Belajar dari Isu “Sakitnya” Megawati

author Seno

- Pewarta

Selasa, 14 Sep 2021 14:18 WIB

Belajar dari Isu “Sakitnya” Megawati

i

megawati sakit

Optika.id. Jakarta - Awal September 2021 muncul isu Megawati Soekarnoputri sedang sakit. Isu itu merebak kuat sehingga sebagian besar media cetak hingga digital memberitakannya. Bahkan isu itu berkembang dramatis kalau Megawati sedang terbaring dalam keadaan koma di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP), Jakarta. Malahan ada hoaks kabar duka atas sakitnya Megawati yang dikeluarkan oleh PMI (Palang Merah Indonesia) Jakarta. Dengan cepat PMI DKI Jakarta membantahnya.

Sekjen DPP PDIP (Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan), Hasto Kristiyanto, membanta berkali-kali dengan mengatakan kalau Megawati tetap sehat. Akhirnya pada acara Pembukaan TOT Kader Madya PDIP pada Jumat (10/09/2021), Megawati muncul memberi pengarahan. Acara itu diunggah di akun Youtube PDIP. Megawati tampil dalam kondisi segar. Megawati mengomentari hoaks sakit dan koma dirinya dengan suara haru sambil terisak tangis.

Baca Juga: Langkah PDIP Kedepan?, Politisi Muda Ini Sebut Akan Ditentukan Melalui Kongres

Isu sakitnya Megawati, diberitakan secara mendadak di tengah isu amandemen Undang Undang Dasar 1945, ketegangan partai oposisi dan koalisi pemerintah, rivalitas para politisi untuk maju menjadi bakal calon presiden dan wakil presiden dalam pilpres 2024 (pemilihan umum presiden), khusus santernya rivalitas antara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo.

Tokoh Kuat dan Sentral

Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri, nama lengkapnya, merupakan Presiden Republik Indonesia ke 5, Periode 2001-2004. Megawati menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Pimpinan Partai Politik Indonesia Perjuangan (Ketum DPP-PDIP) 1998-saat ini (2021). Megawati adalah Ketum partai politik (parpol) di Indonesia yang paling tua dan terlama. Dilihat dari jabatan ini maka Megawati mempunyai kekuasaan politik dalam parpol terkuat dan tersentral. Megawati mempunyai hak prerogatif untuk menentukan calon presiden dari PDIP dalam pilpres (pemilihan umum presiden) 2024.

Nurbani Yusuf menulis tentang Megawati sebagai politisi wanita terkuat di Indonesia bahkan dunia, catat kelompok Komunitas Padhang Makhsyar.

Mega adalah penguasa yang sesungguhnya, ketokohannya, kewibawaannya, intergritasnya, belum berbanding. Prestasi politiknya tak bisa dibantah. Tetap bertahan ketika yang lain mulai memudar, pengikutnya menyusut dan mati gaya, tulisnya lebih detil. Bahkan ada yang lompat pagar atau bikin partai baru karena tak tahan tekanan, Tapi Mega tetap kokoh di puncak. Memimpin partai dengan gaya ortodoks dan konvensional.

Siapapun boleh suka atau tak suka, Mega dipuja bagai dewi politik oleh sekitar 23,6 juta pendukungnya yang setia. Sebagai penguasa partai--selama dua dekade terakhir--dialah penguasa sesungguhnya, urainya.

Lebih dari itu semua, Megawati menjuluki Presiden Joko Widodo sebagai petugas partai. Makna dari sebutan itu adalah Megawati menempatkan dirinya di atas Jokowi, yang menduduki Presiden Republik Indonesia. Dan itu terasa oleh masyarakat: Jokowi selalu menempatkan posisi Megawati secara khusus. Bagi Jokowi Megawati adalah tokoh untouchable (tak tersentuh). Dalam berbagai isu politik yang menempatkan Jokowi berhadapan dengan Megawati maka Jokowi selalu mengambil jalan yang diinginkan Megawati.

Isu Sakitnya Diramaikan

Isu sakitnya Megawati terasa sangat ramai dan politis. Berbagai kekuatan politik tampaknya tiba-tiba disentakkan oleh suatu realitas atau andai Megawati sakit: apa peristiwa politik selanjutnya? Apalagi andai Megawati wafat, apa yang terjadi dalam rivalitas atau konflik politik nasional? Baik pergelutan antara parpol oposisi berhadapan dengan koalisi pemerintah, bahkan relasi antara parpol koalisi tetap utuh atau retak. Tentu bergantung isu yang muncul. Bahkan yang lebih krusial apa yang terjadi di internal PDIP itu sendiri? Hal itu pasti tidak sederhana.

Baca Juga: Resmi, Golkar Surabaya Rekomendasi Eri Kembali Maju Pilwali

Isu sakitnya Megawati tampaknya nyaris sama dengan kasus isu sakitnya Presiden Soekarno awal Agustus 1965. Soekarno, bapaknya Megawati, diisukan sakit parah dan konon tidak bisa bertahan lama sebagai Presiden republik Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Isu Soekarno sakit segera menjadi isu politik yang luas sekali, baik di dalam negeri maupun luar negeri. Kebesaran nama Soekarno memberi pengaruh terhadap berbagai kekuatan politik nasional. Yang paling santer saat itu adalah rivalitas antara Partai Komunisme Indonesia (PKI) dan ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia), utamanya TNI-AD (Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat). Mereka diperhitungkan sebagai kekuatan politik yang paling kuat pasca kekuasaan Soekarno.

Hal ini menyebabkan isu sakitnya Presiden Soekarno memperkuat pergelutan antara dua kekuatan itu tampak di permukaan sehingga puncaknya muncul peristiwa G 30 S/PKI 1965 (Gerakan 30 September 1965/ yang didalangi PKI). Pasca rezim Soekarno, kekuatan politik TNI-AD, berpusat pada figur Soeharto, mendominasi disemua lini politik, sosial, ekonomi, hukum, dan budaya di Indonesia.

Sakitnya tokoh sentral dalam kekuasaan menyebabkan berbagai rivalitas politik muncul ke permukaan. Isu sakitnya Megawati tampak sekali mengejutkan berbagai kekuatan politik di Indonesia.

Kekuatan politik di luar pemerintah, tampaknya mulai menghitung-hitung faktor Megawati, kata Ali Sahab, dosen Fisip Universitas Airlangga kepada Optika.id Selasa (14 September 2021)

Mereka menghitung faktor Megawati ada dan jika tidak ada. Hitungan parpol oposisi mungkin relatif jelas, tetapi yang menarik pola friksi parpol koalisi dan dalam tubuh PDIP sendiri akan menentukan relasi PDIP pasca Megawati. Siapa yang memegang kekuasaan sentral pengganti Megawati, itu faktor penting untuk 2024, urai lebih detil Sahab.

Baca Juga: Hasto Soal Gulirkan Hak Angket, Tekanan Hukumnya Kuat

Menurut Sahab, pola perebutan puncak kekuasaan PDIP dan pemegang Ketum DPP PDIP sangat menentukan 2024 PDIP mengusung Ganjar atau Puan Maharani. Saat ini kita mulai mengendus siapa saja yang mendukung Ganjar dan yang mendukung Puan. Di sini isu Megawati menjadi sangat bermakna, pungkas Sahab. (Aribowo)

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU