Dosen Hukum Unair Tertipu: Lanny Masih Tunggu SP2HP dari Kepolisian

author Seno

- Pewarta

Minggu, 14 Nov 2021 05:39 WIB

Dosen Hukum Unair Tertipu: Lanny Masih Tunggu SP2HP dari Kepolisian

i

images - 2021-11-13T222933.002

Optika.id, Surabaya - Terkait perkembangan kasus Dr. Lanny Ramli,S.H.,M.Hum. dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, yang tertipu sebesar Rp 1,5 miliar diduga karena proyek fiktif. Yakni, proyek pengelolaan lahan parkir revitalisasi pasar Sepanjang Sidoarjo. Proyek diduga fiktif ini dijanjikan oleh seseorang bernama Akhmad Hanif dan I Ketut Budha pada Dr. Lanny.

Kepada Optika, Sabtu (13/11/2021) malam, Dr. Lanny Ramli mengatakan, saat ini, pihaknya masih menunggu SP2HP dari kepolisian. "Saya belum ke Polres (Polrestabes Surabaya, red) untuk tanya, yang pasti saya belum terima SP2HP," ujar Dosen Hukum Administrasi ini melalui chat WhatsApp pada Optika.

Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) sendiri merupakan hak bagi pelapor. Dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyelidikan atau penyidikan. Penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala.

Berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2009 tentang Pengawasan dan Pengendalian Penanganan Perkara Pidana di Lingkungan Kepolisian Negara Republik Indonesia, pasal 39 ayat 1, berbunyi dalam hal menjamin akuntabilitas dan transparansi penyidikan, penyidik wajib memberikan SP2HP kepada pihak pelapor baik diminta atau tidak diminta secara berkala paling sedikit 1 kali setiap 1 bulan.

Dia menjelaskan laporannya kemarin merupakan laporan pidana. Yakni tipu gelap.

Lanny berharap Akhmad Hanif terketuk pintu hatinya, untuk segera mengembalikan uang yang diambil dari dirinya.

"Bantu doa agar hati Hanif dan Ketut dilembutkan dan punya keinginan, serta kemampuan untuk mengembalikan uang tersebut ke saya. Agar semua tidak terbeban, agar semua tidak ada ganjalan, tidak ada permusuhan dan hidup damai," harapnya.

Sementara, salah seorang mantan mahasiswa Dr Lanny di FH Unair yang enggan disebutkan namanya, mengatakan Lanny sosok yang sangat baik. "Gatau (tidak pernah) mikir elek (jelek), terlalu baik orangnya, mungkin sebab itu gampang percaya dengan orang lain, yang mungkin punya niat jelek padanya," tuturnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, hal senada juga dikatakan mahasiswa FH angkatan 2009, menurutnya Dr Lanny sosok yang ramah dan humble.

"Bu Lanny ini dosen saya dulu mas, dosen hukum administrasi, tapi beliau ngajar banyak mata kuliah seperti PLKH, hukum pajak, hukum lingkungan, hukum imigrasi, perburuhan, UU ketenagakerjaan, hukum industrial, hukum kepegawaian, kewarganegaraan imigrasi, dan HAPTUN," ujar pria berusia 32 tahun ini.

Menurutnya Lanny sangat sabar dan interaktif dengan mahasiswa saat mengajar di dalam kelas. "Beliau dosen yang sangat pintar, sudah menjadi doktor sejak tahun 2010. Anaknya bernama Jonathan Hefer kakak kelas saya, anaknya juga pintar mas. Jadi parah itu yang nipu Bu Lanny, harus segera ditangkap mas, kasian Bu Lanny," ungkapnya iba.

"Beliau juga loman nilai mas dan sering memberi kemudahan bagi mahasiswanya," imbuhnya.

Selain itu, Riza Alifianto, S.H.,MTCP rekan sejawat Dr Lanny di Fakultas Hukum Unair. Ketika dihubungi Optika, Riza enggan memberikan tanggapan terkait kasus ini.

"Mohon maaf mas, saya tidak dapat berkomentar," ujar dosen Departemen Hukum Kriminal ini.

Sebelumnya, Prof. Suparto Wijoyo Guru Besar FH Unair, ketika diminta memberikan statement terkait kasus ini, juga enggan berkomentar. "Saya bukan ahli pidana jadi tidak komentar. Tanya pakar pidana ya," kata Prof. Suparto.

Disarankan Lapor Polda Jatim

Terkait kasus Dr Lanny, salah seorang pengacara dari Peradi (Perhimpunan Advokat Indonesia) Kota Surabaya yang tak mau disebutkan namanya angkat suara. Dia menyarankan Dr Lanny untuk melapor ke Polda Jawa Timur.

"Kalau sudah miliar (uangnya) mending lapor Polda jangan restabes, lebih presisi dan sigap. Lebih kompeten SDM (Sumber Daya Manusia) aparatnya," saran lawyer muda ini.

Tetapi jika sudah terlanjur lapor, lanjutnya, biarkan Polrestabes Surabaya bekerja dulu.

Kenapa masih lambat?

"Mungkin alat buktinya masih kurang," jawabnya pada Optika.

Kasus ini ranahnya pidana atau perdata?

"Bisa keduanya bro, tapi liat-liat bukti hubungan hukum keduanya apakah perjanjian atau lisan. Kalau pidana ya tipu gelapnya," jawabnya.

"Cuma kalau pidana tidak menjamin uang itu kembali, kalau perdata ada conservatoir beslag-nya," imbuhnya.

Diketahui, Sita Jaminan (conservatoir beslag, red), merupakan tindakan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri, untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata.

Tipu gelapnya pasal berapa?

"372 KUHP Jo. 378 KUHP."

Diketahui Pasal 372 KUHP berbunyi, "barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp 900."

Sementara pasal 378 KUHP berbunyi, "barangsiapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, baik dengan memakai nama palsu atau keadaan palsu, baik dengan akal dan tipu muslihat, maupun dengan karangan perkataan-perkataan bohong, membujuk orang supaya memberikan sesuatu barang, membuat utang atau menghapus piutang, dihukum karena penipuan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun."

Jika sudah terkena pidana, lantas 'uangnya' bagaimana?

"Setelah ybs (yang bersangkutan, red) dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dan dihukum, maka pelapor dapat melakukan gugatan perdata untuk menyita aset yang dimiliki pelaku."

Menurutnya pihak yang berkepentingan harus segera memblokir rekening pelakunya. "Ikuti rumus follow the money ke mana lari uang Rp 1,5 M tersebut. Kasihan korban, keburu dihabiskan untuk foya-foya uang Rp 1,5 miliar hidup di hotel pelakunya," pungkasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Awal Mula Kasus Diduga Proyek Fiktif

Kasus ini bermula, saat Dr Lanny dikenalkan seorang pria bernama Ali Bahrowi, kepada Akhmad Hanif pada Bulan Januari 2021.

Saat itu, Hanif mengaku sebagai seorang direktur di perusahaan PT Enggar Jaya Teknik, menawarkan sebuah proyek revitalisasi pasar Sepanjang Sidoarjo kepada Lanny. Mulanya, proyek tersebut ditawarkan oleh Hanif kepada Ali, sahabat karib Lanny.

"Awalnya Ali yang ambil proyek itu. Tapi di tengah jalan, waktu saya dikenalkan, Ali mendadak mundur dari tawaran tersebut. Meminta saya menggantikan. Dengan iming-iming keuntungan setelah proyek revitalisasi itu berjalan," tutur wanita yang pernah menjadi calon Hakim Agung di Komisi Yudisial ini.

Hanif mematok tarif investasi senilai Rp 1,5 miliar, untuk dapat mengelola lahan parkir di pasar Sepanjang, Sidoarjo.

Sementara, Hanif mengenalkan I Ketut Budha kepada Lanny sebagai Direktur PT Bangun Persada Nasifinta yang memegang proyek revitalisasi tersebut.

"Hanif ini sub kontraktor. Yang dikenalkan ke saya, kontraktornya itu pak Ketut," jelasnya.

Setelah uang masuk berkala, diangsur ke rekening Hanif pada Bulan Februari 2021. Lanny dijanjikan proyek bakal dikerjakan pada Maret, selepas pelantikan Bupati Sidoarjo yang baru. Gelagat buruk mulai muncul dari Hanif.

Dia selalu menghindar saat Lanny meminta pertemuan dengan I Ketut Budha yang disebut-sebut sebagai perusahaan yang bertanggungjawab dalam proyek revitalisasi.

Lanny mencoba mencari tahu lokasi pasar Sepanjang yang katanya bakal direvitalisasi. Dan dugaannya benar, proyek tersebut bodong alias tidak pernah ada sampai saat ini.

"Waktu saya ke sana, tidak ada proyeknya. Kebetulan saya dianter teman saya. Karena dia tahu saya janda seorang diri. Langsung lemas saya," keluhnya.

Lanny kemudian menghubungi Hanif, dia nekat mendatangi hotel tempat Hanif tinggal sementara di Surabaya.

"Dia asli Jawa Tengah. Tinggalnya berpindah-pindah dari hotel ke hotel. Di Surabaya tinggal di hotel," tukasnya.

Di sana Lanny menagih janji investasi kepada Hanif. Bukannya uang yang dikembalikan, Lanny malah mendapat janji palsu dan meminta Lanny bersabar menunggu uang talangan milik Hanif yang kini ada di salah satu temannya.

"Uang saya sudah pasti digunakan oleh Hanif. Dia ke Jakarta, Surabaya, Jawa Tengah, pindah dari hotel ke hotel," kata Lanny.

Lapor Polrestabes Surabaya

Berdasar fakta itu, Dr Lanny kemudian melaporkan kasus yang menimpanya ke Polrestabes Surabaya. Namun prosesnya masih terkatung-katung menunggu proses laporan polisinya.

Dia bahkan sempat ditolak dua kali saat melaporkan kejadian itu ke SPKT Polrestabes Surabaya.

Hingga akhirnya pada 28 Mei 2021, dosen hukum ini meluapkan amarahnya.

"Saya akhirnya kuliahi mereka. Awalnya saya laporan baik-baik tidak diterima dengan dalih buktinya perdata. Padahal jelas-jelas ini pidana," ujar Lanny kesal.

Usai diterima, laporan Lanny masuk di unit Resmob Satreskrim Polrestabes Surabaya.

Namun sampai saat ini, polisi masih belum memberikan progres yang siginifikan dalam upaya menangkap para terduga pelaku penipuan yang disebutkan Lanny.

Selain itu, tabungan Lanny dari hasil menjual rumah di kawasan Tambaksari juga ludes digunakan membayar utang dari sebagian uang Rp 1,5 miliar yang didapatnya itu.

Kini, dosen hukum Unair tersebut hanya bisa berharap agar kasusnya cepat selesai dan uangnya dapat kembali.

Proses hukum yang dilaporkannya ke Mapolrestabes Surabaya juga seakan-akan stuck (berhenti, red).

Bahkan, beberapa kali Lanny mencari tahu tentang progres laporannya tidak ditanggapi dengan baik oleh salah satu oknum perwira penyidikan.

Terpisah, Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, Kompol Mirzal Maulana memastikan akan memproses setiap laporan tindak kriminalitas yang masuk ke polisi.

"Kami cek dulu ya (perkembangannya)," ujarnya

(Pahlevi)

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU