Ungkap Carut Marut Regulasi Stunting Nasional dan Daerah

i

Gambar1

Optika.id, Surabaya - Guru Besar Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Dr. Sri Sumarmi, S.KM., M.Si. menyebut bahwa kendala penurunan angka stunting salah satunya diakibatkan permasalahan regulasi dan data di tingkat daerah maupun pusat.

Prof. Mamik, sapaan akrabnya, menemukan banyak perbedaan kontras antara data stunting nasional dengan daerah saat kegiatan lapangan bersama dosen maupun mahasiswa di FKM UNAIR.

Baca Juga: Beberapa Catatan Untuk Kurikulum Merdeka Sebelum Resmi Jadi Kurikulum Nasional

Ketika daerah membuat perencanaan, yang dibutuhkan tentu datanya harus tahunan. Sementara Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar, red) hanya mengeluarkan data tiap lima tahun sekali, jelasnya, Senin (8/11/2021).

Perbedaan tersebut akhirnya mengganggu proses intervensi penanganan stunting yang membutuhkan data rutin, sementara data rutin dari pemerintah pusat jauh berbeda.

Ia menyarankan pemerintah daerah untuk memakai dara rutin daerah. Namun dengan syarat, proses pengukuran dan analisis harus dilakukan dengan benar dan alat terstandar.

Masalahnya, banyak daerah atau posyandu yang belum punya alat sesuai standar. Begitu pula dengan praktik pengukurannya yang masih seringkali tidak tepat, imbuhnya.

Prof. Mamik juga mengkritisi perencanaan penanganan stunting di daerah yang kebanyakan copy paste dari perencanaan tahun sebelumnya.

Kami pernah menemui itu dan diakui sendiri oleh kepala dinasnya. Mereka hanya tinggal mengganti tahun, cerita Prof. Mamik.

Maka, ia menilai perguruan tinggi dapat hadir untuk membantu pencegahan stunting sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat.

Baca Juga: FSGI Koreksi Visi Misi Capres Terkait Pendidikan

Dari segi pendidikan, Prof. Mamik mendorong perguruan tinggi untuk memperbanyak mata kuliah atau kegiatan yang membahas isu-isu stunting. FKM UNAIR misalnya memasukkan isu stunting dalam kurikulum melalui mata kuliah Program Gizi dan Evaluasi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Selain itu, praktik kerja lapangan maupun kuliah kerja nyata juga banyak dilakukan mahasiswa FKM UNAIR dengan menerapkan ilmu-ilmu pengukuran anak stunting seperti metode antropometri sebagai bentuk pengabdian masyarakat.

Dosen-dosen FKM UNAIR juga sering memberikan masukan dan pendampingan. Ada 11 kabupaten yang kita dampingi saat penyusunan regulasi pencegahan stunting. Kita juga memberi pendampingan posyandu bagi 18 kabupaten di Jawa Timur, kata Prof. Mamik.

Dalam segi penelitian, perguruan tinggi dapat berkontribusi berupa riset yang dibuat dan ditujukan untuk implementasi nyata bagi masyarakat. Hasil riset itupun nantinya dapat menjadi masukan bagi pemerintah dalam merumuskan regulasi penanganan stunting.

Untuk itu, Prof. Mamik menekankan prinsip kolaborasi pentahelix untuk mengatasi masalah stunting di Indonesia. Prinsip sinergitas tersebut menekankan kerja sama, komitmen, kepercayaan, serta budget sharing antar institusi.

Baca Juga: Debat Final Capres Bahas Isu Pendidikan, JPPI: “Semuanya Kosong”

Reporter: Jeni Maulidina

Editor: Amrizal

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU