Apakah Partai Politik Bisa Dibubarkan? Simak Penjelasan Mahkamah Konstitusi

author Uswatun Hasanah

- Pewarta

Senin, 26 Sep 2022 21:40 WIB

Apakah Partai Politik Bisa Dibubarkan? Simak Penjelasan Mahkamah Konstitusi

i

parpol

Optika.id - Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Aswanto menjelaskan bahwa lembaganya selama ini belum pernah sekalipun mengetok putusan pembubaran partai politik (parpol). Padahal, MK berwenang dalam membubarkan parpol.

Dalam keterangan persnya, Aswanto mengakui jika kewenangan putusan pembubaran parpol masih mengalami berbagai hambatan kendati lembaga konstitusi memiliki kewenangan.

Baca Juga: Kemana Prabowo Bakal Bawa Demokrasi Indonesia?

"Masih banyak aspek yang harus dikaji dari kewenangan tersebut, baik tinjauan substantif atas alasan-alasan pembubaran partai politik maupun telaah lebih komprehensif atas prosedur hukum acara dalam pembubaran partai politik," kata Aswanto dalam keterangan pers, Senin (26/9/2022).

Jalan konstitusional dalam mengajukan permohonan pembubaran parpol ke MK sebenarnya sudah dibuka oleh UUD 1945. Akan tetapi, jalan ini hanya bisa diajukan oleh pemerintah saja.

"Tidak seperti dalam kasus judicial review yang boleh diajukan seluruh warga negara dari segala lapisan dapat mengajukan pengujian undang-undang ke MK bila ada alasan-alasan untuk itu," ungkap Aswanto.

Kewenangan pembubaran parpol ini berkaitan dengan eksistensi parpol sebagai institusi demokrasi penyumbang kursi eksekutif dan legislative. Maka Aswanto menjelaskan akibat hukum ikutan apabila MK menjatuhkan putusan pembubaran suatu parpol.

"Tidak ada pemilihan umum tanpa partai politik. Pernyataan ini tentu tidak dimaksudkan untuk menegasi hak calon perseorangan dalam pemilihan kepala daerah atau pun fakta bahwa terdapat negara-negara yang tidak memiliki partai politik," ujar Aswanto.

Rakyat dapat mewujudkan kebebasan untuk berkumpul dan berserikat melalui eksistensi parpol. Rakyat juga dapat menyampaikan hak untuk memilih dan dipilih melalui keikutsertaan parpol dalam kontestasi pemilu atau bahkan pilkada.

Artinya, jelas Aswanto, parpol memainkan peranan penting dalam mewadahi perwujudan pemenuhan hak dan kebebasan warga negara dalam partisipasi politik melalui pemilu.

Pembubaran parpol menurut Aswanto juga harus berlandaskan alasan substantive yang bisa dipertanggungjawabkan dan melampaui alasan hak dan kebebasan demokrasi. Sebabnya, parpol merupakan wujud dari hak konstitusional dan kebebasan warga negara dalam menyampaikan aspirasi, demokrasi, berserikat dan berorganisasi di sebuah negara.

Baca Juga: Sampaikan Tuntutan, Tim Pembela Demokrasi Datangi DPR RI Hari Ini

Dalam rezim hukum Hak Asasi Manusia, hal demikian dapat dikategorikan sebagai pembatasan atas Hak Asasi Manusia (HAM) sebagaimana diatur dalam Pasal 28J UUD 1945.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Di sisi lain, dalam Pasal 68 UU MK, pembubaran parpol juga bsia diajukan oleh pemerintah dengan dalil ideologi, tujuan, progam, asas dan kegiatan parpol yang bersangkutan yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Sementara itu, dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi (PMK) No. 12 Tahun 2008 tentang Prosedur Beracara dalam Pembubaran Partai Politik yang merinci lagi alasan pembubaran ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b.

Ditulis pada Pasal 2 huruf b terdapat semacam perluasan atas ketentuan Pasal 68 ayat (2) UU MK khususnya yang menyangkut kegiatan partai politik.

Kemudian, Pasal 2 huruf b PMK 12/2008 disebutkan bahwa alasan pembubaran partai politik ialah jika ada kegiatan partai politik yang bertentangan dengan UUD 1945 atau partai tersebut menimbulkan kegiatan yang efeknya bertentangan dengan UUD RI 1945. Dalam rumusan ini terdapat frasa atau akibat yang ditimbulkannya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.

Baca Juga: Demokrasi Tergerus, LaNyalla: Sistem Pilpres Liberal Penyebab Penurunan Kualitas Demokrasi

Dalam pasal 68 ayat (2) rumusan ini tidak ditemukan. Pasal 2 huruf a dan huruf b juga bersifat kumulatif alternatif yang dapat dilihat dalam penggunaan frasa dan/atau dalam huruf a yang juga tampak berbeda dengan Pasal 68 ayat (2) UU MK yang hanya menggunakan kata dan.

"Artinya, ketentuan normatif ini merupakan salah satu aspek yang dapat dikaji secara kritis untuk memberikan masukan dalam penyempurnaan pranata hukum pembubaran parpol," ucap Aswanto.

Reporter: Uswatun Hasanah

Editor: Pahlevi

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU