Anwar Abbas: Tuduhan Radikalisme, Kenapa Hanya Penceramah, Bukan Profesi Lain?

author optikaid

- Pewarta

Kamis, 10 Mar 2022 18:23 WIB

Anwar Abbas: Tuduhan Radikalisme, Kenapa Hanya Penceramah, Bukan Profesi Lain?

i

Buya Anwar Abbas, Wakil Ketua Umum MUI Pusat

Optika.id. Wakil Ketua MUI Pusat Jakarta Buya Anwar Abbas menyayangkan adanya pernyataan Badan Nasional PenanggulanganTerorisme(BNPT) terkait sejumlah nama Penceramah yang masuk dalam kategori "Radikal" .

Menurutnya pada konteks Radikalisme bisa menyasar siapa saja bukan hanya Penceramah, tapi bisa profesi lain, namun faktanya tuduhan itu hanya diarahkan kepada komunitas tertentu," Itulah yang saya heran, kenapa hanya Penceramah yang menjadi tertuduh, bukankah Radikalisme Korupsi, menjarah kekayaan Alam juga lebih Radikal dan mengacam keutuhan NKRI" Ujarnya dalam forum Dialog Interaktif di sebuah Stasiun TV Swasta Nasional, Rabu malam (9/10/2022).

Baca Juga: Muhammad Ibn Abdullah dan Kebangkitan Arab-Islam

Lebih lanjut, Tokoh asal Sumatra Barat ini juga mempertanyakan Kriteria yang digunakan sebagai standart radikalisme,
Sekarang yang jadi pertanyaan adalah kalau ada orang-orang tertentu (di luar penceramah) yang mengajarkan anti Pancasila, radikal tidak? menurut saya dia radikal, kata Buya Anwar Abbas dalam sebuah acara,

Disisi lain Dia juga mempertanyakan, mengapa hanya kategori penceramah radikal tapi tidak dengan profesi lain,

Pertanyaan berikutnya adalah kenapa yang disebut hanya penceramah, jadi diskriminatif ini. Mengapa hanya kok hanya penceramah? tandasnya.

Secara rinci Anwar Abbas yang juga menjabat sebagai Ketua PP Muhammadiyah itu menjelaskan bahwa ada tiga musuh yang dapat mengancam eksistensi negara.

Adapun tiga musuh yang dimaksud adalah radikalisme-terorisme. Lalu, korupsi, kolusi dan nepotisme. Kemudian, ketiga soal paham-paham yang tidak sesuai dengan pancasila, pungkasnya

Sebelulnya Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigadir Jenderal Ahmad Nurwakid merilis lima ciri penceramah radikal yang menuai kontroversial di publik, Adapun lima ciri-ciri itu adalah:

Pertama, mengajarkan ajaran yang anti Pancasila dan pro ideologi khilafah transnasional.

Kedua, mengajarkan paham takfiri yang mengkafirkan pihak lain yang berbeda paham maupun berbeda agama.

Baca Juga: Charles Martel, Membendung Ekspansi Islam ke Eropa Barat

Ketiga, menanamkan sikap anti pemimpin atau pemerintahan yang sah, dengan sikap membenci dan membangun ketidakpercayaan (distrust) masyarakat terhadap pemerintahan maupun negara melalui propaganda fitnah, adu domba, hate speech, dan sebaran hoaks.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Keempat, memiliki sikap eksklusif terhadap lingkungan maupun perubahan serta intoleransi terhadap perbedaan maupun keragaman (pluralitas).

Kelima, biasanya memiliki pandangan anti budaya ataupun anti kearifaan lokal keagamaan.

Hal senada dikatakan Sekretaris Program Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Surabaya Dr.Sholikhul huda, M.Fil. Dia angkat suara, terkait beredarnya sejumlah nama penceramah yang disebut radikal. Menurutnya merupakan penilaian 'ambivelen', serampangan dan tidak menyeluruh.

"Saya kira ini tidak komprehensif-lah, dan cenderung tendensius, mestinya tidak begitu kan," tandasnya.

Baca Juga: Politik Stigma Belanda: Tarekat dan Stigma Gila

Lebih lanjut Alumni Program Doktoral Universitas Islam Sunan Ampel Surabaya ini menambahkan, agar BNPT bisa melakukan riset yang lebih detail tidak hanya menyasar komunitas tertentu, tetapi bisa lebih luas sasarannya.

"Faktanya kan ada riset yang menyebut Radikalisme bisa terjadi pada oknum ASN TNI /POLRI bahkan beberapa tahun silam seorang Ibu rumah tangga melakukan aksi bunuh diri di Surabaya, saya kira dia juga terpapar radikal," pungkasnya.

Tulisan: M.Roissudin.
Editor: Aribowo

Editor : Pahlevi

Tag :

BERITA TERBARU