Bisakah Parpol Baru Lolos Parliamentary Threshold?

author optikaid

- Pewarta

Selasa, 02 Nov 2021 21:03 WIB

Bisakah Parpol Baru Lolos Parliamentary Threshold?

i

Optika: 2021, modifikasi berbagai bahan

Optika.id. Surabaya. Telah berdiri partai deklarasi bernama Partai Kebangkitan Nusantara (PKN). PKN digagas oleh para politisi yang sering disebut loyalis Anas Urbaningrum (AU). Para loyalis AU ke luar dari Partai Hanura, PD (Partai Demokrat) saat AU bermasalah hukum 2011, dan parpol lainnya kemudian membentuk PKN. Ketua Umum PKN adalah Gede Pasek Suardika dan Sekretaris Jenderalnya Sri Mulyono.  

Partai deklarasi adalah istilah partai politik (parpol) yang sudah dinyatakan berdiri oleh anggotanya, tetapi belum diverifikasi legal-formal oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Juga belum diverifikasi faktual oleh KPU (Komisi Pemilihan Umum). Karena itu belum bisa menjadi kontestan pemilu.

Menyongsong pileg (pemilu legislatif) 2024 muncul beberapa parpol baru. Parpol baru itu adalah Partai Ummat, Partai Gelora, Partai Masyumi Reborn, Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI), Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), dan PKN. 

Mampukah Menembus Parliamentary Threshold?

Menurut Dr Wawan Sobari parpol baru susah sekali menembus parliamentary threshold (PT). PT adalah ambang batas suara yang harus diperoleh parpol untuk bisa meloloskan calegnya (calon legislatif) di DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia). Menurut Undang Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu angka PT ditetapkan sebesar 4%.

Prospek parpol baru cukup berat,  belajar dari pengalaman Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Berkarya, dan Perindo cukup sulit, kata dosen Fisip Universitas Brawijaya, Malang, lewat telpon kepada Optika.id, Senin (01/11/2021).

Ada 3 faktor agar parpol bisa menembus PT, ujar Sobari. Pertama, para kandidat parpol baru harus punya modal sosial yang kuat.

Riset mahasiswa saya ada caleg PSI yang masuk menjadi anggota DPRD Kota Malang karena modal sosial yang kuat. Dia seorang pekerja sosial dan banyak bantu masyarakat. dia popular. Karena itu lolosnya di DPRD karena faktor sosial dan bukan faktor politik, urai Sobari

Di samping itu parpol baru harus membuat program dan konsep kekinian yang memang dibutuhkan masyarakat, katanya. Ada gagasan dan ide alternatif yang bagus dan dibutuhkan masyarakat pemilih, urai dosen muda yang rajin menelitih itu.

Faktor ketiga adalah dana yang cukup. Tanpa dana besar susah parpol baru menembus PT, katanya. Mulai dari pendirian, pengembangan, pencalegan, kampanye, dan penghitungan suara perlu dana besar. Apalagi kalua ada kebutuhan vote buying, urai Sobari.

Menurut Dr Himawan Bayu Patriadi, dari Fisip Universitas Jember (Unjem), PKN tampaknya susah menembus PT. Berdasarkan penelitian, orientasi dan identifikasi politik rakyat , terutama di wilayah pedesaan, lebih kepada partai-partai yang sudah lama eksis, kata dosen Perbandingan Politik itu. 

Masyarakat lebih mengenal partai maupun tokoh dari partai lama dari pada partai baru. Mereka enggan memberikan suaranya kepada kekuatan politik yang mereka belum kenal baik, kata Bayu kepada Optika.id lewat WhatsApp, Senin (01/11/2021)

Menurut Bayu, idealnya perlu disurvei tentang PKN atau parpol baru. Dengan survei kita dapat data akurat tentang elektabilitas parpol baru tersebut

Karakter voting behavior Indonesia, khususnya di daerah rural, yang cenderung lebih ditentukan ketokohan seorang figur politik daripada isu/program politik yang diusung, nampaknya agak sulit bagi PKN untuk merengkuh suara yang signifikan dalam pemilu 2024, katanya lebih lanjut. 

PD dulu berhasil lolos meraup suara yang relatif signifikan karena ketokohan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Sementara PKN, setidaknya sampai saat ini, belum mempunyai tokoh sentral yang bisa diandalkan sebagai vote getter, urai Bayu.

Menurut Tripitono, dosen FEB Universitas Trunojoyo Bangkalan, masyarakat semakin rasional. Jika parpol baru mampu buat alternatif yang dibutuhkan masyarakat akan didukung. Tapi kalau tidak memberikan harapan baru ya kalah dengan parpol lama, katanya lebih lanjut.

Kalau melihat figur Anas dan Pasek, melalui jaringan dan pengalaman, saya yakin partai ini akan tumbuh berbeda dibanding partai baru lain, memiliki potensi yang lebih besar dibanding perindo dan PSI, perkiraan dosen FEB ini.

Sementara itu Ali Sahab berpandangan sama dengan Tripitono. Ketokohan AU dan gaya kepemimpinanya AU yg egaliter sewaktu menjadi Ketum DPP PD merupakan modal kuat untuk lolos PT. Bagi pengurus PD dan pemilih loyalis AU pasti akan bergeser ke PKN, kata dosen Perilaku Memilih di Fisip Unair itu.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Krisis Lahirkan Parpol Baru

Parpol baru muncul karena krisis. Menurut Lapolombara dan Weiner situasi krisis bisa melahirkan parpol baru. Ada 3 krisis yaitu krisis legitimasi, integrasi, dan partisipasi. Jika rezim mengalami penurunan legitimasi dan kepercayaan masyarakat biasanya bisa tumbuh parpol baru.

Begitu pula krisis integrasi yang terjadi dalam suatu negara bisa melahirkan parpol baru. Negara yang mengalami persoalan dengan wilayah dan masalah kebangsaan maka parpol baru biasanya menawarkan pola integrase baru. Parpol dianggap Lembaga yang terdiri berbagai kelompok, suku, dan agama bisa menjadi miniature negara. jadi factor pengintegrasi sosial.

Krisis partisipasi terjadi tatkala rezim mengalami krisis legitimasi. Hal itu terjadi karena proses modernisasi maupun performance rezim itu sendiri. Akibatnya partisipasi sosial dan politik masyarakat merosot. Dalam keadaan seperti itu maka parpol baru bisa memobilisasi masyarakat untuk berpartisipasi.

Sejarah parpol baru di Indonesia berkait dengan berbagai krisis politik. Ditahun 1955, setelah kolonialisme runtuh dan kondisi kemerdekaan rakyat sangat berarti. Banyak orang membuat parpol baru. 

118 peserta pemilu terdiri dari 36 partai politik, 34 organisasi kemasyarakatan, dan 48 perorangan. Sedangkan untuk Pemilu anggota Konstituante diikuti 91 peserta yang terdiri dari 39 partai politik, 23 organisasi kemasyarakatan, dan 29 perorangan.

Perlu diketahui peserta pemilu 1955 terdiri dari parpol, perorangan, dan organisasi sosial. Saking demokratisnya sehingga semua komponen masyarakat boleh sebagai peserta pemilu.

Pada pemilu 1971 diikuti 10 parpol dan setelah itu dipaksa fusi oleh Presiden Soeharto sehingga menjadi 3 partai yaitu PPP (Partai Persatuan Pembangunan), Golongan Karya (Golkar), dan PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Presiden Soeharto mengunci jumlah parpol selama rezim Orde Baru hanya berjumlah 3 parpol.

Setelah rezim Soeharto runtuh, rezim otoritarian runtuh, muncul sekitar 141 parpol. Banyak orang membuat parpol baru. Setelah diverifikasi oleh Tim 11 akhirnya ditetapkan peserta pemilu 1999 berjumlah 48 parpol. 

Menjelang Pemilu 2004 jumlah parpol baru masih banyak. Ada 100 lebih parpol deklarasi, tapi setelah diverifikasi faktual oleh KPU maka kontestan pemilu 24 parpol. 

Mendekati Pemilu 2009 jumlah parpol juga berkembang. Baik parpol baru maupun lama yang telah dimodifikasi. Setelah diverifikasi faktual oleh KPU akhirnya ditetapkan 44 parpol peserta pemilu. Sebanyak 9 parpol lolos PT dan sebanyak 35 kursi tidak masuk Parlemen.

Sejak diberlakukan PT maka jumlah parpol semakin berkurang. Saat pemilu 2014 diikuti 12 parpol peserta pemilu nasional. Ada 3 parpol lokal hanya di Aceh. Sementara dalam pemilu 2019 ada 16 parpol peserta pemilu. Ada 9 parpol  masuk PT dan 7 parpol tdk masuk PT.

Jumlah parpol memang tidak pernah surut. Hal itu berkait dengan sistem pemilu legislatif adalah sistem proporsional. Beda dengan sistem pemilu presiden, kepala daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah adalah sistem distrik.

Indepth: Aribowo

Editor: Amrizal Ananda Pahlevi

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU