Bankir: Pinjaman Online Lebih Diminati daripada Bank Konvensional

author Seno

- Pewarta

Selasa, 19 Okt 2021 14:56 WIB

Bankir: Pinjaman Online Lebih Diminati daripada Bank Konvensional

i

PicsArt_10-19-08.42.39

Optika, Surabaya - Di zaman Post Truth ini, masyarakat lebih senang bertransaksi dengan digital bank daripada bank konvensional. Hal ini dikatakan oleh Erlang Nala Yudha, seorang bankir salah satu bank daerah di Jawa Timur. Menurutnya, di era disrupsi ini masyarakat lebih senang meminjam uang di pinjaman online daripada bank konvensional, seperti BCA (Bank Central Asia), BRI (Bank Rakyat Indonesia), BNI (Bank Negara Indonesia), Bank Jatim dan lain-lain.

Alasannya ?

"Because, persyaratan dan kecepatan proses. Di pinjol (pinjaman online, red) cukup dengan KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan foto, sedangkan jika masuk bank konvensional harus menyertakan jaminan dan persyaratan lain-lain. Yang utama di pinjol pencairannya lebih cepat," jelasnya ketika ditemui Optika di Surabaya, Selasa (19/10/2021).

Menurut alumnus Magister Manajemen Universitas Airlangga ini, sedikit bnyak ada korelasi antara pandemi Covid 19, jobless dan pinjaman online. Keterdesakan kebutuhan ekonomi akibat PHK atau pembatasan usaha, memaksa masyarakat mengambil jalan pintas. Salah satunya dengan mengakses pinjol.

"Mereka pasti tahu, jika pinjol berbunga tinggi. Namun mereka tak peduli, asal kebutuhan mereka terpenuhi. Justru yang menjadi persoalan adalah masyarakat lupa, jika tidak mampu membayar, tak hanya akumulasi bunga saja yang terjadi, namun intimidasi dan bayang-bayang teror kerap mereka jumpai," kata mantan wartawan ekonomi salah satu media besar di Jawa Timur ini.

Untuk pinjaman, bank konvensional memang menetapkan bunga yang lebih rendah. Bahkan ada yang kurang dari 2 persen per bulan. Sementara itu, pinjaman online lewat fintech lending memiliki bunga yang lebih besar. Berkisar antara 0,05 persen sampai dengan 0,8 persen per hari. Berarti per bulannya bisa mencapai 10 persen.

Banyaknya kasus pinjol, apa masyarakat akan beralih ke bank konvensional ?

"Nggak juga, karena sekali lagi masalah persyaratan dan kecepatan, bank konvensional terlalu birokratis," jawabnya lugas.

Erlang mengatakan, semua bank saat ini sudah hampir memiliki produk Financial Technology. Lantaran kondisi yang mengharuskan serba digital dan cepat.

"Tetapi entah, produk fintech dari bank konvensional promosinya yang kurang gencar atau persyaratannya agak ribet. Sehingga kalah dengan pinjol-pinjol ilegal," herannya.

Erlang menjelaskan, bank konvensional mitigasi risikonya jauh lebih kompleks. Karena jika ada gagal bayar, bank konvensional tidak mungkin memakai cara teror. Sebab akan merusak brand image bank itu sendiri.

"Cepat atau lambat, bank konvensional harus segera beradaptasi karena tuntutan era. Digital banking pasti ada, cuma sekali lagi regulasi yang sehat juga perlu diterapkan. Jika tidak, sekali lagi yang jadi korban adalah debitur. Seperti yang terjadi saat ini. Mengingat di pinjol tidak ada hal itu," tandasnya.

Menurutnya di bank konvensional ada perlindungan terhadap debitur. Sebelum timbul perjanjian dan pencairan kredit, lanjut Erlang, ada term and conditions yang harus disepakati bersama. Termasuk jika ada kejadian gagal bayar atau wanprestasi maka penyelesaiannya seperti apa. Oleh sebab itu, OJK (Otoritas Jasa Keuangan) merilis lembaga pinjol yang diakui dan dibawah naungannya. Karena jika trjadi sesuatu, debitur juga bisa lapor ke OJK.

Apa masih ada asuransi untuk kredit di bank konvensional?

"Tergantung apa isi perjanjiannya. ada bank yang mengasuransikan ada yang tidak. Kalau untuk pinjol, setahu saya nggak ada. Yang pertama risikonya terlalu tinggi, sehingga pihak asuransi berpikir dua kali untuk mau mengcover asuransi pinjol. Yang kedua preminya bisa jadi mahal," pungkasnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengimbau masyarakat agar memilih penyedia pinjaman yang telah terdaftar secara resmi di OJK.

OJK telah membuat kesepakatan bersama Kapolri, Kementerian Kominfo, Gubernur Bank Indonesia, dan Menteri Koperasi dan UKM untuk memberantas pinjol ilegal.

Disebutkan pula kerja sama ini di antaranya harus ditutup platformnya dan diproses secara hukum baik bentuknya apa pun, baik koperasi, payment, maupun peer to peer, semua sama.

"Untuk itu, pemberantasan segera dan masif ini menjadi agenda bersama, terutama OJK, Kapolri, dan Kominfo. Ini supaya masyarakat tidak terjebak pada tawaran-tawaran pinjaman-pinjaman dari pinjol ilegal," tutupnya.

Nota Bene:

1. Post Truth

Post truth sendiri adalah Politik pasca-kebenaran disinyalir merupakan penyesuaian dari kata 'truthiness' yang kali pertama diciptakan Stephen Colbert dan terpilih sebagai Word of the Year tahun 2005 menurut American Dialect Society (ADS).

Di 2016, post truth bahkan menjadi word of the year di kamus Oxford. Oxford sendiri mendefinisikan post truth sebagai kondisi, fakta tidak terlalu berpengaruh terhadap pembentukan opini masyarakat dibandingkan dengan emosi dan keyakinan personal.

Simpelnya, post truth adalah era di mana kebohongan dapat menyamar menjadi kebenaran. Caranya? Dengan memainkan emosi dan perasaan kita.

2. Era disrupsi

Era disrupsi adalah era terjadinya perubahan besar-besaran yang disebabkan oleh adanya inovasi yang mengubah sistem dan tatanan bisnis ke taraf yang lebih baru. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang mengartikan disrupsi sebagai sebuah hal yang tercabut dari akarnya.

(Pahlevi)

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU