Antara Elite Politik, Penundaan Pemilu, dan Konstitusi

author optikaid

- Pewarta

Kamis, 10 Mar 2022 18:35 WIB

Antara Elite Politik, Penundaan Pemilu, dan Konstitusi

i

Antara Elite Politik, Penundaan Pemilu, dan Konstitusi

[caption id="attachment_18383" align="alignnone" width="167"] Nabila Lamanda Putri[/caption]

Penundaan Pemilu 2024. Tiga kata yang akhir-akhir ini santer diberitakan baik di dunia maya maupun dunia nyata. Isu penundaan ini diserukan oleh Muhaimim Iskandar selaku Ketua Umum PKB dengan alasan kinerja pemerintah belum maksimal dikarenakan adanya pandemi Covid-19 dan keadaan ekonomi yang tidak memungkinkan untuk menyelenggarakan pemilu, yang didukung oleh tiga ketua umum dari partai lainnya, yaitu Airlangga Hartanto dari Golkar, Zulkifli Hasan dari PAN, dan Suharso Monoarfa dari PPP. Pernyataan yang tiba-tiba dilontarkan oleh empat ketua umum partai besar inilah yang kemudian menggiring opini dan menyebabkan publik, dalam hal ini adalah masyarakat umum menjadi bertanya-tanya, apakah ada aktor dari elite politik yang mendalangi pernyataan tersebut? Karena pernyataan yang dilontarkan hanya berasal dari segelintir orang, bukan pernyataan populer atau mayoritas dari masyarakat. Tidak hanya masyarakat umum, kalangan politikus pun banyak yang memperdebatkan isu penundaan pemilu 2024. Isu penundaan pemilu ini berkembang sejalan dengan isu perpanjangan masa jabatan presiden.

Baca Juga: Optimis Satu Putaran, Relawan Konco Prabowo Siap Dukung Ekonomi Jawa Timur Tumbuh

Tentunya wacana penundaan tersebut bertentangan dengan konstituti yang ada. Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum tertinggi dengan jelas menyebutkan dua pasal yang kemudian dijadikan dasar atas pernyataan tersebut, yakni Pasal 7 yang menyatakan Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya, dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan dan Pasal 22E ayat 1 yang menyebutkan bahwa Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali. Terlebih tidak ada pasal dalam UUD 1945 yang menyatakan pemilu boleh ditunda pada saat situasi tertentu (genting), contohnya ketika pandemi. Melansir dari optika.id, merujuk pada pendapat Andi Mallarangeng yang mengatakan jika sudah ada rancangan untuk menunda pemilu dengan atau tanpa amandemen konstitusi, sebenarnya UUD 1945 tidak harus diamandemen, Mahkamah Konstitusi sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang menafsirkan pasal dalam UUD boleh menafsirkan, apakah pasal tersebut memperbolehkan penundaan pemilu pada situasi pandemi seperti sekarang ini? Namun bisa juga diamandemen sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada Pasal 37, walaupun memerlukan proses yang lama. Bukannya efektif, jika amandemen dilakukan, dananya akan terbuang hanya untuk rapat. 

Baca Juga: Artis Nyaleg Tak Hanya Modal Tenar Belaka

Saya pribadi sebagai masyarakat umum tidak setuju dengan wacana penundaan pemilu 2024 karena KPU bersama pemerintah dan DPR sebenarnya sudah menetapkan tanggal pelaksanaan pemungutan suara pemilihan umum, yaitu tanggal 14 Februari 2024. Berikut dua alasan ketidaksetujuan saya. Pertama, alasan menurunnya perekonomian negara tidak cukup kuat untuk dijadikan alasan utama penundaan pemilu. Mengapa? Karena pemerintah masih bisa menyelenggarakan vaksinasi, memberikan bantuan sosial, dan melaksanakan agenda pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) yang membutuhkan banyak dana. Menurut saya, keadaan ini belum cukup genting yang mengharuskan pemerintah untuk melakukan perubahan pada konstitusi. Kedua, alasan kinerja pemerintah yang belum maksimal dikarenakan terjadinya pandemi. Masih ada waktu dua tahun sebelum penyelenggaraan pemilu 2024 yang dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja pemerintah, lalu mengapa isu-isu tersebut sudah mulai diangkat sejak sekarang? Presiden Joko Widodo sendiri mengatakan dengan tegas bahwa beliau menolak jabatan tiga periode dan memilih mematuhi apa yang diamanatkan dalam konstitusi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Melansir dari kompas.tv, ada dua lembaga survei yang menyaatakan bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia tidak setuju dengan adanya penundaan pemilu dan perpanjangan masa jabatan presiden. Apakah segelintir orang tersebut akan tetap mempertahankan pendapatnya untuk menunda pemilu 2024? Dikhawatirkan akan terjadi demo besar-besaran yang akan dilaksanakan oleh masyarakat jika konstitusi yang ada tiba-tiba diganti untuk kepentingan penundaan pemilu. Terjadi ketidakefektifan pemilu (jika benar ditunda), walaupun pada tahun 2025 ekonomi dari sektor digital diperkirakan naik, tetapi kredibilitas pemerintah sudah terlanjur turun di mata rakyat, dianggap kurang mampu memperbaiki sistem demokrasi, serta elektabilitas dan kualitas yang perlu dipertanyakan.

Baca Juga: Trengginas Sebagai Oposisi, PDIP Akan Goyahkan Rezim Selanjutnya?

Editor : Pahlevi

BERITA TERBARU