DPR Ungkap 90 Persen Perguruan Tinggi Swasta Mengalami Kesulitan Operasional

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Selasa, 20 Sep 2022 15:38 WIB

DPR Ungkap 90 Persen Perguruan Tinggi Swasta Mengalami Kesulitan Operasional

i

JKA_8927

Optika.id - Sekitar 90% dari total 3128 Perguruan Tinggi Swasta atau PTS di Indonesia sedang dalam kondisi yang kurang sehat dan mengalami kesulitan dalam operasional. Hal tersebut dikatakan oleh Wakil Ketua Komisi X DPR RI dari Fraksi Demokrat Dede Yusuf dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Panja Perguruan Tinggi Komisi X DPR RI, Senin (19/9/2022).

"10 persen kondisinya baik, yang 90 persen boleh dikatakan kurang sehat dan kesulitan dalam operasionalnya," kata Dede.

Baca Juga: Potensi Guru dan Dosen Dongkrak Suara Untuk Pemilu 2024

Menurutnya, untuk mengatasi masalah tersebut maka pemerintah harus menggabungkan perguruan tinggi PTS yang kurang sehat bergabung dengan PTS yang sehat. Kendati demikian, dalam proses penggabungan itu ditemukan masalah baru. Permasalahan yang dihadapi PTS yakni pertama, kesenjangan antara PTS dan Perguruan Tinggi Negeri (PTN).

Dikotomi antara PTS dan PTN, ujar Dede, sebenarnya ditunjukkan pada pola belanja negara khususnya di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Saat ini, dia mengungkapkan bahwa bantuan atau pembinaan yang dikhususkan kepada PTS kurang dari enam persen dari anggaran. Sedangkan PTN menerima kurang lebih 94 persen dari total anggaran.

"Dikotomi ini seharusnya tidak terjadi mengingat PTN dan PTS memiliki tanggungjawab yang sama dalam meningkatkan partisipasi pendidikan tinggi," tutur Dede.

Permasalahan yang kedua yakni masalah kualitas. Diketahui saat ini PTS mendidik sebanyak 72% dari mahasiswa sehingga perhatian pada kualitas juga perlu mengalami peningkatan. Menurut Dede, tantangan yang harus dihadapi PTS adalah proses pendidikan terjamin dengan manajemen mutu yang baik.

"Upaya-upaya PTS untuk meningkatkan sarana dan prasarana, mutu dosen, mutu lulusan harus dapat didukung pemerintah," ucapnya.

Karena, dosen yang merupakan punggawa pendidikan di perguruan tinggi nyatanya masih banyak yang berada dalam kondisi memprihatinkan. Hampir 50% dosen berstatus tidak tetap dan berinduk lebih dari dua organisasi, sementara 49% dosen masih berpendidikan S1.

Baca Juga: Mayoritas Koruptor Lulusan Perguruan Tinggi, Mahfud MD Sebut Penyakit Kronis Bangsa

Melihat hal tersebut dirinya menilai jika pekerjaan dosen menjadi tidak optimal sehingga perlu mengalami peningkatan kompetensi dan kesejahteraan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

"Hal ini terjadi di dosen-dosen PTS. Bahkan ada dosen yang hanya dapat honor Rp1,5 juta per bulan. Memprihatinkan sekali," kata Dede.

Selanjutnya ialah masalah relevansi. Dia mengingatkan bahwa dunia industri saat ini membutuhkan banyak sarjana berbasis teknik untuk diterjunkan ke industri manufaktur. Akan tetapi, nyatanya perguruan tinggi justru banyak yang menawarkan pendidikan berbasis sosial humaniora.

Kemudian, terakhir masalah kompetitif perguruan tinggi. Menurutnya, hal yang paling utama adalah bagaimana mendorong agar PTS dapat mengembangkan diri menjadi universitas riset untuk menghasilkan jurnal paten dan hak kekayaan intelektual (HAKI).

Baca Juga: Generasi Muda Enggan Lanjut Sekolah Tinggi, Bukti Kegagalan Program Pemerintah?

"Masalahnya risetnya kemudian dipakai atau tidak oleh dunia usaha dan dunia industri. Atau hanya sekedar istilahnya simbol-simbol," kata dia.

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU